Love And Pain, Me And Her - Bab 115 Kata-Kata Yang Diucapkan Mengejutkan

Veni menuangkan anggur merah untuk Lulu dan diriku masing-masing satu gelas. Setelah semuanya sudah siap, Veni mengangkat gelas anggur, dia meniup rambut halus yang ada di depan keningnya dengan lembut, melihat semua orang, wajah penuh kelembutan, berkata sambil tersenyum.

“Sebenarnya hari ini juga tidak ada masalah apa-apa, hanya saja semuanya sudah lama tidak kumpul bersama, jadi mengajak semua ke sini untuk berkumpul. Juga tidak tahu kenapa, beberapa malam ini selalu bermimpi saat-saat kita bersekolah. Pada waktu itu sungguh bagus, sepanjang hari tanpa beban. Tapi setelah lulus, sepertinya semua sudah sibuk. Meskipun masih berada dalam satu kota yang sama, tapi dalam setahun juga sulit untuk bisa bertemu beberapa kali. Ada kalanya aku berpikir, jika kita selamanya tidak lulus, alangkah bagusnya itu”

Suara Veni sangat lembut, tapi kata-katanya malah agak sedih. Mendengarnya hatiku juga agak tersentuh.

Robi segera menjawab, “Aku tidak sibuk! Kalian setiap saat bisa memanggilku.”

“Sungguh tidak tahu malu!”

Lulu bergumam.

Semuanya juga tertawa, bersulang bersama, lalu minum seteguk.

Kealihan Veni lumayan baik, kami makan dengan gembira. Makan sejenak, Sutan tiba-tiba mengatakan, “Tidak benar, Veni. Apakah kamu tidak menelpon Raisa? Aku baru sadar, kenapa dia tidak datang?”

Veni melihatku sejenak, lalu berkata pada Sutan, “Sudah ditelpon! Awalnya 岚岚 bilang akan datang, kemudian menelpon lagi katanya ada masalah di perusahaan, dia harus lembur. Menyuruh kita makan dulu, lain hari baru dia traktir kita.”

Sutan “oh” sekali, dia juga tidak terlalu mempedulikannya.

Minum beberapa teguk arak, kata-kata semua orang perlahan juga mulai semakin banyak. Aku selalu ingin bertanya pada Sutan, masalah perusahaannya, kebetulan hari ini ada kesempatan bagus. Langsung bertanya padanya, “Sutan, bagaimana perusahaanmu sekarang? Sebenarnya diakuisisi oleh perusahaan mana?”

Sutan memegang gelas, dia menunjukkan sebuah isyarat padaku, mengatakan, “Ugie, kita para sahabat jarang baru berkumpul sekali. Hari ini kita tidak bicara tentang pekerjaan, hanya bicara tentang perasaan.”

Sutan tetap masih menghindar. Sebenarnya aku berniat baik, berharap dia bisa lebih cepat keluar dari bayangan gelap kegagalan. Ini juga tujuan Veni mengajak kami datang hari ini. Tapi Sutan berkata begini, aku juga tidak bisa bertanya lagi.

Minum seteguk anggur. Sutan meletakkan gelasnya, sambil melihatku berkata, “Ugie, coba kamu katakan ada apa antara kamu dan presdir Mirani?”

Begitu mengungkit Isyana Mirani, Lulu langsung sangat tertarik. Dia membelalakkan mata melihatku, ingin dengar bagaimana aku mengatakannya.

Aku sedikit canggung, bergegas menundukkan kepala makan sayur. Sengaja berkata secara tidak jelas, “Apanya yang ada apa? Hanya rekan kerja saja.”

Sutan mencibir sejenak, wajahnya penuh kecurigaan melihatku lalu bertanya, “Rekan kerja? Kamu jangan bercanda denganku. Hari itu aku mabuk, sudah begitu malam presdir Mirani masih menemanimu pergi melihatku. Kamu memberitahuku dia adalah rekan kerjamu? Bohong bukan”

Sutan tiada habisnya mendesak. Sebenarnya aku juga ingin memberitahu mereka, aku sedang mengejar Isyana Mirani. Tapi tidak tahu kenapa, aku tidak mengatakannya. Aku bersikeras bicara dengan penuh alasan untuk membantah Sutan.

“Memang kenapa kalau membawa dia melihatmu? Kamu dan Lulu juga tidak akrab, bukankah aku membawanya ke sini? Bukankah sama saja, semuanya adalah rekan kerja?”

Aku sengaja mengeluarkan Lulu, menjadikannya sebagai tamengku. Begitu Lulu melihatku membicarakannya, dia segera tersenyum sejenak pada Sutan. Robi menyela dan berkata, “Sutan, apakah ini masih perlu ditanyakan? Aku akan memberitahumu hingga jelas hanya dengan satu kalimat saja. Jelas sekali, Ugie menyukainya. Tapi presdir Mirani masih belum menyukainya”

Robi selesai bicara, dia sendiri tertawa terbahak-bahak dulu. Aku juga tidak tahu apa yang lucu dengan ini, mungkin dengan menyerangku, bisa membuat orang ini mendapatkan kesenangan. Sebenarnya aku malah suka Robi seperti ini, perasaan di antara kami, adalah saling menyerang antara satu sama lain, kami menjadi lebih tangguh dengan saling mengejek dengan kata-kata jahat.

Veni yang terus diam-diam mendengar di samping, tiba-tiba mendongak. Dia melihatku, menggunakan suara lembut khasnya mengatakan, “Ugie, apakah kamu sungguh tidak ada apa-apa dengan presdir Mirani?”

Veni bukanlah orang yang suka gosip. Biasanya ketika ngobrol bersama, dia hanya akan diam-diam mendengarnya, sangat jarang menyela pembicaraan. Aku tidak menyangka hari ini dia juga bertanya padaku.

Dalam hatiku ragu-ragu, tapi tetap masih menganggukkan kepala.

Melihat aku mengangguk, Veni bertanya lagi, “Ugie, lalu apakah kamu masih mencintai Raisa?”

Aku tertegun! Tidak menyangka Veni bisa bertanya hingga begitu terus terang. Ini adalah sebuah pertanyaan yang sulit, bagaimana jika masih cinta? Bisa bagaimana jika tidak cinta lagi? Dia sudah meninggalkanku, jatuh ke dalam pelukan pria lagi. Aku masih cinta atau tidak, sama sekali sudah tidak penting lagi.

Aku tersenyum pahit, menjawab Veni, “Ven, apakah kita boleh tidak membicarakannya? Masa lalu adalah masa lalu.”

Aku mengatakan yang sebenarnya. Sekarang yang paling aku inginkan bukan Raisa, melainkan Isyana Mirani. Aku ingin mengejarnya, ingin memulai hubungan cinta yang baru. Tidak mungkin aku terus hidup dalam bayangan gelap Raisa.

Aku memang ingin mengalihkan topik ini. Tapi Veni malah meletakkan sumpit, dia menatapku, berkata dengan serius, “Karena begitu, maka aku akan mengatakan satu hal denganmu! Sebenarnya beberapa hari yang lalu aku sudah ingin mengatakannya padamu”

Kata-kata Veni, membangkitkan rasa penasaran semua orang. Kami semua sedang melihatnya. Veni perlahan mengatakan, “Sasa tidak pernah bersama dengan Rehan Bastar, dia membohongimu”

Satu kalimat yang sangat sederhana, sepertinya memiliki kekuatan sihir yang begitu besar. Waktu seperti berada dalam pembicaraan, berubah jadi membeku.

Aku termenung sambil menatap Veni. Dan di dada seperti ditekan oleh sebuah batu yang sangat besar, membuatku kesulitan bernafas. Tanganku yang sedang memegang cangkir, juga berhenti di tengah udara. Pandangan mataku terdiam, dalam benak kosong.

Tidak mungkin! Ini adalah pikiran pertamaku!

Beberapa bulan lalu, istri Rehan Bastar membuat keributan besar di ruang rapat PT. Nogo. Pada saat itu menunjuk ke Raisa dan memarahinya wanita penggoda, merusak rumah tangga orang. Raisa juga memberitahuku sendiri, setelah itu Rehan Bastar langsung bercerai. Bagaimana mungkin mereka tidak bersama?

Aku tidak percaya! Veni sedang membohongiku!

Robi yang paling pertama memecahkan keheningan, dia segera mengatakan.

“Veni, kamu jangan bicara sembarangan ya. Bocah ini baru saja keluar dari bayangan gelap Raisa belum lama ini, sekarang dia tidak bisa menerima ransangan. Kamu jangan membohonginya”

Sutan juga penasaran dan bertanya, “Ven, kenapa aku tidak pernah mendengarmu mengatakannya? Apakah Raisa yang memberitahumu?”

Pandangan kami semua, sekali lagi tertuju pada Veni. Bahkan Lulu yang paling rakus soal makanan, juga meletakkan sumpitnya, penuh penasaran melihat Veni. Veni meminum seteguk anggur merah, dia agak menggeleng, “Bukan Sasa yang mengatakannya, aku yang melihatnya”

Dalam hatiku merasa tertekan lagi.

Sutan segera bertanya, “Ven, kamu cepat katakan saja, sudah membuat kami panik sekali”

Sebenarnya aku juga ingin tahu. Tapi aku merasa tidak enak mendesak Veni.

Melihat Sutan bertanya, Veni perlahan-lahan mulai, menceritakan tentang kejadian hari itu.

Novel Terkait

Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu