Love And Pain, Me And Her - Bab 157

Ini pertama kalinya resepsionis meneleponku. Aku mengangkat dengan curiga, langsung mendengar suara resepsionis yang lembut berkata, "Ugie, didepan ada orang yang mau mencarimu, mau menyuruhnya masuk, atau kamu yang keluar?"

Aku dalam sekejap tidak kepikiran, siapa orang yang datang mencariku. Tapi aku tetap memberitahunya, "Suruh dia menungguku, aku langsung keluar"

Mengambil surat pengunduran diriku. Mengambil jas bajuku, aku berjalan keluar dari divisi penjualan. Sesampainya di lobi, aku langsung melihat bayangan yang ramping, sedang berdiri di depan pintu. Aku melihatnya, dia juga kebetulan melihatku. Kami berdua saling bertatapan. Dia tersenyum padaku, tapi aku malah tercengang.

Perasaan dihatiku bercampur aduk, dalam waktu yang sama juga tidak tenang. Aku tidak menyangka, Isma akan datang mencariku. Meskipun tidak bertemu hanya sehari, tapi Isma tampak sedikit berantakan.

Dia berjalan ke hadapanku, menjulurkan tangannya, kami berdua bersalaman, dia tetap tersenyum, "Tuan Ugie, aku ingin berbicara denganmu"

Aku tersenyum dan mengangguk, ikut Isma berjalan ke luar perusahaan.

Meskipun musim gugur sudah diakhir musim, tapi cuaca hari ini bagus. Cahaya matahari musim gugur menyinari badan, memberi orang semacam perasaan malas.

Berjalan ke sebelah taman pot, Isma berhenti. Dia membalikkan kepala melihatku, aku baru sadar, lingkar matanya sedikit hitam. Sepertinya sama denganku, semalam pasti tidur tidak nyenyak.

Isma melihatku, tersenyum pelan, bertanya padaku, "Tuan Ugie, apakah ingin mendengar ceritaku dengan Riski?"

Aku mengeluarkan sebatang rokok, setelah menyalakannya dan meghisap rokokku. Setelah aku mengangguk dan berkata, "Baiklah, kalau kamu bersedia menceritakannya, aku ingin mendengarnya"

Meskipun aku tidak tau tujuan Isma datang mencariku apa. Tapi kalau dia memang ingin mengobrol denganku, maka aku dengarkan juga tidak apa-apa. Apalagi sekarang, Isyana sudah pergi ke Nogo, surat pengunduran diriku juga sudah selesai ditulis. Selain Riski datang sendiri kesini dan mengakui semuanya, kalau tidak apapun yang Isma katakan, juga tidak bisa mengubah kondisi ini.

Isma tersenyum tipis, dengan pelan berkata, "Aku dan Riski adalah teman sekolah semasa SMA. Mungkin kamu tidak percaya, kami berdua bersama. Aku yang duluan mengejarnya. Riski mempunyai sangat banyak kekurangan, tapi juga mempunyai sangat banyak kelebihan. Contohnya dia teliti sekali. Pada saat SMA, dia bisa memperhitungkan tanggal datang bulanku. Setiap saat akan seperti ini, dia akan membuatkan air gula merah untukku, akan membawakan cemilan seperti angco. Kami dari SMA sampai sekarang, sudah 8 tahun. Dalam waktu 8 tahun, hari-hari perperangan sudah berakhir"

Mengatakan sampai sini, Isma tersenyum, aku juga ikut tersenyum. Dia menceritakan ceritanya dan Riski, tapi aku tanpa sadar akan memikirkan aku dan Raisa. Sedikit sama, juga ada sedikit perbedaan.

Isma lanjut berkata, "Sebenarnya Riski tidak mempunyai bakat yang hebat, tapi aku menyukainya. AKu juga tidak pernah berpikir mau mempunyai kehidupan yang mewah. Asalkan bisa bersamanya, melewati hari yang tenang, biasa, aku juga sudah puas. Aku suka menggambar, suka sekali. Impianku satu-satunya adalah suatu hari bisa membuat pameran lukisanku sendiri. Tapi aku tidak menyangka, harapanku ini, malah mendorong Riski ke neraka"

Isma berkata sampai sini, aku terdiam sebentar. Aku melihatnya dengan diam, bahkan sedikit tidak percaya dengan telingaku sendiri, apakah dia mau mengatakan yang sejujurnya kepadaku? Aku sedikit tidak berani memikirkannya.

Isma melihatku, lalu tersenyum pahit dan menggelengkan kepala, berkata lagi, "Aku dan Riski sudah bersama selama 8 tahun, kami tidak pernah bertengkar, apakah kamu percaya?"

Pertanyaan Isma membuatku tercengang, tapi aku tetap saja langsung mengangguk. Aku dan Raisa, orangtuaku juga seperti itu. Saat bersama, hampir tidak pernah bertengkar.

Melihatku mengangguk, Isma berkata lagi, "Tapi, semalam. Kami berdua bertengkar. Mengenai alasannya kenapa, aku pikir kamu harusnya tau. Aku memberitahu Riski, aku tidak pernah berpikir menyuruhnya menjadi pahlawan, terlebih tidak terpikir menyuruhnya harus naik jabatan dan mendapatkan banyak uang, memberiku kenikmatan duniawi. Aku hanya ingin dia menjadi orang biasa yang benar, hanya ini saja, sudah cukup"

Meskipun Isma menceritakannya dengan santai. Tapi aku tetap bisa merasakan, semalam harusnya mereka bertengkar sangat hebat.

"Semalam kami berdua hampir tidak tidur, berbicara selama semalaman. Pagi ini aku tidur sebentar, tapi ketika aku bangun, Riski sudah menghilang. Dia meninggalkan sebuah surat kepadaku. Mengenai isi surat itu, aku tidak perlu memberitahumu. Alasanku memberitahumu ini, karena Riski menyuruhku memberikan kepadamu sebuah barang. Semoga bisa membantumu."

Isma sambil berkata, dia membuka tasnya, mengeluarkan sebuah surat dari dalam, memberinya kepadaku. Aku mengambilnya, dengan pelan meremasnya. Di dalam sepertinya tidak ada surat, tapi ada sebuah benda kecil yang keras, aku menebak harusnya USB.

Hatiku berdetak sangat cepat, ingin sekali rasanya langsung kembali dan membuka, melihat apa isi di dalam. Tapi Isma belum ada maksud untuk pergi, aku hanya bisa berusaha berpura-pura tenang, bertanya padanya, "Riski pergi kemana? Apakah kamu tau?"

Isma tertawa pahit, dia menggeleng pelan, "Tidak tau, harusnya dia pergi ke sebuah tempat yang tidak ada orang yang mengenalinya"

Sambil berkata, dia mengangkat kepalanya melihatku, dengan tegas berkata, "Meskipun aku tau, aku juga tidak akan memberitahumu!"

Aku mengerti maksud perkataan Isma. Riski menghilang. Dia tau kalau perbuataannya sudah melanggar hukum, jadi dia memilih untuk menghilang. Ini juga alasan kenapa Isma mengatakan perkataannya yang terakhir.

Dia menghela nafasnya pelan, lanjut mengatakan, "Tuan Ugie, aku menggantikan Riski meminta maaf padamu. Semoga barang ini bisa membantumu, juga bisa menggantikan kesalahannya. Kamu kembali lihatlah, aku pergi dulu. Kalau ada sesuatu bisa datang ke ruang lukis mencariku"

Sambil berkata, Isma juga pergi tanpa melihat kebelakang.

Aku melihat punggungnya, hatiku berantakan. Tapi aku juga tidak sempat memikirkan begitu banyak, membuka amplop surat, memang benar adalah sebuah USB. Hatiku berdebar sangat cepat, dengan cepat berlari kembali ke perusahaan.

Orang di divisi penjualan terlalu banyak, aku takut orang akan tau, jadi memutuskan utuk pergi ke kantor Lulu.

Begitu masuk kedalam, aku melihat Lulu sedang menyelesaikan dokumen di komputer. Aku dengan buru-buru berjalan kesana, langsung berkata, "Lulu, cepat, aku pakai komputernya sebentar"

Lulu melihatku yang panik. Dia dengan aneh melihatku, tapi juga bergegas berdiri, memberikan tempat duduknya untukku. Aku langsung mencolokkan USB, langsung membukanya. Di dalam USB hanya ada sebuah file, yaitu sebuah video.

Begitu kubuka, langsung tampak Riski di dalam video duduk di depan meja komputer. Dia menggunakan kamera, merekam dirinya sendiri.

Novel Terkait

Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu