Love And Pain, Me And Her - Bab 280 Pemandangan Yang Sangat Spesial

Robi memandang Viali dan berkata dengan tidak puas, "Viali, Kenapa kamu masih tidak baik hati menghargai orang? Aku sudah cukup baik mau mengajakmu untuk makan malam, tapi kamu malah mengeluh padaku?"

Viali masih mengerutkan kening, dia menatap Robi dan langsung bertanya, "Robi, Mengapa kamu tidak pergi ke hotel untuk menemuiku?"

Robi berbalik dan menunjuk Lulu dengan sate kambing, dan berkata sambil tersenyum, “Dia ingin aku mentraktinya makan sate kambing, aku pikir kamu juga ada di sini, jadi kita langsung makan bersama saja, mengapa masih harus pergi ke hotel. Sini, aku memperkenalkan kepadamu dulu, ini adalah teman baik aku Lulu.”

Kemudian dia menunjuk Viali dan berkata kepada Lulu, "Ini kakak sepupuku Viali! Kalian berdua sama, sama-sama jomblo, sama-sama tidak ada yang mau!"

Begitu suara Robi jatuh, Lulu langsung mencubit lengannya. Namun, Viali sama sekali tidak menghiraukan Robi, tampaknya dia sudah terbiasa dengan Robi ini.

Lulu mengulurkan tangannya dengan murah hati dan berkata sambil tersenyum, "Halo, Viali. Namamu sangat enak didengar."

Lulu tersenyum pada Viali, tetapi sayangnya, Viali tidak mengulurkan tangan, dia memandang Lulu dan berkata dengan samar, "lipgloss kamu sudah pudar.”

Kata-kata Viali membuatku sedikit terkesima, sejujurnya, dia agak kasar. Tetapi yang paling membuatku khawatir adalah Lulu, gadis kecil ini sangat cerdik dan fasih berbicara, dia tidak bisa diserang secara langsung tanpa perlawanan.

Tetapi yang membuat aku heran adalah meskipun Lulu tertegun, tetapi dia segera berbalik dan mengambil sehelai tisu dan menyeka bibirnya dengan keras. Kemudian dia terus mengulurkan tangannya pada Viali, masih tersenyum dan berkata, "Apakah sekarang sudah lebih baik? Bolehkah aku berjabat tangan?"

Lulu tampaknya adalah tipe orang yang lahir tanpa rasa takut. Meskipun aura Viali sangat kuat, tetapi Lulu masih sangat tenang, dan juga cukup acuh tak acuh, tetapi kali ini Viali telah menjabat tangannya.

Dan Robi mengambil kursi ke samping meja dan membiarkan Viali duduk. Viali dengan marah memeluk kedua tangannya, berdiri di samping, tidak duduk ataupun pergi. Perlawanan diam Viali ini tampaknya tidak berpengaruh pada Robi, dia sengaja bercanda dengan Viali, dan tidak peduli dengannya sama sekali.

Viali melihat Robi sengaja ingin membuatnya marah, dia langsung duduk di kursi, melihat Robi, dan berkata dengan senyum dingin, "OK, bukankan kamu sengaja ingin membuatku marah? Kalau begitu aku akan menunggumu, setelah kamu selesai makan, kembali ke hotel bersamaku, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan padamu. "

Robi masih terlihat senang dan terus tertawa, dia berteriak pada bos, "Bos, aku mau daging perutnya, yang porsi sedang."

Viali mendengarnya dan semakin mengerutkan kening.

Kami bertiga sedang minum bir sambil makan sate kambing. Viali duduk di sebelah tanpa mengucapkan sepatah kata pun, melihat dia begitu gelisah, hatiku merasa tertekan, tetapi Robi malah sama sekali tidak peduli padanya, masih terus berbicara denganku.

Setelah minum sebotol, aku melihat Robi dan berkata, "Ngomong-ngomong, Robi, aku bertemu dengan Sutan kemarin. Dia akan mendaftar surat pernikahan dengan Veni, dan pada saat itu kita harus berkumpul dan merayakannya."

Sebelum kata-kata aku selesai, Lulu segera menyela sambil tertawa-tawa, "Oke, aku ikut!"

Robi tertegun, lalu dia berkata sambil tertawa-tawa juga, "Oke, kapan kamu akan memanggilku?"

Setelah berkata, dia mengangkat botol birnya dan meneguknya, kali ini dia minum hampir setengah botol. Dia berserdawa setelah botol bir itu diletakkan, melihat kembali Viali dan berkata, "Viali, apa yang ingin kamu bicarakan denganku? bukankah kamu hanya ingin aku kembali ke Beijing? Kamu memberi aku waktu beberapa bulan lagi, dan aku yakin aku pasti akan pulang kesana, kamu tidak perlu mengyia-nyiakan waktumu padaku di sini, kamu sebaiknya pulang ke hotel saja. "

Alis Viali terkedut erat, dia melihat sekilas Robi, bertanya dengan tidak puas, "Terus apa yang terjadi dengan perusahaan periklanan?"

Robi masih acuh tak acuh, "Hais, aku kira kamu akan bertanya sesuatu yang lain? Masalah itu sudah lama sekali berakhir, itu hanya taruhan dengan seorang idiot generasi kedua orang kaya."

Viali mendengarnya, lalu menatapku, dapat dilihat, tatapannya tersirat perasaan bersalah, lagipula, dia telah menuduhku.

Viali masih tetap gigih, menatap Robi, baru saja ingin berbicara, Robi tiba-tiba berdiri, dia menunjuk ke depan dan berkata dengan cemas, "Tidak bisa lagi, aku harus pergi ke kamar mandi, kalian makan dulu."

Setelah berkata, dia berbalik dan pergi, sebelum pergi, dia mengedipkan mata pada Lulu, aku tahu bocah ini tidak ingin mendengar Viali mengomel, jadi dia ingin lari dulu. Benar saja, tidak lama setelah dia pergi, Lulu juga mencari alasan dan pergi.

Viali dan aku dibiarkan duduk di sini dengan bengong, bos itu mengantar sate kemari, aku mengambilnya, menyerahkannya kepada Viali, dan berkata sambil tersenyum, "Apakah kamu mau mencobanya?"

Seluruh tubuh Viali segera bersandar kebelakang kursi, mengerutkan hidungnya dan memelototiku dengan galak, aku tersenyum dan mengesampingkan sate itu.

Robi mereka berdua tidak kembali lagi, aku makan dan minum sendiri, segera setelah sate kambing yang baru dipanggang muncul, aku mencoba mengganggu Viali lagi, aku mengambil satu tusuk sate, dan berikan kepada Viali, dan bertanya sambil tersenyum, “Mau coba?”

Viali melirikku, tatapannya tidak menolak seperti sebelumnya, aku sedikit terkejut, aku menganjurkan tangan ke depan lagi, dan dia mengambilnya, lalu terdengar perutnya berbunyi, aku tertawa sendiri didalam hati, sepertinya dia kelaparan.

Tapi Viali makan dengan sangat hati-hati, dia menyeka bagian depan tusuk beberapa kali dan kemudian mengeluarkan potongan daging pertama, baru mulai memakan bagian belakang. Pada awalnya, dia benar-benar makan dengan sangat hati-hati, ketika sampai di mulutnya, alisnya mulai melonggar. Dapat dilihat, dia cukup puas dengan sate daging ini.

Setelah selesai satu tusuk, aku menyerahkan dia satu tusuk lagi, kali ini, dia tidak menolak sama sekali, dan langsung mengambilnya. Aku memperhatikannya dan tersenyum, sudut mulutnya bergerak, juga sedikit tersenyum. Ini adalah pertama kalinya Viali tersenyum padaku sejak aku kenal dia. Senyuman yang indah!

Aku menghela nafas sambil makan, "Viali! Coba kamu pikirkan, kehidupan seseorang hanya akan berlangsung paling cepat selama beberapa puluh tahun saja, mengapa kamu harus hidup seperti robot untuk bekerja? Terkadang Lebih baik untuk bersantai saja, seperti tusuk sate kambing ini, semua orang tahu ini tidak higienis, tetapi jika kita memakannya sesekali, apakah itu akan berpengaruh besar terhadap kehidupan kita? "

Aku tidak tahu apakah kata-kataku berhasil atau kenapa, Viali mengambil inisiatif untuk mengambil setusuk sate kambing, dan pada saat yang sama memanggil bos," bos, tambah lima tusuk lagi, tambah pedas! Sama satu botol bir!”

Meskipun aku terus menyarankan Viali untuk hidup lebih santai, tetapi ketika dia memesan bir, aku sedikit terbengong, seorang presiden cantik dari perusahaan investasi, minum bir murah dan makan sate panggang di pinggir jalan. Pemandangan ini memang sangat spesial.

Novel Terkait

Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu