Love And Pain, Me And Her - Bab 123 Sulit Dipercaya

Ketika hampir pulang kerja. Kalin menenteng tasnya, kembali dari luar dengan tergesa-gesa. Ketika melewati kantor, dia melambaikan tangan kepadaku, lalu berkata dengan santai, “Ugie, datang ke kantorku sebentar”

Ketika mengatakan itu, dia tidak memalingkan kepalanya dan masuk ke kantor sendiri.

Aku meletakkan dokumen yang ada di tanganku, bangkit dan berjalan ke kantor Kalin. Ketika melewati tempat duduk Armin, bocah ini melirikku dengan sinis.

Dulunya dia adalah orang kesayanganKalin. sekarang Kalin juga tidak bersikap buruk kepadanya, hanya saja terlihat lebih dekat denganku. Melihat Armin yang cemburu dan iri, hatiku ingin tertawa. Apa-apa ini?

Setelah masuk ke kantor, Kalin berdiri di depan meja, tangannya memegang sebuah dokumen. Setelah melihatnya beberapa kali, dia menoleh memberikannya kepadaku dan berkata, “Ugie, bantu aku lakukan satu hal. Nanti malam kamu pergi ke Bar Haha, serahkan dokumen ini ke bos Song ”

Aku terdiam, menerima dokumen itu sambil melihatnya. Ini hanya proposal iklan biasa. Aku bingung dan bertanya kepada Kalin,“Kalin,apakah mengantar dokumen ini harus malam hari? Dan di bar?”

Kalin mencemberutkan bibirnya, berkata dengan sedikit jijik, “Kamu tidak tahu. Klien ini pengusaha swasta dan sudah tua. Dulu rekan kerja wanita di departemen penjualan kita mengurusi dokumen ini. Tapi pria ini selalu bersikap kurang ajar. Membuat rekan-rekan kerja lain tidak tahu harus bagaimana, mereka menangis mengadu kepadaku. Aku tidak mungkin membuang dokumen ini begitu saja kan? Apa boleh buat, aku hanya bisa mengambil dokumen ini dan mengurusinya sendiri. Tapi kamu tenang saja, sudah dibahas hampir selesai. Kamu beritahu dia, selama dia menyetujui proposal ini, dan bersedia tanda tangan, aku akan pergi mencarinya”

Aku tersenyum. Dan pada saat itulah aku mengerti apa yang dimaksud Karin. Kalin tidak ingin keluar sebelum melihat ada keuntungan, sebelumnya dokumen ini sudah dibahas hampir selesai. Tapi karena khawatir pria ini bersikap kurang ajar dan tidak tanda tangan. Dia mengajak orang ini keluar, dan memintaku menggantikannya mengantar dokumen ini.

Memang harus diakui, dari segi ini Kalin benar-benar memiliki keterampilan yang bagus. Kalau tidak tidak mungkin dia bisa duduk di posisi sekarang ini. Kalin memberikan nomor telepon orang ini kepadaku, memintaku untuk menghubunginya setelah aku tiba.

Di malam hari, setelah makan malam. Aku pergi ke stasiun kereta api pergi ke Bar Haha. Ini pertama kalinya aku ke bar. Begitu masuk, aku terkejut dengan musik yang memekakkan telinga.

Di lantai dansa kecil, sekelompok anak muda menari di tengah orang banyak. Semua tempat duduk, diduduki oleh anak muda. Aku baru saja ingin menelepon Song. Begitu menoleh, aku melihat sosok yang akrab di counter bartending. Dia mengenakan seragam yang unik di bar. Dan sedang menambahkan es batu ke gelas.

Aku tertegun!

Posisiku berada diagonal di belakangnya dan sedikit jauh darinya. Aku mengedipkan mata, curiga diriku salah lihat. Aku bergegas menghampiri, kali ini, akhirnya aku melihat wajahnya dengan jelas.

Tapi aku sedikit terkejut. Serasa nafasku berhenti!

Robi!

Robi bekerja di bar!

Aku sedikit tidak percaya apa yang ada di depanku. Bagaimana mungkin? Aku berjalan ke depan bar, duduk di samping, di kursi bar tinggi. Posisi dudukku menyamping, dan Robi sedang sibuk, dia sama sekali tidak menyadari kehadiranku.

Gerakan tangan Robi sangat terampil. Dia memasukkan semua yang diperlukan ke dalam shaker. Lalu, mulai mengocok dengan sekuat tenaga, shaker perak yang berkilauan itu terbang naik turun di tangan Robi, membuat beberapa gadis di sekitar memandangnya dengan iri.

Sejak awal aku tahu, Robi bisa meracik minuman. Tapi aku selalu merasa itu hanya kesenangannya saja. Tapi kenapa dia datang bekerja di sini? Aku diam-diam memandangnya dari samping tidak mengganggunya.

Ada banyak tamu. Robi menyerahkan segelas koktail yang diracik ke seorang gadis genit di depan bar. Gadis ini berdandan menor, rambutnya seperti burung merak. Bibirnya merah seolah meminum darah.

Dia meminum koktail ini dan menatap Robi. Pertama, dia mengedipkan matanya, lalu berkata dengan genit, “Abang tampan, setelah pulang kerja pergi kemana?”

Robi tersenyum, sambil mengemas barang-barang. Berkata dengan acuh tidak acuh, “Bisa pergi kemana lagi? Tentu saja pulang ke rumah”

“Rumahmu dimana? Bisakah kamu tunjukkan padaku?”

Gadis itu bertanya dengan acuh tak acuh.

Robi sangat tampan! Ketika masih kuliah banyak gadis yang mengejarnya. Tapi pemandangan saat ini membuatku merasa sedih. Awalnya aku mengira Robi iseng datang bermain kemari. Tapi ketika aku menyaksikan percakapan canggung antara dia dan gadis itu, aku menyadari, ini pekerjaannya.

Aku terus menatap Robi, dia merasa ada orang yang terus melihatnya. Dia menoleh, melihat aku. Robi terkejut. Setelah kontak mata selama puluhan detik, Robi tiba-tiba tersenyum, menghampiriku, bertanya kepadaku, “Kenapa kamu datang? Minum apa? Aku traktir!”

“Nanti aku bicara denganmu, aku antarkan barang ini dulu”

Ketika mengatakan ini, aku menggoyangkan dokumen yang ada di tanganku kepadanya.

Hatiku merasa tertekan. Bagaimana mungkin Robi bisa sampai ke titik ini?

Aku menelepon Song, yang sudah sampai di sini. Dia berada di sudut bar, di sampingnya duduk seorang pria muda. Aku tebak pria ini pasti asistennya. Karena ketika dia berbicara dengan Song, memiliki ekspresi menyanjung di wajahnya.

Song menunggu Kalin dengan gembira. Melihat orang yang datang adalah diriku, dia tidak senang, menunjuk ke arahku dengan jari-jarinya yang gemuk, berteriak dengan tidak puas, “Siapa kamu? Dimana Direktur Kalin kalian? Kenapa dia tidak datang?”

Song ini kelihatannya berusia lima puluhan dan botak. Tidak tinggi dan sangat gemuk. Tampak seperti balon yang dihembus mengembang.

Aku mengatakan apa yang Kalin sampaikan padaku sebelumnya kepadanya dengan senang. Siapa sangka “Piak”dia memukul dan melempar dokumen ini ke samping. Meneriakiku, “Sekarang kamu telepon Direktur Kalin kalian. Beritahu dia, kalau dia tidak datang. Jangan harap aku akan menandatangani dokumen ini”

Pikiranku sekarang penuh dengan gambaran Robi yang sedang meracik minuman alkohol. Aku sangat ingin tahu apa yang terjadi padanya. Tapi tua bangka ini melampiaskan kemarahannya kepadaku. Aku mencoba menjelaskan dengan baik, “Bos Song, Direktur Kalin ada urusan. Bagaimana kalau Anda meneleponnya sendiri”

Begitu aku mengatakannya. Pemuda yang ada di samping boss Song melototiku, dia menunjuk ke arahku dan memarahiku, “Persetan siapa kamu? Beraninya memerintah bos Song ?”

Aku memandang pria muda ini. Kemarahan dalam hatiku akhirnya tersulut olehnya. Aku menatapnya dengan dingin dan berkata, “Boss Song, dokumen sudah diantar. Terkait Direktur Kalin, kamu hubungi sendiri”

Setelah mengatakan itu, aku bersiap-siap berbalik pergi.

Novel Terkait

After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu