Love And Pain, Me And Her - Bab 117 Tak Terduga

Begitu Veni selesai bicara, Robi menatap Lulu, dia memaksa Lulu menunjukkan sikapnya.

"Lulu, giliranmu!"

Lulu langsung menggeleng kepalanya seperti drum rattle, tangan kecilnya terangkat, dengan pelan berkata, "Aku menyerah"

Robi langsung menatapnya dan berkata, "Tidak boleh! Kenapa kamu tidak menyerah makan? Kamu lihat kamu makan lebih banyak dari siapapun"

Lulu langsung menjepit sebuah tulang, dan dilempar ke arah Robi. Mata Robi berdiri, mengancam Lulu dan berkata, "Jangan bergerak! Kalau bergerak aku akan mengeluarkan senjata besar Rose"

Begitu mendengarkan nama Rose, Lulu langsung mengurungkan niatnya. Dia dengan tertekan melihatku, dengan pelan memanggil, "Kak Raisa!"

Jawaban Lulu tidak membuatku terkejut. Di villa gunung, Lulu pernah mengatakan kepadaku, dia merasa Raisa lebih cocok denganku. Sekarang hanya mengulang pandangannya saja.

Begitu Lulu selesai, Robi melihat Sutan dan berkata, "Sutan, giliranmu. Sekarang poinnya dua banding satu, kamu harus mendukungku"

Sutan langsung mengerutkan keningnya, dengan tidak senang berkata, "Kalian ini apa-apaan, mau bagaimana juga harus mendengar dari Ugie juga. Apa gunanya kita yang bilang"

Begitu kata-kata Sutan terlontarkan, Lulu langsung melanjutkan, dia dengan pelan berkata, "Benar sekali! Beberapa orang masih merasa sudah melakukan hal yang benar di sana."

Meskipun suara Lulu kecil, tapi Robi juga mendengarnya dengan jelas. Dia baru saja mau membantah, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar.

Semua orang terdiam. Veni langsung buru-buru berdiri, dia sambil pergi membuka pintu sambil berkata, "Harusnya Raisa"

Tebakan Veni benar. Dia baru saja keluar sebentar, dari liar terdengar suara Raisa dan Veni. Aku menghisap dalam rokokku lagi, hanya diam sepatah kata pun tak kukatakan. Sutan melihat Robi, dengan pelan berkata, "Robi, masih voting tidak? Kalau tidak sekarang voting ulang?"

Robi dengan tidak sudi melirik Sutan, dia juga lesu! Meskipun dia demi kebaikanku, juga tidak mungkin membuat voting di hadapan Raisa.

Begitu Veni dan Raisa sampai ruang makan. Raisa langsung tersenyum menyapa Robi dan Lulu. Sampai giliranku, dia hanya tersenyum tipis, lalu mengangguk-angguk. Aku juga sama tersenyum sebentar, tapi hanya menyengir, aku sampai bisa membayangkan, senyumku pasti jelek sekali.

Veni menuangkan bir untuk Raisa. Sedangkan Sutan malah menanyainya, "Raisa, kami mengira kamu tidak akan datang, tidak menunggumu sudah mulai makan. Kamu menyetir sendiri datang?"

Raisa tersenyum dan menggeleng, "Bukan, Rehan yang mengantarku"

Suara Raisa yang mengatakan "Rehan", tiba-tiba membuatku mempunyai semacam perasaan frustasi. Sedangkan mereka semua saling memandang. Robi terlebih menatap Veni, ingin melihat bagaimana Veni berbicara. Sedangkan Veni tersenyum pahit, dia dengan pelan menggeleng. Ekspresi semua orang berbeda-beda, untungnya Raisa sedang menunduk makan nasik, dia tidak memperhatikan reaksi semua orang.

Atmosfir di dalam ruang makan menjadi sedikit aneh. Sebenarnya ini bukan hubungan Raisa dan aku yang dulu yang menyebabkan atmosfir seperti ini. Alasan yang paling utamanya masih karena perkataan Veni sebelumnya, sedangkan Raisa malah mengatakan lagi kalau Rehan yang mengantarnya datang.

Robi mengambil segelas bir, mengatakan kepada Raisa, "Raisa, sudah lama sekali tidak minum denganmu. Mari, kita bersulang"

Raisa mengangkat gelasnya tinggi, menyentuh gelas Robi pelan. Kedua orang sama-sama minum. Begitu gelasnya diletakkan, Raisa tersenyum bertanya Robi, "Robi, masih belum cari pacar? Kamu harus cegatan"

Begitu Raisa selesai mengatakannya, sudut bibir Robi tiba-tiba terlintas senyuman yang membuat orang sulit mengerti. Dia menoleh kepalanya melihatku sebentar, dengan tersenyum berkata, "Juga bukan aku sendiri yang masih single, bukannya Ugie juga belum mencari?"

Robi sengaja, dia sedang memancing Raisa.

Dan benar, Raisa sedikit canggung. Dia dengan cepat menegukkan birnya, menutupi masa lalu. Tapi juga tidak membalas perkataan Robi.

Demi mengembalikan suasana, Sutan langsung membalas, "Robi, perusahaan kami kedatangan tidak sedikit gadis cantik, nanti aku bawa kamu pergi lihat, tapi kamu harus beritahu aku dulu, sebenarnya kamu suka yang seperti apa? Kita juga mudah memperkecilkan cakupannya, memastikan target"

Robi mengeluarkan gayanya yang sinis. Dia menggunakan sumpit menunjukku, dengan terkekeh berkata, "Aku suka seperti Ugie"

Begitu Robi mengatakannya, kami semua tertawa terbahak-bahak melihatnya. Dia selalu seperti ini, tidak pernah serius. Tapi Lulu malah melihatnya tidak senang, dengan pelan berkata, "Benar-benar gila!"

Begitu Lulu mengataannya, bola mata Robi langsung terbelalak, dia dengan tidak senang berkata, "Aduh! Menantang ya? Sutan, kuberitahu, aku sekarang tidak suka Ugie lagi. Suka gadis ini"

Kedua orang mulai saling menatap tajam. Lulu melirik tajam Robi, meluruskan lehernya, dengan wajah merah berkata, "Robi! Kuberitahu, kamu jangan sembarangan berbicara denganku. Kalau kamu sembarangan berbicara lagi, hati-hati nanti aku tuliskan namamu di grup pria kekar, kuantarkan kamu keinginanmu"

Perkatan Lulu membuat semua orang tertawa. Kedua orang saling menyerang. Keributan ini, malah membuat suasana ruang makan jauh lebih baik. Semua orang mulai mengejek dua orang ini, siapapun juga tidak mengungkit masalahku dengan Raisa lagi.

Ketika melihat acara makan bersama ini sudah mau selesai, tiba-tiba Raisa memutarkan kepalanya dengan pelan bertanya kepada Lulu, "Lulu! Kenapa Presdir Mirani masih belum datang?"

Siapapun juga tidak menyangka Raisa bisa tiba-tiba menanyakan Isyana. Tapi semua orang tau, Raisa bertanya seperti ini, sepenuhnya untuk aku dengar. Di dalam hatinya, sudah menganggap aku dan Isyana ada sesuatu.

Lulu tercanggung sebentar, dengan wajah masam, langsung menggeleng, "Aku tidak tau! Tidak ada yang mengatakan kepadaku"

Ditanyai oleh Raisa seperti ini, jawaban Lulu sedikit terbalik. Begitu dia selesai mengatakannya, langsung melirikku. Lulu sedang meminta pertolongan kepadaku, dia sama sekali tidak tau harus bagaimana menjawa.

Tapi aku terus terdiam sambil merokok, sambil memainkan mancis di tanganku, mancis ini juga Isyana yang memberikannya kepadaku.

Acara makan bersama ini berakhir di tengah suasana yang tidak canggung seperti ini. Tiga orang wanita sama-sama membersihkan dapur, kami sama-sama turun ke bawah. Ketika buka pintu, Veni dan Sutan mengantarkanku sampai ke depan pintu. Veni sengaja melirikku, dia menyuruhku

"Ugie! Kamu antar Raisa pulang, sudah semalam ini, dia tidak boleh pergi sendiri, terlalu tidak aman"

Sambil berkata, Veni melirik Robi lagi, sama juga mengatakan, "Dan juga Robi, kamu antarkan Lulu pulang dengan selamat"

Perkataan Veni belum selesai, bola mata Lulu langsung membulat, langsung menggeleng, "Aku tidak perlu dia mengantar! Lebih baik dirampok orang jahat daripada diantar oleh dia"

Ekspresi Robi datar, dengan pelan berkata, "Tiga ribu dunia, aku hanya mencintai Rose tersenyum"

Begitu perkataan Robi keluar. Lulu langsung hancur, dia ingin berdebat dengan Robi, tapi tidak berani. Takut kalau Robi benar-benar mengatakan masalah Rose di hadapan semua orang. Jujur saja, menurut kepahamanku terhadap Robi, dia pasti bisa melakukannya.

Novel Terkait

Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu