Love And Pain, Me And Her - Bab 381 Jane Menyukaimu

Tapi karena Djoko bertanya, aku tentu ingin memberinya panggung untuk membanggakan diri. Melihat Djoko, aku tersenyum dan berkata, "Karena Presdir Djoko sudah mengatakan seperti itu, kalau begitu aku akan mengajukan satu permintaan.”

Djoko langsung menjawab dengan riangnya, “Katakanlah! Selama aku bisa mengabulkan dan melakukannya, aku pasti akan melakukannya!”

Djoko menyetujui dengan sangat puas, lalu tertawa terbahak-bahak, “Kedepannya, aku tidak ingin memanggilmu dengan sebutan presdir Djoko, tapi memanggilmu dengan sebutan paman Djoko!”

Awalnya Djoko tertegun, lalu dia pun tertawa lepas. Dia melihatku, mengangguk lalu berkata, “Baiklah, permintaanmu ini cukup sederhana, aku menyetujuinya. Kedepannya, aku adalah paman Djokomu!”

Melihat Djoko, aku pun juga ikut tertawa bahagia.

Di dunia ini tidak ada cinta tanpa alasan. Hubunganku dan Eddy, juga tidak begitu baik sampai bisa membuat proyek ini gratis untuk dikerjakan. Dan alasan kenapa aku bisa mendapatkan gratis , karena aku dianggap penting oleh Djoko. Dia adalah pemegang saham Djarum Grup, ditambah lagi, statusnya adalah wakil presdir. Status ini mungkin bagiku, hanya bisa membantu dan menjaga Isyana sebentar. Tapi aku tidak tahu di masa depan apa bisa ada akhir cerita baru. Sehingga statusnya ini bisa membantuku.

Menjadi seorang dewasa memang seperti ini, keuntungan yang ada di depan mata sangat penting. Tapi akhir cerita yang jauh kedepanlah yang baru akan membuat seseorang benar-benar tidak akan mungkin punya celah gagal dalam masyarakat sosial ini.

Begitu kembali ke kantor sorenya. Aku mulai membuat perencanaan pemasaran yang terperinci. Walaupun proyek yang gratis, tapi fungsi dari proyek ini tidak kurang dari proyek besar seharga dua milyar. Jadi, aku semakin serius, rajin dan juga terperinci mengerjakannya. Takutnya jika ada sedikit saja kesalahan di dalamnya, bisa mempengaruhi tujuan akhirnya.

Ketika aku sedang mengerjakan perencanaan itu dengan serius, tiba-tiba ada suara ketukan pintu dari luar. Aku pun langsung berteriak “Masuk.” Tanpa menoleh melihat siapa yang datang. Begitu pintu terbuka, terdengar suara Lulu, “Ugie, apa kamu sibuk?”

Aku masih menatap komputer, lalu tanpa melihat Lulu, aku langsung menjawab, “Em, ada urusan apa?”

Lulu berjinjit berjalan masuk dengan hati-hati ke sampingku, dia berbisik, “Jane datang?”

“Oh?”

Aku langsung mengangkat kepalaku dan melihat ke arah pintu keluar. Tapi pintu sudah ditutup, dan tidak ada siapapun yang ada di depan pintu itu.

“Dimana dia?”

Tanyaku langsung kepada Lulu.

Lulu tersenyum, menunjuk ke luar pintu lalu berkata, “Dia datang bersama teman kerjanya, sedang membicarakan rencana meja makan teman lama bersama Deren.”

Keberlanjutan dari rencana meja makan teman lama, selalu diikuti dan diawasi langsung oleh Deren, Itu sangat tepat sekali jika mereka berdua saling melengkapi mengenai rencana ini. Tapi aku tetap langsung berdiri begitu saja, dan langsung berjalan keluar dari pintu kantorku. Aku berjalan sambil berkata, “Sudah berapa lama dia disini, kenapa tidak memberitahuku lebih dulu?”

Lulu menarik sudut bibirnya, “Dia baru saja datang, lihat malah membuatmu segugup dan sepanik ini.”

Aku menoleh menatap heran ke Lulu, dasar Lulu ini ya aneh sekali. Aku padahal sama sekali tidak gugup ataupun cemas.

Begitu tiba di area kerja di lobi, aku melihat sebuah kamera merekam Deren yang sedang memperkenalkan situasi keberlanjutan dari rencana meja makan teman lama. Sedangkan, Jane membawa mikrofon, bertanya terus tanpa henti kepada Deren. Aku dan Lulu hanya berdiri diam di samping, kami juga tidak berani maju dan mengganggu mereka.

Tidak lama kemudian, wawancara pun selesai. Aku langsung maju menghampiri Jane sambil menyeringai tersenyum dan menyapanya, “Wartawan besar Jane, kenapa kamu datang ke sini tiba-tiba, kenapa tidak menelepon mengabari atau memberitahuku dulu?”

Aku berusaha sebisaku untuk menggunakan nada bicara yang sangat santai kepada Jane. Aku tidak ingin di antara kami berdua masih tetap berada di situasi canggung seperti waktu itu.

Jane tersenyum, lalu berkata dengan santai, “Aku tahu kamu sangat sibuk, jadi tidak mau menganggumu!”

Sikap Jane begitu tenang, tapi masih saja membuatku agak kikuk dan canggung. Ketika aku mau mengatakan sesuatu, Jane menoleh bertanya kepada kameramen,

“Bagaimana hasilnya?”

Kameramen melihatnya sambil berkata, “Semuanya bagus kok, tinggal memotong beberapa bagian saja begitu kembali ke kantor.”

Melihat mereka berdua bicara, aku tidak enak untuk ikut bicara dalam percakapan mereka. Tapi Jane tidak menoleh dan tidak menatapku sama sekali. Dia langsung berkata kepada dua staf kerjanya, “Kalau begitu cukup begini saja, ayo kita pulang dulu.”

Jane bicara, lalu menoleh dan tersenyum kepada kami dan langsung berkata, “Kalian kembali kerjakan pekerjaan kalian saja. Kami pergi dulu ya.”

Setelah bicara, Jane berbalik dan langsung pergi. Aku buru-buru mengejarnya, lalu berkata dengan sedikit canggung, “Jane, ayo duduk sebentar di kantorku dulu?”

Jane masih saja menggelengkan kepala, lalu berkata tanpa ekspresi apapun di wajahnya, “Tidak deh, aku harus kembali masih banyak pekerjaan.”

Jane bicara dan langsung naik mobilnya. Sedangkan aku hanya berdiri dengan bodohnya di tempatku, tatapan mataku hanya tertuju kepada mobil mereka yang perlahan pergi dan langsung menghilang dari pandangan mataku. Setelah itu, aku baru berbalik dan mau kembali ke kantorku.

Begitu menoleh, aku sangat terkejut sekali. Lulu ternyata mengikutiku dan tepat berdiri di belakangku. Aku hampir saja menabraknya ketika berbalik. Ketika aku mau memarahinya, dia lebih dulu berkata dengan suara pelan kepadaku, “Ugie, Jane menyukaimu!”

Aku langsung memutar bola mataku kepadanya, lalu berkata dengan santai, “Em, dia menyukaiku, bagaimana denganmu? Apa kamu tidak menyukaiku?”

Lulu langsung menarik lenganku, lalu menjelaskan dengan suara yang sangat kecil, “Aku tentu saja menyukaimu, tapi sukanya Jane itu berbeda denganku. Aku itu suka antara teman, sedangkan Jane suka antara pria dan wanita.”

“Sana, sana, snaa! Aku baru menyadari, kenapa kamu benar-benar sama seperti Isyana ya. Apakah selama itu wanita, maka wanita itu pasti akan menyukaiku?”

Kataku dengan tidak sabar kepadanya.

Sedangkan Lulu masih menolak untuk menyerah. Dia memanyunkan bibir bawahnya lalu berkata dengan tidak puasnya, “Cih! kenapa aku tidak bilang Kakak Veni menyukaimu? Ugie, kamu jangan bilang aku belum memperingatimu ya. Kamu jangan sampai terlalu dekat dengan wanita lain, apalagi sampai muncul cinta yang bersemi. Kalau nanti begitu, presdir Isyana pasti tidak akan memaafkan dan mengampunimu!”

Aku pun tersenyum tak berdaya. Lalu memelototi Lulu, mengancamnya dengan berkata, “Jika tidak segera kembali bekerja, aku akan memotong semua bonusmu bulan ini!”’

Lulu langsung memutar bola matanya kepadaku, sambil memanyunkan bibir bawahnya, lalu berkata dengan kesalnya, “Dasar Diktator ya kamu itu, tahunya hanya menekan para pegawai saja!”

Aku sama sekali tidak peduli dengan ucapan Lulu ini. Aku tidak begitu narsis sampai ke tahap itu. Begitu kembali ke kantor, aku memusatkan semua perhatiankk ke depan komputer. Tapi fokusku entah kenapa terbagi, sehingga sama sekali tidak bisa melanjutkan menulis perencanaan pemasaran ini.

Aku tahu ini disebabkan karena sikap tenang tapi dingin Jane tadi kepadakku. Di hatiku, Jane adalah sahabat baikku. Dia sudah banyak membantuku, tapi aku malah menyakitinya. Hal inilah yang membuatku sangat merasa bersalah.

Karena nomer ponselku sudah diblokir oleh Jane. Setelah berpikir sejenak, aku pun mencari nomer Jane, lalu mengambil telepon kantor untuk meneleponnya. Begitu teleponku diangkat, aku mendengar suara Jane yang terdengar sangat lelah sekali, “Ugie, ada urusankah?”

Ucapan Jane ini membuatku tertegun sejenak, aku tidak menyangka, ternyata dia tahu nomer kantorku. Aku pun langsung berkata, “Jane, apa kamu ada waktu malam ini? ayo kita makan malam bersama.”

Sebelum mengatakan ini, aku sudah menyiapkan diri jika ditolak olehnya. Tapi mau bagaimana lagi, karena aku benar-benar tidak menemukan waktu dan kesempatan yang tepat untuk berhadapan berdua saja lalu menjelaskan semua dengan Jane.

Lalu, ada keheningan sejenak di sisi lain telepon itu. Tapi selanjutnya, terdengar suara Jane berbicara, “Baiklah, begitu pulang kerja aku akan meneleponmu. Tapi tempat makannya aku yang memutuskan.”

Aku tanpa berpikir panjang langsung mengiyakan. Selama Jane mau keluar dan memberikan kesempatan kepadaku untuk menjelaskan. Aku sudah puas.

Novel Terkait

Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu