Love And Pain, Me And Her - Bab 571 Pikiran Hati

Viali jelas tidak menduga aku masih akan pergi menelepon ketika sudah begitu malam, tetapi dia tetap mengangguk dengan sopan. Di jam seperti ini, juga hanya ada segelintir tamu saja di dalam bar. Aku pergi keluar dan sekali lagi menelepon Isyana Mirani, tetapi kali ini berbeda dengan sebelumnya, bukanlah tidak diangkat, melainkan dinonaktifkan.

Awalnya aku tidak ingin menelepon Bibi Salim karena sudah terlalu malam, ditambah lagi aku tahu bahwa Bibi Salim mengidap neurastenia sehingga harus menonaktifkan ponsel pada malam hari, kalau tidak, jika ada panggilan telepon atau pesan yang masuk, maka dia pasti insomnia. Aku juga hanya sekedar menelepon dengan sikap mencoba, hasilnya sama seperti dugaanku sebelumnya, Bibi Salim telah menonaktifkan ponselnya.

Suasana hatiku menjadi galau, aku tidak tahu apa yang telah terjadi di rumah sehingga Isyana Mirani sampai saat ini tidak mengangkat panggilan telepon dariku, tetapi aku tidak memiliki cara lain untuk menghubunginya. Dengan tak berdaya, aku kembali ke dalam bar.

Viali sudah memesan minuman beralkohol, aku duduk dan menyadari bahwa itu adalah sebotol macallan yang berusia tiga puluh tahun. Aku menatap Viali dengan penasaran, tak disangka dia akan memesan bir ini. Pertama, karena bir ini sangat mahal, misalnya sebotol yang berusia tiga puluhan tahun ini, harganya berkisar pada empat puluh juta di hotel bintang lima seperti ini. Kedua, bir ini termasuk sebagai whiskey, lebih keras dari bir lainnya, jarang sekali ada wanita yang suka minum bir seperti ini pada biasanya.

Melihat aku duduk, Viali menambahkan es batu ke dalam gelasku, lalu dia perlahan-lahan menuangkan segelas untukku. Kemudian, Viali mengangkat gelasnya padaku sambil berkata tersenyum, “Ugie, segelas bir ini untukmu. Mulai hari ini, kita juga termasuk sebagai rekan kerja.”

Meskipun dalam hatiku sedang memikirkan Isyana Mirani, aku tetap segera mengangkat gelas dan bersulang dengan Viali, lalu kami meminum seteguk. Begitu cairan bir memasuki tenggorokan, bagaikan ada kobaran api yang menembus rongga dada hingga ke lambung.

Aku meletakkan gelas bir, dan bergurau dengan Viali, “Viali, ke depannya akulah yang bekerja untukmu, kamu haruslah banyak membantuku.”

Mendengar perkataanku, Viali tersenyum. Harus diakui, senyuman Viali sangat indah, tetapi hari ini Viali terasa sedikit aneh, dia sudah berkali-kali tersenyum padaku. Jika dijumlahkan, jumlah senyumannya hari ini bahkan lebih banyak daripada jumlah senyumannya padaku sejak dulu.

Viali mengangkat gelas bir, lalu meminum seteguk besar whiskey. Dia langsung mengernyit, tetapi segera berkata sambil menatapku, “Ugie, kamu bukanlah bekerja untukku, kamu adalah mitra kerjaku, mitra kerja, apakah kamu paham?”

Aku tersenyum. Benar, sekarang aku menguasai enam belas persen saham dari Cantique, jika dilihat dari segi ini, aku memang termasuk adalah mitra kerja Viali. Namun, aku tidak terlalu ingin membicarakan hal ini dengan Viali karena ada pikiran dalam hatiku. Aku menyalakan sebatang rokok, dan menghisapnya dengan santai.

“Ugie, sepertinya kamu sedang ada pikiran?”

Setelah meneguk setengah gelas, wajah Viali sudah sedikit memerah, dia menatapku dan bertanya sekali lagi.

Aku segera bergeleng sambil tersenyum, lalu berkata dengan berlagak santai, “Tidak ada, mungkin karena hari ini baru menjalani penerbangan dan kita telah berunding untuk sekian lama, merasa sedikit lelah saja.”

Penjelasanku tidak mendapatkan kepercayaan dari Viali, dia menatapku dan bertanya lagi, “Apakah kamu bertengkar dengan Isyana Miran?”

Aku menatap aneh pada Viali, tidak mengerti kenapa dia tiba-tiba mendapatkan kesimpulan seperti itu. Tidak menunggu aku berkata, Viali menambahkan, “Jika bukan karena bertengkar, kenapa kamu masih meneleponnya di saat tengah malam begini?”

Aku tidak menyangka Viali bernalar berdasarkan logika ini, karena tidak ingin dia berpikir sembarangan, maka aku membangkitkan semangatku. Aku mengangkat gelas bir, dan berkata tersenyum sambil menatapnya, “Aku benar-benar tidak bertengkar dengannya, hanya saja aku meneleponnya selama hari ini, selalu tidak tersambung. Ayo, tidak bicarakan Isyana Mirani lagi, segelas bir ini untukmu, selamat bekerja sama.”

Viali tidak menolak, dia bersulang denganku, lalu kami meminum seteguk besar.

Viali meletakkan gelas birnya dan menatapku, lalu tiba-tiba dia bertanya, “Ugie, menurutmu apakah aku adalah orang yang berani?”

Aku menatap aneh pada Viali, tidak memahami apa maksud perkataannya, tetapi aku tetap menjawab, “Tidak peduli seperti apa definisi berani, menurutku, kamu seharusnya adalah orang yang berani. Kamu lihat, dengan usiamu yang begitu muda, kamu sudah bisa mencapai hasil yang luar biasa pada hari ini di dunia investasi yang penuh dengan orang hebat. Kamu bisa mendapatkan kesuksesan seperti ini, pasti sebagian dikarenakan oleh faktor keberanian.”

Perkataanku tidak mendapatkan reaksi yang terlalu besar dari Viali, dia hanya tersenyum, tetapi tidak berkata apa-apa. Aku mengambil botol bir dan menuangkan bir untuk Viali sambil berkata, “Bir ini keras sekali, lebih baik hanya minum sedikit saja, jangan sampai mabuk dan mengganggu pekerjaan besok.”

Perkataanku ini memang sedang memberi perhatian pada Viali, tetapi baru saja bir memenuhi gelas, tiba-tiba Viali mengangkat gelas bir dan mendongak, dia langsung meneguknya sampai habis. Gerakan Viali sangat di luar dugaanku, melihat wajah Viali yang merona merah, aku bertanya padanya dengan bingung, “Viali, apakah kamu sedang ada pikiran?”

Hari ini, Viali terlalu tidak wajar, aku tidak bisa tidak berpikir ke arah lain.

Viali tersenyum, membawa beberapa rasa mabuk, lalu dia berkata sambil menatapku, “Benar, aku sedang memiliki pikiran hati. Ugie, tadi kamu berkata bahwa aku adalah orang yang berani, tetapi aku tidak mengakuinya.”

Sambil berkata, Viali tertegun, lalu aku segera bertanya, “Mengapa?”

Viali bergeleng dan mendesah, dia berkata perlahan-lahan, “Aku merasa aku adalah seorang pengecut, saking pengecutnya, aku harus meminjam nyali dari alkohol untuk mengutarakan isi hatiku!”

Perkataan Viali membuatku termangu. Ternyata Viali meminum bir yang begitu keras, adalah demi mengutarakan perkataan yang tidak berani dia ucapkan pada biasanya denganku. Aku tidaklah bodoh, sudah berbicara sampai sini, aku samar-samar sudah menebak apa yang ingin dikatakan Viali denganku.

Melihat aku tidak berbicara, Viali lanjut berkata, “Ugie, sebenarnya dari kecil hingga besar, aku selalu merasa, aku adalah orang yang lumayan mandiri. Ketika karirku berjalan satu langkah demi satu langkah menuju kesuksesan, aku pernah berpikir dengan bangga bahwa aku sama sekali tidak membutuhkan pria. Karena menurutku, hal yang bisa dilakukan oleh pria, aku bisa melakukan semuanya, hal yang tidak bisa dilakukan oleh pria, aku juga bisa melakukannya. Aku pernah menertawakan para wanita di sekitarku yang terjerumus ke dalam pelukan pria, lalu menderita dan sengsara karena siksaan cinta. Aku merasa mereka sangat menyedihkan. Aku merasa selamanya aku tidak akan menjadi seperti itu, karena aku tidak membutuhkan cinta, tidak membutuhkan pria.”

Tidak menunggu Viali selesai berbicara, aku bergegas berkata menyelak, “Viali, sebenarnya kamu memang sangat unggul. Sebelumnya Robi telah berulang kali mengatakannya padaku, aku bisa memiliki seorang teman yang unggul, dan seorang sahabat baik seperti dirimu, aku benar-benar merasa itu adalah sebuah kehormatan. Aku berharap pertemanan kita, bisa terus berlanjut hingga selamanya.”

Aku tidak ingin Viali melanjutkan perkataannya, maka aku bergegas memotongnya, dan sengaja mengungkit bahwa kami adalah teman, adalah sahabat baik.

Novel Terkait

Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu