Love And Pain, Me And Her - Bab 45 Pertemuan Tak Disengaja di Alun-alun

Sebenarnya aku tidak perlu merahasiakan dari Profesor Li juga. Jadi aku pun memberi tahunya bahwa pekerjaanku baru-baru ini memang tidak begitu ideal. Aku awalnya ingin bilang bahwa aku telah mengundurkan diri dari pekerjaan itu, tetapi ketika kata-kata itu sampai di mulut, aku menelannya kembali. Bagaimanapun juga, dulu Profesor Li memeluk harapan besar terhadapku, tetapi sekarang, tidak ada prestasi apa pun yang aku dapat. Aku takut Profesor Li akan lebih kecewa jika mengetahuinya.

Profesor Li tidak banyak berkomentar, dia bangkit dan menyalakan pemutar rekaman kunonya. Terdengar suara vokal wanita yang mengandung perasaan yang kental: "Ambisi tinggi dalam hidup belum bertemu keberuntungan, bagai naga terperangkap dalam air dangkal sehingga tak terlihat kemampuannya; suatu hari ketika musim semi bergemuruh, pastinya akan langsung melonjak tinggi."

Meskipun aku tidak mengerti opera tradisional, tapi tetap bisa mengenali bahwa ini adalah Jingyun Drum. Nyanyian lirik di dalamnya penuh makna berarti. Jika diteliti dengan cermat, maka akan dapat mengetahui bahwa ini merupakan motivasi Profesor Li padaku.

Setelah nyanyian selesai, Profesor Li memperkenalkan ke aku, "Cerita ini berjudul Memukul Drum untuk Memarahi Cao-Cao. Ini adalah salah satu karya dari drummer terkenal, Luo Yusheng. Dia memiliki karakteristik faksi Liu Bei, dan pada saat yang sama juga berdiri sendiri dalam bentuk faksi yang unik. Ugie, tidakkah menurutmu lirik ini sedang menceritakan hidup kita? Dalam kehidupan ini, kita akan mengalami pasang surut. Saat berada di masa surut, jangan tidak sabar, tetap semangat dan kumpulkan energi. "

****(Cao-Cao, Liu Bei adalah sejarah Kerajaan Tiga Kerajaan)***

Kemudian, topik Profesor Li tiba-tiba beralih, dia berkata padaku, "Ugie, kamu dan Sutan, juga Robi adalah murid favoritku. Kalian memiliki karakteristik masing-masing. Robi terlalu menyukai kebebasan, tidak patuh aturan. Dia lebih cocok dengan pekerjaan freelance. Tidak cocok bekerja dalam lingkungan yang terorganisir. Sedangkan Sutan, masalah terbesarnya adalah terlalu terobsesi dengan kesuksesan ataupun kemenangan. Dia selalu pantang menyerah. Ini kedengarannya seperti hal yang baik, tetapi harus diketahui, jika kita hanya fokus pada sukses dan gagal, kita gampang melalaikan hal lain."

Aku mengangguk tanpa bicara. Profesor Li meminum seteguk teh lagi, kemudian melanjutkan, "Sedangkan kamu! Karaktermu terlalu konservatif, agak mudah merasa puas dengan kondisi apa pun. Dengan kata lain, kamu tidak memiliki ambisi yang tinggi, selalu nyaman dengan kondisi yang ada.”

Kritikan Profesor Li membuatku tersenyum canggung. Dia telah banyak berpengalaman dengan banyak orang, langsung dapat menebak karakterku dengan benar.

"Aku telah mendengar bahwa kamu juga ingin berkarir dan berprestasi. Tapi aku rasa kamu tidak boleh terlalu buru-buru. Kamu harus menimbang dengan baik sebelum membuat keputusan dan bergerak, dengan begitu kamu pun bisa mempertimbangkan keuntungan dan kerugian secara keseluruhan."

Profesor Li adalah seorang ekonom terkenal di tingkat nasional. Ia berbeda dengan cendekiawan lain, ia tidak terlalu menitikberatkan teori. Melainkan lebih memilih untuk bergerak dari praktik yang realistis. Karena itu, evaluasinya terhadap kami juga didasarkan pada kinerja kami semasa kuliah.

Pernyataan Profesor Li membuat pemikiranku yang awalnya kusut menjadi terbuka. Aku merenungkan kembali performaku di Nogo selama dua bulan. Masalah terbesarku adalah terlalu buru-buru. Tidak melihat masalah dengan komprehensif. Jika aku dan Sutan menandatangani kontrak lebih awal. Mungkin hari ini tidak akan muncul situasi seperti ini.

Memikirkan hal ini, hatiku terasa agak sakit. Jika aku lebih teliti pada saat itu, mungkin aku akan lebih membantu bagi Isyana.

Aku menghela nafas, aku telah memutuskan untuk mengundurkan diri. Masukan dosen mungkin hanya bisa digunakan di karir kedepannya.

Profesor Li dan aku terus mengobrol. Menjelang siang, aku teringat harus pergi mencari Lulu, memintanya untuk menyerahkan surat pengunduran diri kepada Isyana. Jadi aku pun bangkit dan berpamitan.

Profesor Li mengantarku sampai ke pintu, ketika aku hendak pergi, Profesor Li tiba-tiba berkata, "Ugie, aku dengar kamu dan Raisa sudah putus."

Profesor Li juga selalu menyukai Raisa. Dia selalu menyebutnya dengan nama panggilan.

Aku tersenyum pahit, tidak sangka bahkan Profesor Li juga mengetahui hal ini. Profesor Li melanjutkan, "Aku orang tua tidak mengerti hubungan kalian anak muda. Tetapi aku tahu, Raisa adalah gadis yang baik. Mungkin kalian tidak ditakdirkan untuk bersama. Namun, aku ingin memberi tahu kamu. Isyana juga seorang gadis yang baik. Ugie, jangan melewatkan apa yang seharusnya bisa didapatkan, hargai orang yang seharusnya dihargai."

Apa yang dikatakan Profesor Li menghangatkan hatiku. Di kota sedingin es ini, masih ada seorang guru terhormat yang peduli padaku. Ini mungkin adalah berkah untukku! Tetapi aku tetap saja tidak tega memberi tahu Profesor Li bahwa aku sudah mau mengundurkan diri dan meninggalkan kota ini.

Keluar dari rumah Profesor Li, aku berjalan dengan lambat. Ketika melewati alun-alun RS Rakyat, aku baru teringat, ponselku masih dalam keadaan nonaktif. Ketika hendak mengaktifkannya untuk menelepon Lulu, terdengar seorang wanita meneriak namaku dari tempat yang tidak jauh, "Ugie, Ugie kan?"

Ketika aku berbalik, aku melihat seorang bibi berusia 50 tahun lebih sedang menghampiri aku. Bibi ini adalah bibi Salim yang pernah diselamatkan aku. bibi Salim mengenakan pakaian normal, aku kira dia sudah keluar dari rumah sakit.

bibi Salim sangat senang bisa bertemu aku. Aku bertanya apakah dia tidak lagi dirawat inap. Dia segera menjawab dengan kening berkedut, "Aku juga ingin keluar dari rumah sakit, tetapi tidak diizinkan anakku. Dia menyuruhku tinggal beberapa hari lagi. Aku bosan, jadi keluar berjemur di alun-alun."

Tengah bicara, dia tiba-tiba berhenti. Bola mata berputar, seperti teringat sesuatu. Kemudian, dia segera menatapku dan bertanya, "Ugie, hari ini Minggu, kamu tidak sibuk kan? bibi Salim ingin mentraktirmu makan."

Aku segera menolak. Tapi bibi Salim tidak peduli sama sekali, dia merangkul lenganku dan berjalan maju, berkata, "Walau kamu punya masalah besar, bukankah kamu tetap harus makan siang. Kebetulan bibi Salim tidak suka makan sendirian, anggap saja kamu menemaniku makan."

Aku tersenyum garing. Aku dibawa ke restoran terdekat oleh bibi Salim. Aku awalnya hendak mentraktir dia, tetapi begitu melihat level restoran ini, dalam hati pun memilih mundur.

bibi Salim tampak sudah terbiasa dengan tempat-tempat seperti ini. Dalam waktu yang singkat, dia sudah memesan lima atau enam hidangan. Jika tidak ditahan aku, dia bahkan ingin memesan lebih lagi.

Begitu pelayan pergi, bibi Salim menatapku sambil tersenyum. Dia tidak bicara, ini membuatku agak bingung. Setelah beberapa saat, barulah bibi Salim dengan misterius berkata, "Ugie, bagaimana kalau bibi Salim memperkenalkanmu seorang pacar. Seorang kerabat keluargaku, penampilannya lumayan. Postur tubuhnya bagus, tinggi. Selain itu, Dia, erh dia sepertinya juga tidak memiliki kelebihan lain lagi."

Kata-kata bibi Salim membuatku tertawa terbahak-bahak. Aku belum pernah melihat mak comblang seperti dia, orang yang ingin diperkenalkan itu malah dibilangnya tidak memiliki kelebihan.

Begitu bibi Salim selesai bicara, aku langsung menolak tawarannya itu, sembarang mencari alasan.

“ bibi Salim, tidak usah. Lain hari aja, aku masih punya urusan nanti.”

Siapa sangka bibi Salim sama sekali tidak mendengarkan aku. Dia mengeluarkan ponsel, sambil mencari nomor, sambil berkata, "Karena hari ini kita sudah bertemu, tidak usah pilih-pilih hari lain lagi, hari ini saja. Hari ini hari yang bagus"

Dia pun melakukan panggilan telepon. Aku tidak bisa menghentikannya. Tak berdaya, hanya bisa terpaksa mendengar dia bertelepon.

Karakter bibi Salim sangat baik. Tipe orang yang suka bercanda tawa. Terdengar dia berkata pada pihak sana, "Aku beri tahu kamu, aku telah menemukan pacar untukmu. Kalau kamu tidak datang, aku akan keluar rumah sakit sekarang juga. Aku akan melarikan diri dari rumah dan tidak pulang lagi"

Tidak tahu apa yang dijawab pihak sana, hanya terdengar bibi Salim berkata, "Aku tidak sedang berdikusi denganmu. Aku mengharuskan kamu datang! Harus, mengerti? Aku beri kamu waktu empat puluh menit, kalau kamu tidak berani datang, kedepannya kamu juga jangan berharap untuk bertemu aku lagi."

Setelah itu, bibi Salim memberi tahu pihak sana lokasi kami, lalu langsung mematikan telepon. Kemudian dia tersenyum padaku dan berkata, "Mari kita makan sambil tunggu dia, dia pasti akan datang nanti"

bibi Salim membuatku merasa amat canggung, ini bukanlah kencan buta, ini jelas adalah penculikan.

Novel Terkait

Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu