Love And Pain, Me And Her - Bab 137 Memuncaknya Emosi

Iya, aku masih bisa berkata apa? Di salah paham sama wanita yang aku sukai, bahkan aku tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan lagi. Aku masih bisa bagaimana?

Mungkin karena menyadari emosi aku yang sudah memuncak, Isyana pun menghela nafas panjang dan berkata, "Ugie, melakukan kesalahan itu bisa dimengerti, tetapi---"

Di dalam hati Isyana, kejadian ini sudah sah merupakan kesalahan aku!

Aku memotong kata-kata Isyana, "Presdir Mirani! Masalah ini aku akan tanggung jawab. Aku berkata satu kali ini, kejadian ini tidak sebabkan oleh kesalahan aku!"

Sikapku juga sangat keras kepala. Mungkin aku bisa menerima di salah paham, tetapi aku tidak bisa menerima Isyana menatap aku dengan tatapan seperti itu. Masalah ini merupakan penghinaan terhadap profesionalitas dan personalitas aku pribadi. Dia menganggap aku itu sedang bersikap tidak logis dan tidak mau mengakui kesalahan.

Sikap aku tentu saja membuat Isyana semakin marah, dia menatap ke aku dengan wajah memerah dan berkata dengan nada suara yang tinggi, "Ugie! Mengapa kamu tiba-tiba berubah menjadi begitu? Kamu beri tahu aku, kamu mau bagaimana tanggung jawab? Kamu mau bagaimana menanggung kerugian sebesar ini?"

Kata-kata Isyana menusuk di hatiku, iya, aku memang tidak bisa menanggung denda untuk KIMFAR dan Biro Industri dan Perdagangan yang setinggi itu.

Aku berdiri secara perlahan dan melihat ke Isyana dengan pikiran yang kosong, mungkin kata-kata Bong Casa itu benar, perbedaan aku dan Isyana terlalu besar. Besar sampai aku sama sekali tidak bisa berposisi di tingkat yang sama dengannya.

Isyana yang menyadari dia bersikap agak kelewatan pun menoleh ke samping untuk menghindari tatapan aku. Sementara aku terus menatap ke dia dan berkata dengan perlahan, "Tenang saja! Aku akan tanggung jawab. Kalau aku tidak bisa, aku akan mengundurkan diri!"

Yang bisa aku lakukan juga hanya itu saja.

Tetapi reaksi Isyana berada di luar ekspektasi aku. Dia menoleh ke aku dan melempar kontrak di atas meja dengan kuat. Selanjutnya dia berteriak kepada aku dengan wajah memerah.

"Mengundurkan diri! Mengundurkan diri! Selain mengundurkan diri, kamu masih bisa melakukan apa?"

Kemarahan Isyana sudah memuncak, dia bertanya kepada aku dengan suara yang keras.

Sementara kemarahan aku juga sudah memuncak, aku berteriak kepada Isyana, "Aku masih bisa menyukai kamu! Aku juga bisa disalah pahami oleh orang yang aku sukai sampai bahkan tidak memiliki kesempatan untuk menjelaskan!"

Isyana tidak menyangka aku akan bereaksi seperti itu. Dia menatap ke aku dengan marah dan bibir merah yang bergetar, setelah beberapa saat dia baru berkata, "Ugie, sepertinya kita sudah tidak perlu membahas lebih jauh lagi. Kamu pergi saja, terserah kamu mau pergi mencari kebenaran yang kamu mau, atau mau mengundurkan diri, semuanya terserah kamu! Anggap saja aku salah melihat orang!"

Berkata sampai sini, mata Isyana pun memerah.

Melihat ekspresi Isyana, aku merasa sakit hati. Aku memaksa diriku unutk tenang dan berkata dengan nada suara yang tenang, "Isyana, masalah ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Kamu harus percaya kepada aku"

Sebelum aku sempat selesai berkata, Isyana langsung menggelengkan kepalanya dan memotong kata-kataku, "Ugie, aku meminta tolong, jangan berkata apa pun lagi. Mungkin kita benar-benar tidak cukup mengenal sesama"

Aku berdiri di tempat melihat ke Isyana dengan wajah yang bodoh, air matanya sudah mau jatuh, agar aku tidak melihatnya, Isyana menoleh ke samping dan menyeka air matanya dengan tissue.

Aku menghela nafas yang panjang, pada saat aku mau berbicara lagi, dari luar terdengar suara ketukan pintu, Isyana sibuk menyeka air matanya, pintu pun terbuka sebelum Isyana berkata 'masuk'.

Don Juan Romino berdiri di depan pintu dengan wajah yang sombong dan bunga segar di tangannya.

Menyadari suasana di dalam ruangan yang aneh, Don Juan Romino melihat aku dengan dingin. Sebelum aku sempat berkata, Isyana bersuara duluan, "Don Juan, buat apa kamu datang ke sini?"

Hatiku terasa sakit lagi. Sikap Isyana terhadap Don Juan Romino sangatlah ramah, hal ini membuat aku merasa terkalahi. Mungkin Don Juan Romino adalah orang yang paling sesuai untuk Isyana.

Aku keluar dari ruangan dan menutup pintu dengan diam. Pada saat aku sedang berjalan dengan wajah tidak berekspresi, Lulu memanggil aku dari belakang, "Ugie, kamu kenapa?"

Meskipun suara Lulu tidak besar, aku tetap mendengarnya, tetapi aku hanya melambaikan tanganku tanpa menoleh ke belakang.

Aku berjalan di tepi jalan tanpa tujuan. Angin berhembus dan daun yang gugur pun jatuh dari pohon.

Aku menyalakan sebatang rokok dan mengisapnya. Hatiku terasa kesepian, pada saat itu, ponselku berdering karena telpon dari Lulu. Aku tidak tahu apakah Isyana yang meminta dia untuk menelpon aku atau dia sendiri yang mau menelpon aku. Tetapi aku ujung-ujungnya aku tidak mengangkat telponnya.

Aku bukan sedang menghindarinya, aku hanya tidak ingin diganggu sekarang. Aku ingin mencari sebuah tempat untuk menenangkan diriku dulu. Masalah ini sudah terjadi, tentu saja aku harus mencari solusi untuk menyelesaikannya. Hal ini bukan demi orang lain, tetapi demi aku sendiri.

Setelah berjalan beberapa saat, aku tetap memutuskan untuk pergi ke BOSS .

Sama seperti biasa, tidak ada pelanggan yang ramai di BOSS . Karena waktu belum sampai, Elisna juga belum datang. Aku duduk di tempat yang paling dekat dengan jendela dan memesan sebotol bir, sambil minum sambil merokok.

Aku berusaha untuk berjalan keluar dari perasaan yang kecewa dan sakit hati. Kemudian aku mulai berpikir cara menyelesaikan masalah ini. Setelah berpikir beberapa saat, aku tetap tidak berhasil memikirkan solusi. Tetapi aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan selanjutnya, hal pertama adalah tetap harus mencari Riski . Hanya dia yang tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kedua adalah aku harus menghubungi Bong Casa dan melihat apakah bisa memperendah jumlah denda.

Berpikir sampai sana, pekiranku pun terbang ke Isyana lagi. Apa yang sedang dia lakukan pada jam segini? Mungkin Don Juan Romino sedang menemani dia minum kopi dan menghiburnya?

Pemikiranku yang kacau membuat aku minum 4-5 botol bir tanpa pengetahuanku. Suasana di luar pub juga mulai menjadi ramai, jam segini adalah jam pulang kerja.

Tiba-tiba, pintu pub pun terbuka, angin yang sejuk berhembus ke dalam dan sebuah bayangan tubuh yang tidak asing menghampiri aku.

Robi!

Aku tertawa dengan pahit, apakah aku bisa melakukan telepati dengan Robi? Dia muncul setiap kali pada saat suasana hatiku sedang buruk.

Robi sepertinya tidak mengalami perubahan besar dibanding dulu. Robi yang sensitif dan berpikir banyak seperti malam itu sudah menghilang, yang menggantikannya adalah Robi yang pintar bermain dan aktif. Robi duduk di seberang aku dan menyalakan sebatang rokok, setelah itu dia langsung memerahi aku, "Kamu gila ya? Pagi-pagi kenapa matikan ponselmu? Katakan kepada aku, apa yang terjadi?"

Aku melihat ke Robi, sepertinya dia sengaja datang mencari aku setelah mengetahui aku mengalami masalah hari ini.

Novel Terkait

Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu