Love And Pain, Me And Her - Bab 382 Pemeran Utama Tokoh Pria

Tibalah waktu pulang kerja, Jane mengirimiku pesan. Dia memberitahuku tempat makan malam kami. Begitu melihat pesan itu, aku tersenyum. Kelihatannya, Jane sudah tidak memblokir nomerku lagi. Terlebih lagi, aku sama sekali tidak menyangka tempat makan yang dipilih Jane adalah tempat makan kaki kambing panggang yang ada di samping kampus kami.

Aku pun membereskan dokumen-dokumen kerjaku. Ketika aku mau bersiap keluar, kebetulan Lulu sedang membereskan barangnya. Begitu melihatku mau keluar, dia berteriak ke arahku, “Ugie, malam ini makan apa? aku mau pergi ke tempatmu untuk numpang makan.”

Aku tersenyum, lalu berkata tanpa menoleh kepadanya, “Tidak bisa, malam ini aku sudah ada janji makan bersama seseorang. Aku tidak bisa membawamu ikut!”

Lalu terdengar suara Lulu di belakang yang sedang cemberut kesal, “Cih! pasti makan malam bersama dengan wanita cantik itu. Hati-hati ya, kalau presdir Isyana kembali, aku akan melaporkan kelakuanmu ini.”

Aku tidak memedulikannya. Aku pun keluar, naik taxi dan langsung pergi ke tempat janjian.

Sekarang sudah awal musim semi. Pepohonan yang ada di sekitar area kampus sudah mulai menunjukkan tunas hijaunya.

Begitu sampai ke restoran dan membuka pintunya, aku melihat Jane sudah datang. Dia sudah memilih bangku di samping jendela. Sedangkan posisi bangku ini, adalah bangku yang sering kami duduki tahun-tahun itu.

Ketika masuk ke dalam, aku melihat Jane yang menompang dagunya dengan satu tangannya, tatapan matanya begitu fokus ke pemandangan di luar jendela. Dia sangat cantik sekali. Apalagi dia yang diam begitu tenang sekarang ini, bagaimanapun melihatnya tidak seperti wartawan atau repoter yang sangat cakap dan profesional. Dia malah lebih terlihat seperti gadis sastra muda yang sentimental.

Jane sudah memesan kaki kambing, kaki kambing itu sedang dipanggang di atas arang kayu dan mengeluarkan minyaknya yang melumer.

Aku pun duduk di depan Jane lalu menyapanya.

Tidak tahu apakah karena alasan sudah lama tidak bertemu atau karena masalah terakhir kali sehingga ada ketidaknyamanan dan kecanggungan dalam hati. Setelah kami saling menyapa, kami berdua tidak bicara. Suasana tempat itu pun jadi sedikit canggung. Ketika aku mau mencari sebuah topik pembicaraan dan mengobrol santai bersama Jane. Jane lebih dulu membuka mulutnya, melihatku dan langsung berkata, “Ugie, apa kamu tahu kenapa aku memilih posisi tempat duduk di sini?”

Aku melihat ke pemandangan di luar jendela, lalu menjawab dengan asal-asalan, “Karena dari sini bisa melihat ke segala arah dengan leluasa. Biisa melihat beberapa tempat dan pemandangan yang ada di kampus?”

Jane langsung menggelengkan kepalanya. Dia pun ikut mengalihkan tatapan matanya melihat pemandangan di luar jendela. Lalu perlahan berkata, “Tidak ada hubungannya dengan bisa melihat ke segala arah. Aku memilih tempat duduk di sebelah sini karena aku bisa bernostalgia dan mengingat masa lalu. Ketika aku kuliah dulu, terkadang aku sering lewat jalan penuh camilan ini. Aku terkadang melihatmu dengan Raisa serta beberapa teman lainnya duduk di bangku ini. Saat itu ketika melihat kalian yang minum-minum serta bercanda tawa dengan riangnya, sejujurnya aku cukup iri. Terkadang aku pernah berpikir, pasti sangat menyenangkan dan bagus sekali jika aku juga adalah teman kalian. Dengan begitu, aku bisa minum-minum dan mengobrol bersama kalian.”

Ucapan Jane ini, membuatku ikut kembali mengenang kehidupan kampus di masa laluku. Aku hampir lupa, kami dulu punya kehidupan kampus yang sama. Tapi, ada aku dalam ingatan dan kenangannya. Sedangkan di dalam ingatan dan kenanganku, sama sekali tidak ada dia.

Selesai bicara, Jane mengambil sebotol bir lalu menuangkan bir itu ke gelas untukku. Lalu, dia tersenyum menatapku, dan berkata lagi, “Ugie, apa kamu tahu hari ini hari apa?”

Aku menggelengkan kepalaku.

Jane tersenyum lagi, lalu berkata dengan santai, “Wajar saja kalau kamu tidak tahu. Hari ini adalah hari ulang tahunku!”

Aku langsung tertegun melihat Jane. Aku pun tersenyum tidak enak lalu berkata dengan suara pelan, “Kebetulan sekali ya? tapi maaf sekali. Jane, aku benar-benar tidak tahu hal ini. Besok aku pasti akan memberimu kado ulang tahun untuk menebus kesalahanku ini.”

Jane tersenyum. Dia menggelengkan kepalanya lalu menatapku, dan berkata lagi, “Iya benar sekali, kebetulan sekali ya! kebetulan seperti aku yang tidak sengaja bertemu denganmu di konferensi PT Nogo Internasional. Namun, kamu tidak usah memberiku kado apapun. Kita bisa makan besama dengan tenang seperti ini, merupakan kado yang langka bagiku.

Ucapan Jane ini membuat hatiku jadi semakin merasa bersalah. Entah kenapa tapi Jane yang sekarang seolah tidak seperti Jane di hari-hari biasanya. Terasa kesedihan yang samar dalam ucapannya ini.

Jane melihat keluar jendela, dia tiba-tiba menunjuk sebuah tempat yang tidak jauh dari kami. Lalu bekata kepadaku, “Ugie, kamu lihat lapangan basket di sana sudah direnovasi. Apa kamu ingat? Dulu kamu, Robi dan Sutan sering sekali bermain basket di bawah terik matahari ketika siang hari! Di pepohonan samping sana, aku ingat kamu sering duduk bersama Raisa di bangku panjang. Terkadang kalian duduk sampai menjelang sore.”

Aku benar-benar membelalakkan mataku tak percaya. Tidak aneh sekarang jika dulu Jane pernah tiba-tiba tanya padaku apa aku sekarang masih bermain basket. Aku tidak menyangka dia juga tahu semua ini. Padahal aku jelas-jelas tidak seharusnya menanyakan ini, tapi pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutku, “Kenapa kamu bisa tahu semua ini?”

Begitu ucapan itu keluar, aku pun menyesal. Karena aku samar-samar merasakan sesuatu.

Demi menutupi ketidakwajaran, aku pun langsung mengambil sebatang rokok. Lalu, menghirupnya dengan kencang sambil menatap pemandangan di luar jendela. Sedangkan Jane, daritadi selalu memandangku. Dia berkata dengan suara kecil, “Di setiap masa muda seseorang, bukannya ada tempat atau adegan yang tidak akan terlupakan meskipun sudah berlalu bertahun-tahun? Mungkin di masa mudaku, beberapa kejadian dan kenangan ini lebih banyak deh.”

Ucapan Jane ini membuat tanganku yang memegang rokok bergetar sebentar.

Sedangkan Jane menatap keluar jendela, lalu melanjutkan ucapannya, “Ugie, kamu baru saja tanya padaku kenapa aku bisa tahu semua ini. Sebenarnya, ini hanyalah kenangan biasa yang tidak berkesan untukmu saja. Tapi ketika kamu berada di bawah terik matahari dengan penuh keringat di lapangan basket itu, ketika kamu terlihat begitu tenang dan lembut di bawah pepohonan itu. Mungkin kamu tidak tahu, ada seorang gadis muda yang berada di sudut yang tidak ada orangnya, diam-diam memperhatikanmu. Di duniamu, tidak ada bayangannya. Tapi di masa mudanya, kamu adalah pemeran utama tokoh pria.”

Ucapan Jane ini membuatku tertegun dan hatiku merasa sakit.

Aku akhirnya tahu, di dunia perasaan dan hubungan, aku adalah orang idiot.

Ucapan mama Jane yang pernah dikatakan padaku serta ucapan Lulu dua hari lalu. Semua topik pembicaraannya mengenai Jane. Tapi, aku tidak terlalu memedulikannya. Sampai hari ini, aku baru mengerti kalau Jane menyukaiku!

Disukai oleh wanita cantik mungkin adalah hal yang patut dibanggakan. Tapi, aku tidak hanya tidak punya rasa bangga itu, yang ada di hatiku malah rasa bersalah yang semakin besar. Akhirnya aku mengerti, kenapa Jane tiba-tiba marah ketika kami berdua telepon dulu. Ternyata kenyataan dari semuanya ini adalah karena kita bertemu lagi setelah kami hanya melewati masa muda masing-masing.

Aku sedikit tidak berani menatap Jane, dan diam-diam menatap pemandangan di luar jendela sambil menghirup rokokku, dan tidak tahu harus berkata apa.

Jane meneruskan ucapannya, “dulu aku sering sekali melihat kalimat di novel yang berbunyi nasib menggoda orang. Aku saat itu berpikir dengan bodohnya kalau ini hanyalah penjelasan dari para sastrawan yang merasa tak berdaya menghadapi kehidupannya. Tapi ketika aku bertemu lagi denganmu, aku baru benar-benar mengerti apa yang dimaksud nasib menggoda orang ini. Ugie, apa kamu tahu? ketika hari kelulusan waktu itu, semua orang berada dalam kesedihan karena perpisahan. Hanya aku yang merasa sangat senang dan lega dalam hati. Aku merasa lulus adalah hal yang benar-benar bagus. Kalau lulus kamu akan pergi. Kalau tidak begitu, aku akan selalu khawatir suatu hari kamu akan pergi dan aku tidak akan pernah melihat kamu lagi. Dan ketika hari itu benar-benar datang, aku pun juga akhirnya terbebas.”

Novel Terkait

Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu