Love And Pain, Me And Her - Bab 282 Menjenguk Viali

Bertemu dengan Isyana kali ini, sikapnya tampaknya jauh lebih baik daripada sebelumnya, tetapi kami berdua tampak agak canggung. Sepertinya tidak ada topik lain selain tentang pekerjaan.

Isyana menatapku, bertanya, "Bisakah kamu memberitahuku industri apa yang akan kamu lakukan?"

Aku melirik sekilas Isyana, tidak sangka dia akan bertanya tentang topik ini. Sebelum itu, aku tidak pernah memberitahu kepada siapa pun apa yang akan aku lakukan, tetapi ketika Isyana bertanya, aku tidak memiliki keraguan sedikitpun, dan segera mengatakan kepadanya, "Aku masih ingin melakukan industri pekerjaan lamaku."

Tiba-tiba Isyana tersenyum, senyumnya masih begitu cemerlang, dia memiringkan kepalanya dan bertanya, "Kamu tidak akan membuka perusahaan periklanan untuk bersaing dengan PT. Nogo Internasional, kan?"

Senyum Isyana menjangkiti aku, sudut bibirku juga terangkat, dan juga senyum dari lubuk hati, “Sebenarnya, aku ingin membuka sebuah perusahaan periklanan, tetapi investasi sumber daya manusia dan keuangan sangat besar dan sangat diluar jangkauanku. Tetapi jika aku hanya membuka perusahaan periklanan kecil tanpa saluran dan sumber daya, dan ingin bertahan dalam celah industri yang begitu besar, maka tidak diragukan lagi itu hanyalah mimpi.

Aku menggelengkan kepala dan berkata dengan jujur, "Bukan perusahaan iklan! Aku hanya ingin membuka sebuah studio, terutama bergerak dalam bisnis perencanaan pemasaran.”

Pemasaran dan perencanaan adalah spesialisasi aku, dan aku memiliki banyak latar belakang yang sukses dengan dua ini, semua ini akan berpengaruh banyak ke studioku. Sekarang, meski rencana bisnis belum selesai secara resmi, tetapi yang paling aku butuhkan sekarang bukan rencana, tetapi modal awal.

Isyana mendengar, dia memiringkan kepalanya dan berpikir, lalu dia mengangguk dan berkata, "Iya, bagus juga, itu terdengar seperti rencana yang bagus, apakah kamu ingin bekerja sama dengan orang lain?"

Aku menggelengkan kepala, aku tidak mengerti mengapa Isyana bertanya demikian.

"Lalu kamu melakukannya sendiri, apakah kamu memiliki modal awal?"

Isyana bertanya, tetapi pertanyaannya ini membuat hatikuku memiliki rasa masam, Isyana paling tahu tentang situasi keuanganku, sebenarnya aku juga tahu bahwa ada banyak anak muda seperti aku di kota ini yang juga memiliki mimpi kewirausahaan, tetapi modal awal telah menjadi kendala pertama mereka.

Melihat aku tidak berbicara, Isyana tiba-tiba bertanya, "Anggaran keuangannya sudah terhitungkan bukan? Kira-kira butuh berapa?"

Aku menatap Isyana dengan bengong, kata-katanya sedikit mengagetkan aku, karena aku mengerti maksudnya.

"Katakan padaku jumlahnya dan aku akan meminta Direktur Zheng untuk mentransfernya kepadamu!"

Seperti yang aku pikirkan, Isyana ingin membantu aku mendapatkan uang .

Aku tersenyum, perasaan di dalam hati semakin rumit, aku tidak tahu apakah aku merasa rendah diri atau bahagia, tetapi aku menggelengkan kepala dan berkata, "Lupakan saja, aku akan mencari cara sendiri."

Penolakan aku membuat wajah Isyana muncul jejak kekecewaan, tetapi dia segera kembali normal, masih tersenyum dan berkata, "Ugie, jika kamu merasa beban karena mengambil uang aku secara langsung, kalau begitu kamu anggap saja aku menginvestasikan uang itu,kamu juga bisa memberiku beberapa persen saham!"

Meskipun Isyana mengatakannya secara langsung, dia juga mempertimbangkan harga diriku, dia membantuku dengan cara lain. Pada saat itu, aku sangat ingin berjanji padanya. Karena jika aku berjanji padanya, itu berarti bahwa hubungan kami telah menjadi mitra, jadi kedepannya kami bisa berinteraksi dengan terbuka.

Tetapi aku tahu bahwa aku memulai bisnis karena ingin berdiri tegak di depannya suatu hari, tetapi menerima uangnya berarti aku masih mengandalkannya, dan aku tidak menginginkan ini.

Aku menghela nafas sedikit, pura-pura santai dan berkata, "Lupakan saja! Aku masih belum berencana untuk menjual saham studio ini.”

Sebenarnya aku sedang bohong, didalam rencanaku, aku telah memikirkan untuk menggunakan saham sebagai pengganti dana.

Meskipun aku tersenyum, tetapi hatiku masih sakit. Menolak Isyana, aku tidak tahu identitas apa lagi yang dapat aku gunakan untuk berinteraksi dengannya secara terbuka.

Isyana tampak kecewa, dan dia tersenyum pahit, perlahan menggelengkan kepalanya, menatapku dan berkata, "Baiklah, kalau begitu aku berharap kamu sukses dalam bisnismu, pada saat pembukaan, jangan lupa kirimi aku undangan, siapa tahu kita masih memiliki kesempatan untuk bekerja sama di masa depan."

Aku tersenyum ringan dan mengangguk.

Kami berdua berbicara, dan tiba-tiba sekelompok orang keluar dari rumah sakit, orang-orang ini berkerumun di sekitar seorang pria berusia 50 hingga 60 tahun, pria itu berjalan dengan pelan, dan orang-orang di sekitarnya dengan hati-hati mengikutinya, aku belum sempat untuk melihat penampilannya dengan jelas, tetapi melihat penampilan semua orang yang berhati-hati, aku juga bisa merasakan bahwa identitas pria ini pasti berbeda.

Isyana melihat kerumunan itu, dan segera berbisik kepadaku, "Ugie, aku tidak bisa mengobrol denganmu lagi, ayahku sudah keluar."

Aku tertegun, tidak sangka pria ini adalah ayah Isyana, Djarum Mirani. Sayangnya, dia terus berada di tengah-tengah kerumunan, dan aku tidak bisa melihat wajahnya sama sekali.

Isyana bergegas pergi, dan kerumunan itu perlahan-lahan turun tangga, baru setelah semua orang masuk ke dalam mobil, aku sedikit menghela nafas, dan pergi ke lobi rumah sakit, aku tidak tahu dari mana Robi muncul, dia menepuk pundakku, tersenyum dan bertanya, "Ugie, bagaimana pembicaraannya?"

Aku memelototinya dengan tidak puas, dan memarahinya, "Mengapa mulutmu begitu cerewet? Mengapa kamu memberi tahu Isyana bahwa aku ingin memulai bisnis?"

Mulut Robi meringkuk, merasa tidak puas berkata, "Apakah kamu gila? Memulai bisnis bukan sesuatu yang harus dipermalukan, mengapa aku tidak boleh memberitahuinya? Aku tidak hanya memberi tahu Isyana, tetapi juga Lulu, Veni dan Raisa, aku katakan padamu, alasan mengaa aku ingin mengatakan kepada mereka adalah aku ingin mereka semua memperhatikan kamu, sehingga kamu akan merasakan tekanan besar, dengan adanya tekanan, kamu akan memiliki motivasi, dengan adanya motivasi, maka kamu tidak jauh dari kesuksesan. Jadi, kamu seharusnya berterima kasih kepadaku. "

Robi terus mengoceh tentang alasan tidak masuk akalnya, aku sama sekali tidak menyangka dia akan memberi tahu kepada begitu banyak orang, aku sangat marah sehingga tidak bisa menahannya, dan harus memarahinya, "Awas, seberapa jauh itu di masa depan, seberapa jauh kamu harus pergi dariku!"

Robi tersenyum dan sama sekali tidak peduli.

Kamar Viali berada di lantai delapan, termasuk unit perawatan intensif tingkat atas, Robi dan aku tiba di depan pintu, dan bocah ini mengetuk pintu dengan banyak tingkah, dari dalam, terdengar suara "Masuk". Robi mendorong pintu dengan pelan dan berjalan masuk dengan hati-hati.

Begitu masuk, dia langsung berkata sambil tersenyum nakal, "Kakak sepupu, kami datang menjengukmu."

Viali bersandar di tempat tidur, dia terlihat pucat dan kondisinya juga terlihat buruk buruk, ketika kami berdua masuk, dia bahkan tidak mendongak untuk melihat kami, yang membuat aku lebih kagum adalah Viali memiliki jarum infus di satu tangan dan memegang dokumen di tangan lainnya, dia melihatnya dengan cermat.

Novel Terkait

Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu