Love And Pain, Me And Her - Bab 538 Pertemuan Yang Tidak Disangka

Pada pagi hari kedua, aku seperti biasa pergi ke kantor. Ketika baru sampai kantor, belum memulai pekerjaan, teleponku sudah berbunyi. Ketika mengambil dan melihatnya ternyata yang menelepon adalah Isyana. Aku pun segera mengangkatnya dan mendengar suara lelah Isyana yang berkata:"Ugie, aku sudah bicara semalaman dengan Ibu, namun apapun yang aku katakan tidak disetujui olehnya. Dia kokoh pada pendiriannya, antara dia pergi atau ayah yang pergi. Dia tidak akan pergi pada saat yang sama dengan ayah."

Perkataan Isyana ini sedikit membuatku terkejut. Aku tidak menyangka dalam hal ini Bibi Salim akan sangat keras kepala. Masalah ini aku pun tidak memiliki jalan keluar sama sekali, hanya bisa bertanya dengan Isyana:"Jadi akhirnya bagaimana keputusannya?"

Isyana tersenyum pahit, dia menghela nafas dan berkata: Bisa bagaimana lagi? Pagi ini aku sudah menelpon ayah. Dan memberitahunya pemikiran ibu kepadanya, dia selain merasa sedih tidak mengatakan apapun lagi. Namun dia juga mengatakan setelah hari ini, dia ingin mencari waktu untuk bertemu dan mengobrol langsung denganmu."

Terhadap permintaan Djarum ini, aku tidak terkejut sama sekali. Walaupun dia sudah bercerai dengan Bibi Salim, bagaimanapun dia adalah putri satu-satunya. Putrinya akan menikah, dia pasti akan sangat peduli.

Aku pun langsung menyetujui dan berkata:"Baik, kamu aturkan saja masalah ini. Asalkan paman ada waktu, aku pasti akan bertemu dengannya."

Setelah mengobrol membicarakan masalah malam ini dengan singkat dengan Isyana, aku pun menutup pembicaraan dan memulai bekerja.

Hari ini tidak ada perbedaan dengan hari-hari sebelumnya, hanya dihabiskan dalam kesibukan pekerjaan. Satu-satunya perbedaan adalah, sore ini aku pulang satu jam lebih awal dari biasanya. Aku pergi ke hotel menjemput ayah dan ibu terlebih dahulu dan kemudian membawa mereka ke restoran yang sudah dipesan sebelumnya.

Restoran ini adalah sebuah restoran oriental yang sengaja dibangun di samping sungai. Pada musim ini, dengan angin sungai yang bertiup sambil menikmati pemandangan air yang biru dan gunung yang tinggi, adalah suatu kebahagian besar bagi hidup seseorang.

Setelah sampai di ruangan yang sudah dipesan dan memesan lauk dan minuman. Kami pun mulai menunggu Isyana dan Bibi Salim. Tidak tahu mengapa namun ayah dan ibu saat ini sedikit berbeda dengan sebelumnya, membuatku merasa pikiran mereka sedang kosong.

Ketika sedang mengobrol singkat dengan ayah dan ibu, teleponku pun berbunyi, ketika melihatnya, Isyana yang menelpon berkata bahwa dia dan bibi sudah sampai, bertanya kami berada di ruangan mana. Aku pun segera bangkit berdiri sambil memberitahunya sambil pergi keluar menunggu mereka.

Tidak lama setelah aku menunggu didepan pintu, aku melihat Isyana yang menggandeng lengan Bibi Salim, kedua orang ini keluar dari lift secara bersamaan. Dapat dilihat kedua orang ini mempersiapkannya dengan sepenuh hati demi pertemuan hari ini. Terutama BIbi Salim, tidak hanya membuat rambutnya, dia juga mengenakan jas yang jarang dikenakannya.

Aku segera maju menemui mereka, Bibi Salim yang melihatku langsung sambil tersenyum bertanya:"Ugie, ayah ibumu sudah menunggu lama ya?"

Aku segera tersenyum sambil menggelengkan kepala:"Tidak, kami juga baru sampai."

Kami berjalan sambil mengobrol. Ketika membuka pintu ruangan, ayah dan ibuku sudah berdiri. Ketika masuk, aku sambil tersenyum memperkenalkan:"Ayah, Ibu, ini adalah Ibu dari Isyana, Bibi Salim."

Sambil berkata, aku mengalihkan pandangan menatap singkat Bibi Salim. Siapa yang menyangka ketika melihatnya, aku melihat wajah kosong Bibi Salim. Dia menatap ayah dan masih terpaku disana, dengan mulut yang sedikit terbuka karena kaget, untuk beberapa saat tidak berkata apapun.

Isyana yang ada di sampingnya dibuat canggung oleh ekspresi Bibi Salim. Mungkin dia tidak pernah melihat Bibi Salim tidak sopan seperti ini. Isyana pun segera menarik lengan pakaian Bibi Salim dan dengan suara kecil berkata:"Ibu, beri salam!"

Bibi Salim masih belum mengatakan apapun, Ayahku dengan tersenyum berkata kepada BIbi Salim:"Kak, apakah masih ingat denganku?"

Bibi Salim baru tersadar, dia menatap ayahku, dengan sedikit tidak percaya berkata:"Arman, ini kamu kan? Aku berpikir aku salah mengingat orang lain?"

Ayah masih dengan sopan tersenyum dan berkata:"Kak, kamu tidak salah, ini aku, Arman !"

Percakapan singkat ayahku dan Bibi Salim membuatku dan Isyana terpana. Kamu tidak ada yang pernah membayangkan, Bibi Salim dan ayah sudah kenal sejak awal. Sementara ibuku terus terdiam dan tersenyum menatap kedua orang ini di samping.

Bibi Salim langsung berjalan ke arah meja makan, sambil menggelengkan kepala sambil mendesah dan berkata:"Arman, sudah hampir tiga puluh tahun tidak bertemu. Sudah berpuluh -puluh tahun tidak bertemu, tidak menyangka akan bertemu denganmu disini hari ini. Aku lebih tidak menyangka Ugie ternyata adalah anakmu. Ya Tuhan, mengapa aku seperti sedang bermimpi ya."

Bibi Salim terus berkata dengan penuh emosi. Dan ayah masih terus tersenyum dengan sopan. Aku yang berada di sampingnya tidak tahan untuk bertanya kepada ayah dan berkata:"Ayah, ternyata anda dan Bibi Salim sudah kenal sejak lama ya."

Ayah tersenyum singkat, sama sekali tidak menjawab pertanyaanku. Dia mengalihkan pandangan menatap Ibuku singkat dan memperkenalkan kepada Bibi Salim :"Kak, ini adalah istriku, Suran.“

Bibi Salim baru duduk. Ketika mendengar perkataan ayah, dia langsung berdiri. Menatap Ibu dan sedikit tersenyum pahit, menaikkan tangannya dan berkata: ” Nama Suran ini, sudah aku dengar tiga puluh tahun. Namun baru pertama kali bertemu."

ibu tersenyum singkat. Dia juga menaikkan tangannya dan menjabat tangan Bibi Salim dengan sopan. Dapat dirasakan, ayah dan BIbi Salim sangat akrab. Namun Ibu dan Bibi Salim hanya saling mengenal saja dan tidak pernah bertemu.

Hati ku pun menjadi semakin penasaran, bagaimana ayahnya yang hanya seorang supir biasa bisa mengenal Bibi Salim? Dalam pertemuan ini, ayahnya tidak berkata apapun, aku juga tidak bisa bertanya. Sepertinya hanya bisa menunggu pulang dari sini baru bertanya kepadanya.

Setelah ketiga orang tetua ini duduk, aku dan Isyana juga duduk. Bibi Salim masih dipenuhi emosi, dia menatap ayah dan kembali berkata:"Arman, menurutmu apakah nasib orang satu sama lain sangat ajaib? Pada saat itu kamu tanpa berkata apapun pergi meninggalkan Nogo, Aku berpikir dalam hidupku ini tidak akan pernah bertemu denganmu lagi. Namun tidak disangka, kita tidak hanya bertemu kembali dan bertemu pada situasi seperti ini. Ai. dalam hidup seseorang tidak tahu akan terjadi apa dan bertemu siapa ya."

Ayah masih terus tersenyum dengan sopan. Dia tidak membalas perkataan Bibi Salim dan kebalikannya bertanya kepadanya:"Kak, apakah kamu baik-baik saja?"

Pertanyaan ayah ini membuat Bibi Salim menjadi canggung. Namun dia dengan tersenyum menjawab:"Cukup baik, beberapa tahun lalu berpisah dengan Djarum, dan aku sendirian membesarkan Isyana. Walaupun keluarga tidak bisa dibilang sempurna namun masih bisa dikatakan cukup santai. Aku masih sering mengingat pendiri Nogo pada sat itu. Orang-orang ini cukup baik, ada yang sudah membuat bisnis sendiri. Ada juga yang sekarang menjadi pimpinan di Grup Djarum, satu-satunya yang tidak ada kabar adalah kamu. Aku kadang kala suka tidak bisa menahan diri dan bertanya pada orang lain, namun tidak ada orang yang tahu."

Novel Terkait

Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu