Love And Pain, Me And Her - Bab 189 Sebenarnya, Aku Ingin Meminta Satu Hal Kepadamu

Ketika Raisa menyanyikan "tidak semua perasaan memiliki awal dan akhir". Matanya tiba-tiba menoleh ke arahku. Kali ini aku tidak menghindarinya, tetapi memilih untuk menatapnya. Tatapan mata kami tampaknya sama, penuh kebingungan dan rasa kehilangan.

Meski nyanyiannya masih indah, tetapi orang yang bernyanyi tidak lagi milikku.

“Dunia lebih baik dari yang dapat kamu bayangkan

Dalam kebingungan di sekitarmu

Aku tidak tega menipumu

Aku harap kamu mendengarkan dan akhirnya mengerti”

Ketika lagu itu hampir selesai di nyanyikan oleh Raisa, Robi yang berada di sebelahku mendekatkan kepalanya dan berbisik, “Mengapa semakin kudengar, semakin ku merasa bahwa lagu ini dia nyanyikan untukmu?”

Mengapa aku tidak merasa seperti itu? Mungkin karena liriknya dinyanyikan seperti itu, dulu aku bingung dan kehilangan arah. Tapi sekarang berbeda, aku telah menemukan tujuan hidup untuk masa depanku, dan dia adalah Isyana.

Lagu yang sedih membuat orang yang menyanyikannya merasa sedikit depresi. Robi tidak mau kesepian. Dia menarik Lulu ke panggung dan mulai bernyanyi bersama.

Semua orang mulai bergerak bebas. Isyana, Raisa, Veni berlari ke bar dan duduk di kursi tinggi. Ketiganya minum anggur merah sambil mendengarkan lagu. Rehan masih duduk di meja kami. Dia melihat ke bawah ke arah ponselnya, malam ini, dia bosan, tidak ada yang berbicara dengannya.

Sutan menenggak segelas bir, tiba-tiba menatapku, menunjuk ke luar dan berkata, "Ugie, ayo keluar dan mencari angin."

Aku menganggukkan kepalaku, berjalan bersama Sutan keluar dari bar.

Langit sudah gelap. Lampu-lampu kota masih menyala. Hembusan angin musim gugur bertiup, membuatku menggigil. Efek dari alkohol mulai menghilang dan membuatku sadar.

Sutan memberiku sebatang rokok, menyalakannya dan menghisapnya. Dia memandangi lampu-lampu dikejauhan dan perlahan berkata, "Aku kadang-kadang berpikir bahwa kota tempat kita tinggal ini seperti panggung besar. Ada yang di atas panggung, ada juga yang mengangkat tirai. Dan sekarang giliran kita untuk naik ke atas panggung."

Aku setuju dengan perkataan Sutan. Aku ingat, ketika masih sekolah, aku melewati beberapa bar dan klub malam. Aku melihat orang-orang datang dan pergi ke dalam. Aku berpikir, suatu hari aku juga akan seperti mereka, tersesat dalam cahaya kota yang terang. Aku tidak mengira kalau hari ini akan datang begitu cepat. Kami telah melangkah ke atas panggung.

Aku menghisap rokok dan mengangkat kepalaku ke langit. Kemudian berbalik dan bertanya pada Sutan, "Sutan, bagaimana kabarmu?"

Sutan tersenyum pahit dan menggelengkan kepalanya, "Bagaimana lagi? Bekerja keras sambil beradaptasi. Bekerja keras untuk beradaptasi."

Aku juga tersenyum pahit. Aku tahu sedang dia mengalami masa-masa buruk sekarang. Aku mengganti topik pembicaraan dan bertanya lagi kepadanya, "Kapan kamu dan Veni akan menikah? Pastinya sudah direncanakan, kan?"

Aku bertanya kepadanya karena mereka punya rencana untuk menikah sebelumnya, tapi aku belum pernah mendengar apapun dari mereka sejak itu.

Begitu aku berbicara, Sutan tersenyum pahit lagi. Dia berbalik untuk melihatku dan berkata dengan pahit, "Aku ingin menikah, dan begitu juga Veni. Tetapi bagaimana dengan hari-hari setelah menikah? Sekarang Veni tidak bekerja. Bagaimana aku bisa menghidupi keluargaku dengan gaji bulananku yang kecil? Rumahpun belum dibeli. Saat itu, aku berencana membayar uang muka terlebih dahulu. Dengan gaji bulananku saat itu, masalahnya tidak besar. Namun, aku kembali keawal lagi, aku diturunkan dari posisi direktur dan kembali ke departemen penjualan."

Awalnya aku ingin menghibur Sutan. Tetapi dia menghisap rokoknya dan berkata lagi, “Ugie, sebenarnya aku tidak sama sepertimu. Apalagi dengan Robi, dia berasal dari 北京, keluarganya memiliki usaha industri, generasi kedua dari keluarga kaya. Dan kamu? Walaupun keluargamu tidak kaya. Tetapi ibumu adalah seorang guru, dan ayahmu seorang supir. Hidupmu bebas dari rasa khawatir dan terjamin. Tetapi aku tidak sama, aku datang dari desa. Desaku juga tidak semaju desa baru sekarang, desaku adalah desa yang masih memiliki banyak petani yang bekerja keras di ladang. Keluargaku, dari tiga generasi, hanya aku yang sampai ke tahap perguruan tinggi. Harapan keluargaku ada ditanganku. Tetapi bagaimana aku sekarang? Hehe.”

Sutan berkata sambil mengangkat rokok di tangannya ke langit. Puntung rokok yang merah membuat lengkungan yang indah di langit, dan akhirnya jatuh ke tanah dan mengeluarkan percikan api.

Sutan memandang kejauhan dengan kebingungan, dia menghela nafasnya sedikit, dan melanjutkan, "Saat masih sekolah, kalian semua berkata aku sangat kuat! Tapi apakah aku bisa bersikap lemah? Jika aku bersikap lemah, bagaimana dengan keluargaku? Bagaimana dengan anak-anakku nanti? Apakah dia akan hidup seperti aku atau hidup seperti orang tuaku? Jadi, kalian berupaya sedikit. Aku harus melipatgandakan upayaku, bahkan lebih! Ah, aku benar-benar lelah."

Aku mengenal Sutan dan juga mengagumi dia. Ketika dia masih kuliah, dia bekerja paruh waktu di beberapa tempat. Dia tidak meminta sepeser pun dari keluarganya untuk semua biaya kuliahnya, bahkan kadang-kadang masih bisa mengirimkan uang untuk keluarganya.

Aku menepuk pundak Sutan, menghiburnya dan berkata, "Sutan! Seperti yang kamu katakan. Agar generasi kita berikutnya hidup lebih baik daripada kita, kita harus bekerja keras!"

Sutan tertawa sambil menganggukkan kepala.

Karena terlalu dingin, aku ingin mengajaknya kembali masuk, tetapi dia menyalakan sebatang rokok lagi dan menatapku, raut wajahnya terlihat tidak wajar, seperti orang yang ingin bicara tetapi tidak bisa.

Aku memandangnya dengan rasa penasaran dan bertanya, "Sutan, apakah ada sesuatu yang ingin kamu katakan padaku?"

Sutan menghisap rokoknya. Dia menatapku, seperti sudah membuat keputusan besar lalu berbisik, "Ugie, sebenarnya, aku ingin meminta satu hal kepadamu."

Aku tersenyum dan langsung berkata, “Kamu mengapa begitu sungkan padaku, aku jadi tidak terbiasa. Tidak perlu terlalu sungkan seperti ini, jika ada sesuatu, katakan saja.”

Sutan berkata, "Aku datang sangat terlambat hari ini, sebenarnya karena aku pergi untuk membicarakan tentang kontrak. Kamu tahu, perusahaan kami memproduksi makanan dan minuman. Tetapi di provinsi kami, produk kami tidak pernah memasuki Store Nirami ."

Mendengar ini, aku tidak tahan untuk menyelanya, “Kenapa?”

Sutan mengerutkan kening dan menjelaskan, "Karena Store Nirami memiliki klausul eksklusif dalam kontrak sebelumnya dengan perusahaan makanan lain. Artinya, selain perusahaan ini. Tidak lebih dari tiga produk dalam negeri dari kategori yang sama diizinkan masuk. Dan jika ketiga perusahaan ini masuk, mereka harus memiliki izin perusahaan mereka."

Aku mengerti sebagian dari apa yang dikatakan Sutan. Perusahaan melakukan ini untuk melindungi produk-produknya. Tetapi pada saat yang sama, mereka akan memberikan margin yang besar untuk mal itu. Ini juga merupakan alasan mengapa mal akan menyetujui persyaratan tersebut. Seperti halnya beberapa mal yang hanya memiliki KFC, tetapi tidak memperbolehkan McDonald's.

Novel Terkait

You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu