Love And Pain, Me And Her - Bab 626 Veni

"Han, jangan dengarkan omong kosong dari Ugie."

Tyas juga panik, dia berteriak ke arah asisten Han.

Dan Han hanya terus menatap Tyas dengan pandangan yang terpaku. Setelah beberapa saat dia baru bergumam "Tyas, kamu membohongiku."

Asisten Han pada saat ini sudah hancur. Setelah fakta kejahatan yang aku bongkar yang dia juga mengakui, Tyas dan Sutan sudah bekerja sama membohonginya. Aku sudah tidak mempunyai mood untuk mengindahkan masalah mereka ini.

Aku membalikkan pandangan melihat Isyana, aku baru ingin membawa Isyana pergi. Tiba-tiba terdengar suara bel pintu. Bel ini adalah bel dari pintu luar. Setelah aku masuk, asisten Han pun mengunci pintu luar.

Ketika bel pintu berdering, Sutan seperti per yang langsung bangkit berdiri. Dia menatap Tyas dengan panik, dengan gugup berkata "Polisi! Ugie sudah memanggil polisi!"

Aku memang sudah memanggil polisi. Ketika aku datang, aku sudah menelepon Papang dan memberitahukannya semua informasi yang aku ketahui. Aku pun melapor ke polisi atas laporan penipuan dan pembunuhan berencana. Namun karena aku panik dengan keamanan Isyana, tidak menunggu polisi, aku langsung pergi sendirian ke vila Gunung Moon.

Ketika Sutan mengatakan ini, sebelum aku menyadarinya, dia bergerak cepat mengambil pisau buah di piring buah-buahan dan langsung berlari ke arah Isyana.

Karena aku berdiri di depan pintu, jarak dengan mereka berdua cukup jauh. Sebelum aku menyadarinya, Sutan sudah meletakkan pisau itu di leher Isyana. Isyana walaupun sudah melihatnya, namun dia tetap berteriak ketika diserang oleh Sutan.

Bel pintu masih terus berbunyi. Jika bukan dibuka oleh orang dalam villa, polisi yang berada di luar akan sangat sulit untuk masuk. Dan aku sudah tidak memperdulikan polisi, menatap Sutan dan berteriak "Sutan, apa yang kamu lakukan?"

Sutan sama sekali tidak mempedulikanku. Dia mengambil pisau dan menekankannya di atas leher Isyana yang putih. Pada saat yang sama dia berteriak kepada asisten Han dan berkata "Han, cepat kendalikan Ugie."

Asisten Han tidak bergerak sama sekali, dia masih terus terpaku menatap Tyas. Dengan suara kecil bergumam "Tyas, kamu membohongiku."

Eksresinya yang nampak bodoh ini membuat Sutan menggertakan gigi. Dia memaki dan kemudian mengalihkan pandangannya menatapku dan berkata dengan kejam "Ugie. bukankah kamu tidak ingin aku bisa hidup dengan baik? Kalau begitu aku juga akan membuatmu hidup menderita seumur hidup."

Sambil mengatakannya, tenaga di tangannya semakin kencang, melihat pisau buah di leher Isyana sudah meninggalkan tanda berwarna merah. Aku dengan panik menatap kejadian di depanku ini, Aku tahu, asalkan Sutan mengeluarkan tenaga, pasti akan menusuk kulit Isyana.

Aku tanpa berpikir, langsung berkata "Sutan, jika kamu masih laki-laki sejati, lepaskan Isyana. Jika ada masalah, kamu langsung cari aku!"

Sambil mengatakannya, aku melangkah maju ke depan. Dan Sutan dengan memelototkan matanya berteriak padaku "Kamu diam disana!"

Aku tidak berani bergerak lagi. Hati Sutan sejak awal sudah menyimpang, aku takut jika memprovokasinya, dia akan benar-benar melakukan hal yang bisa melukai Isyana.

Sambil melihat, Sutan berkata sambil menggertakan gigi "Ugie, aku mengakui kali ini aku kalah, kalah dengan menyedihkan! Namun karena kamu membuatku kehilangan semuanya, aku juga akan membuatmu hidup menderita seumur hidupmu. Bukankah kamu mencintai Isyana? Kalau begitu biar aku buat kamu tidak bisa mendapatkannya seumur hidupmu."

Perkataan Sutan ini dikatakan dengan berteriak, Matanya merah dan berekspresi dengan sama sekali tidak memperdulikan apapun lagi.

Aku tidak berani memprovokasi nya lagi, aku mengulurkan satu tanganku, dengan perlahan berkata kepada Sutan "Sutan, dengarkan aku, sebelumnya kita tidak ada yang kalah dan menang, apakah kamu benar-benar berpikir aku sudah menang? Tidak, aku sampai sekarang tidak pernah berpikir seperti itu, sejak kita berpisah jalan hari itu, kita secara otomatis menjadi pihak yang kalah, karena aku kehilangan teman sepertimu, kamu juga kehilangan semuanya. Sutan, kita dulu adalah teman paling baik dan teman sekelas. Kamu lepaskanlah! Asalkan kamu keluar sekarang, kamu dianggap menyerahkan diri. Aku akan membantumu mencarikan pengacara terbaik, kamu hanya mendekam beberapa tahun saja di dalam. Ketika kamu bebas, aku berjanji aku akan membantumu untuk bangkit kembali."

Aku sudah tidak memiliki cara lain, hanya bisa berbicara dengan Sutan dengan merayunya. Berharap dia bisa mengingat perasaannya yang dulu dan melepaskan Isyana. Walaupun aku tahu, menghadapi Sutan di hadapanku ini, pemikiran yang aku harapkan ini sangat kekanak-kanakan. Namun selain ini aku tidak memiliki cara lain.

Sutan menatapku, dia tiba-tiba tertawa dingin. Dia menggelengkan kepalanya dengan perlahan, dengan benci berkata "Ugie, kamu saat ini baru berpikir aku adalah temanmu, teman sekelasmu! Apa yang kamu lakukan sebelumnya? Mengapa kamu mendorongku hingga kepahitan, jika bukan karena kalian, apakah hari ini aku akan berjalan di tahap ini ? Aku akan beritahu kamu, semua ini karena dipaksa oleh kamu Ugie!"

Emosi Sutan menjadi tidak stabil. Satu tangannya mencekik Isyana, sementara tangannya yang lain memegang pisau buah dan diletakkan di leher Isyana. Isyana dibuat hampir tidak bisa bernafas olehnya. Wajahnya menjadi merah, kedua matanya menatapku dengan kehilangan harapan.

Hatiku selain terasa kasihan namun lebih banyak terasa panik. Namun Sutan dihadapanku ini sama sekali tidak bisa mendengarkan perkataan apapun yang dikatakan oleh orang lain.

Aku baru berpikir ingin kembali membujuk Sutan. Tiba-tiba ponsel di kantongku berbunyi. Ruangan kerja ini pada awalnya sangat tenang, ketika ada suara yang terdengar membuat semua orang terkejut.

Sebelum aku mengambilnya, Sutan sudah berteriak padaku "Langsung matikan ponsel itu!"

Sutan berpikir yang menelepon adalah polisi, aku juga memikirkan hal yang sama.

Ketika melihat ponsel dan bersiap mematikannya. Namun ketika melihat nama yang terpancar di atas layar, aku terkejut. Langsung menaikkan pandangan ke arah Sutan dan berkata "Ini bukan polisi, namun Veni."

Veni tiba hari ini ke ibukota provinsi dengan pesawat, pada waktu ini seharusnya dia sudah turun dari pesawat sehingga dia meneleponku.

Ketika aku mengatakannya, Sutan juga terkejut. Dia menatap ponsel yang terus berdering di tanganku, setelah beberapa saat dia baru bergumam dan berkata "Angkatlah, gunakan speaker. Aku ingin mendengar suaranya."

Sutan mengatakannya dengan terbata-bata. Aku tahu hatinya sedang bergumul. Dalam hatinya yang sudah menyimpang ini, mungkin hanya tersisa tempat Veni sajalah yang bersih di dalam hatinya.

Aku segera mengangkat telepon dan mendengar suara hangat Veni yang berkata "Ugie, aku sudah sampai di bandara. Baru mau menaiki taksi dan pergi ke rumahmu."

Aku menatap Sutan dengan hati-hati. Pandangannya langsung menatap ponsel di tanganku. Seakan bisa menembus ponsel dan langsung melihat ekspresi dari Veni. melihat Veni yang tidak memiliki reaksi apapun, aku dengan suara kecil berkata "Baik, pulanglah terlebih dahulu. Aku juga akan langsung kembali secepatnya."

Setelah aku mengatakannya, Veni sedikit menghela nafasnya.

Novel Terkait

Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu