Love And Pain, Me And Her - Bab 219 Isyana Yang Sedang Kesal

Sutan menghela nafas, dia berbisik padaku, “Dia menginginkan anak ini, tapi kamu tau situasiku sekarang. Aku belum mampu untuk membesarkan seorang anak. Aku masih harus mengirimkan uang ke keluargaku setiap bulan, Veni belum bekerja. Ditambah seorang anak, aku harus bagaimana? Veni tidak senang karena masalah ini. Ketika aku pergi, aku mengatakan padanya akan menemaninya ke rumah sakit saat aku pulang. Aku tidak berpikir bahwa dia akan meminta Robi untuk menemaninya ke rumah sakit. Apakah kamu bisa menyalahkanku atas kejadian ini, jika kamu, apa yang akan kamu lakukan?

Setelah aku mendengarnya, aku juga ikut menghela nafas. Setiap keluarga memiliki masalah mereka masing-masing!

Sutan bertanya, jika aku apa yang akan aku lakukan?

Aku tiba-tiba ingin tertawa!

Saat aku masih bersama Raisa, aku selalu menginginkan seorang anak. Namun Raisa tidak, dia pikir kami harus menikmati hidup sebagai sepasang kekasih dulu.

Ini juga perbedaan antara manusia, Sutan sudah punya, tapi tidak menginginkannya. Aku tidak punya, tapi bersikeras ingin punya. Saat kita mengejar sesuatu yang berbeda, tentu jawabannya juga akan berbeda.

Sutan juga tidak berdaya, dia memiliki kesulitannya sendiri. Begitu aku ingin bertanya kapan dia akan kembali, aku mendengar seseorang menanggil namanya. Sutan dengan gelisah berbisik padaku, “Ugie, aku masih punya urusan lain. Tolong bantu aku jaga Veni untuk beberapa hari ini. Aku tutup dulu, nanti aku akan telepon kembali.”

Aku belum sempat mengatakan apapun, namun sudah terdengar suara bip di sisi lain telepon.

Aku duduk di sofa, dan berpikir untuk beberapa saat. Hati ku semakin kacau, bahkan pasangan yang sangat serasi seperti Sutan dan Veni pun, masih memiliki perbedaan pendapat. Apa yang akan terjadi padaku dan Isyana nantinya?

Setelah aku berpikir yang tidak-tidak untuk beberapa saat, aku akhirnya menelepon Elisna. sayangnya, ponsel Elisna dimatikan. Aku hanya bisa mengirimnya pesan agar meneleponku kembali.

Pagi berikutnya, baru saja tiba di kantor, aku melihat pintu kantor Isyana terbuka. Aku juga tidak kembali ke kantor, dan langsung pergi ke kantornya. Saat masuk ke dalam, aku melihat Isyana sedang minum susu panas, dan makan roti. Kantung matanya sedikit hitam, terlihat dia tidak tidur pulas kemarin malam. Aku merasa sedikit bersalah, jelas ini adalah masalah temanku. Namun aku membiarkannya ikut tersiksa semalaman.

Melihat aku masuk, Isyana tersenyum padaku. Dia bertanya apakah aku sudah sarapan? Aku mengangguk, dengan kasihan berkata, “Isyana, kamu pasti letih semalam!”

Isyana tersenyum dengan tak acuh, dia menatapku dan berkata, “Ugie, meskipun aku mengenal Veni melaluimu. Tapi aku selalu menganggapnya sebagai temanku sendiri. Jadi, kamu tidak perlu merasa bersalah.”

Isyana sangat pengertian. Aku tersenyum sedikit dan tidak mengatakan apapun.

Awalnya aku ingin membahas masalah iklan kepada Isyana. Namun siapa sangka dia menghela nafasnya dengan pelan, menatapku, dan dengan sedikit tidak puas mengatakan, “Ugie, apakah semua pria seperti ini? Selalu menggunakan masalah pekerjaan sebagai alasan, sama sekali tidak mempedulikan perasaan wanita. Sibuk! Sibuk! Sibuk! Sibuk seharian! Bahkan ketika istrinya sendiri masuk rumah sakit, dia masih tidak bisa menemaninya. Saat menelepon, baru mengatakan beberapa kata. Sudah sibuk lagi. Dulu aku berpikir bahwa Sutan adalah pria yang cukup baik, sekarang aku semakin tidak suka melihatnya!”

Karena masalah Veni, Isyana mulai tidak suka dengan Sutan. Semakin dia mengatakannya, dia semakin emosi. Tiba-tiba dia melemparkan roti di tangannya ke piring, kemudian mengangkat kepalanya dan bertanya, “Ugie, apakah kamu juga orang yang seperti itu?”

Suara Isyana cukup keras. Aku dikejutkan olehnya. Melihat wajah emosinya, aku tidak bisa tertawa atau pun menangis. Dia sedang melampiaskan amarahnya padaku.

Isyana melihatku sedang menatapnya, dia juga menyadari bahwa dia marah di tempat yang salah. Tapi dia tidak mau mengakui kesalahannya, dia duduk dengan marah, kemudian menggulirkan matanya padaku dan bergumam, “Tidak ada yang bagus dari para pria!”

Aku memasang wajah tersenyum pasrah. Entah apa yang telahku perbuat hingga ditegur sepagi ini.

Aku sedang memikirkan bagaimana cara membuatnya bahagia. Ponselku tiba-tiba berdering, aku mengeluarkannya, ternyata panggilan dari Elisna. Karena kemarin aku sudah memberitahu Isyana bahwa aku ingin mencari Elisna untuk iklan ini. Aku langsung mengangkat teleponnya, dan segera bertanya, “Elisna, aku pergi ke Bar BOSS akhir-akhir ini, namun kenapa aku tidak melihatmu disana? Apa yang sedang kamu lakukan?”

Begitu aku mengatakan itu, terdengar suara “plak”. Isyana sengaja mengetuk gelas susunya di atas meja. Aku menatapnya, Isyana tidak terlalu senang denganku hari ini. Aku hanya bertanya pada Elisna, namun dia malah bersikap seperti itu.

Aku melihat Isyana bersikap seperti itu, aku langsung kembali ke kantorku untuk melanjutkan telepon. Ketika keluar, aku mendengar Isyana berkata, “Semua pria sama saja!”

Aku menggelengkan kepala dan tersenyum masam, saat kembali ke kantor. Elisna memberitahuku dari ujung telepon, bahwa dia pulang untuk menemani ibunya beberapa hari ini. Jadi dia tidak pergi ke Bar BOSS. Setelah mengobrol sebentar, aku memberitahunya mengenai masalah iklan.

Begitu Elisna mendengar ini, dia langsung mengatakan, “Ugie, bukannya aku tidak ingin membantumu. Jika kamu ingin aku bernyanyi saja tidak masalah, namun kamu menyuruhku untuk berakting, aku mana mungkin bisa? Kamu cari orang lain saja.”

Sebenarnya aku dan sutradara gendut memiliki pendapat yang sama, kami sama-sama berpikir bahwa Elisna adalah orang yang paling tepat. Karena tujuan dari iklan ini adalah kenyataan, maka semakin tidak memiliki pengalaman berakting, akan semakin cocok.

Setelah aku membujuknya untuk waktu yang lama, Elisna akhirnya setuju untuk mencoba. Aku membuat janji dengan Elisna untuk pergi menemui sutradara gendut siang ini.

Sebelun aku pergi menemui sutradara gendut, aku sengaja pergi ke kantor Isyana untuk memberitahunya. Namun siapa sangka, Isyana juga ingin pergi bersama kami.

Aku tidak tau bagaimana Isyana tiba-tiba ingin pergi bersama kami. Namun aku tebak, pasti ada hubungannya dengan aku mencari Elisna untuk iklan ini. Mungkin dia masih menyimpan dendam saat melihat Elisna di rumahku pagi itu.

Aku dan Isyana, ditambah Amori pergi ke studio sutradara gendut. Elisna masih belum tiba. Saat sutradara gendut melihat Isyana, matanya langsung bersinar. Sebelum aku bisa memperkenalkan mereka, dia sudah terlebih dulu menjabat tangan Isyana, dan mengatakan dengan berlebihan, “Ugie, darimana kamu menemukan aktris ini, sangat cantik! Wanita cantik, apakah Anda sudah memiliki perusahaan sekarang? Jika belum, aku akan merekrut Anda! aku jamin dalam satu tahun, Anda akan terkenal, dalam kurun waktu tiga tahun, Anda akan menjadi sangat tenar.”

Sebelum dia bisa melanjutkan, aku segera menghadap mereka dan memisahkan tangan mereka. Kemudian menatapnya dan berkata, “Anda jangan asal bicara lagi, dia adalah presdir PT. Nogo Internasional kami, Presdir Mirani.”

Sutradara gendut baru menyadari, dia menghela nafas, “Ah! Apa profesi Anda? Profesi seperti apapun tidak ada yang bisa semenarik menjadi aktris, hidup dibawah sorot lampu setiap hari, diperhatikan oleh banyak orang. Betapa menyengangkannya itu! Presdir Mirani, apakah Anda pernah berpikir untuk terjun ke industri televisi?”

Novel Terkait

Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
3 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu