Love And Pain, Me And Her - Bab 84 Orang Miskin Berambisi Pendek

SHOPI Don Juan pernah merebut beberapa kali bisnis milik Nogo, tetapi aku tidak mengerti, Isyana masih menjelaskan untuknya, aku menghisap rokok dengan kuat dan tersenyum dingin.

“Presdir Mirani, apa yang kamu katakan? Aku sebagai salesman kecil, bagaimana mungkin berani memperhitungkan dengannya? Seharusnya dia yang memperhitungkan denganku!”

Isyana dapat mendengar nadaku yang penuh keluhan, jadi dia langsung terdiam. Sepasang matanya yang indah menatap ke arah depan dengan tatapan penuh keluhan. Hatiku agak menyesal, aku merasa perkataanku terlalu kasar.

Setelah terdiam sejenak, Isyana bertanya padaku, “Ugie, ada suatu hal yang selaalu ingin kutanyakan padamu.”

“Katakanlah.”

Nada subiru menjadi lebih lembut.

“Hari itu kamu seharusnya tahu aku tidak berharap kamu mengambil uang Don Juan, tetapi mengapa kamu ambil?”

Isyana berkata, memutar kepala menatapku. Aku tahu jawaban yang dia inginkan, tetapi aku tidak mengatakannya, aku berkata dengan nada menertawakan diri, “Karena aku tidak memiliki uang, orang miskin berambisi pendek!”

Akhirnya sikapku juga membuat Isyana tidak bisa menahan diri, dia memutar kepala menatapku, wajahnya dingin bagaikan salju. Sangat jelas, dia juga sedang menahan amarahnya.

“Ugie, bisakah kita berbicara baik-baik? Kalau kamu benar-benar demi uang, mengapa akhirnya kamu membuang semua uang itu? Aku tahu kamu tidak punya uang, tetapi kamu Ugie bukan orang yang akan merendahkan diri demi uang.”

Meskipun sikap Isyana agak dingin, tetapi kata-katanya membuat hatiku terasa nyaman. Setidaknya dia tahu, aku bukan seseorang yang akan mengkhianati diriku sendiri demi uang.

Aku tersenyum, menatap ke bunga yang jatuh di taman, dan bertanya kembali padanya, “Lalu menurutmu karena apa?”

Isyana tetap menatapku, dia tiba-tiba berkata, “Ugie, kamu memutarkan kepalamu ke sini, menatap mataku!”

Awalnya aku tidak ingin mendengar kata-katanya, tetapi tanpa sadar aku memutar kepalaku. Ketika saling bertatapan, hatiku merasa bersalah, tatapanku mulai mengedip.

“Aku tahu mengapa! Saat itu kamu sengaja menyinggungku, kan?”

Aku menundukkan kepala memadamkan ujung rokok. Aku tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan Isyana. Aku mengakui apa yang dia katakan benar, kalau bukan perkataannya hari itu, aku mungkin tidak akan begini. Sebenarnya masih ada satu hal lagi, yaitu sikap Isyana terhadap Don Juan, aku merasa Isyana seharusnya menjaga jbir dengan Don Juan, Don Juan bukanlah orang berniat baik. SHOPI -nya telah merebut bisnis Nogo sebanyak beberapa kali, tetapi Isyana masih juga menganggap Don Juan sebagai teman baik.

Melihat aku tidak berkata, Isyana berkata lagi dengan nada lembut.

“Ugie, aku berharap kamu tahu. Baik sebagai teman maupun rekan kerja, aku berharap kamu bisa mengerti, aku sangat mempedulikanmu, dari dalam hati.”

Perkataan Isyana sekali lagi menghancurkan khayalanku. Dia hanya menganggapku sebagai teman, aku tersenyum dan berkata, “Terima kasih.”

Isyana tiba-tiba tersenyum dingin, “Terima kasih atas apa? Terima kasih atas kepedulianku padamu? Tetapi kamu tidak membutuhkan kepedulianku, kan?”

Perubahan sikap Isyana membuatku tidak nyaman. Aku memutar kepala dan menatapnya.

Isyana tiba-tiba mengulurkan tangan ke depanku. Membuka telapak tangannya yang putih, sebuah botol kecil tiba-tiba muncul di telapak tangannya.

Aku tertegun. Tiba-tiba teringat, itu adalah suplemen yang diberikan Isyana melalui Lulu padaku. Hari itu di taman, Lulu memberikannya padaku, tetapi akhirnya dilemparkan olehku ke dalam tong sampah, tanpa terduga, dilihat oleh Isyana.

Aku menatap Isyana dengan tatapan canggung, dan segera menjelaskannya, “Isyana, itu seperti begini, sebenarnya hari itu aku baik-baik saja, jadi tidak berencana ingin memakan obat, jadi sekalian.”

Isyana menggelengkan kepala, dia tersenyum pahit dan menghela nafas.

“Ugie, kamu tidak perlu mengatakan apapun padaku. Sebenarnya aku tahu, apa yang aku lakukan berlebihan. Kamu tenang, aku tidak akan melakukannya lagi di masa depan.”

Aku benar-benar tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Aku tiba-tiba mulai membenci diriku. Meskipun aku dan Isyana adalah teman biasa, namun apa yang aku lakukan pasti telah melukai hatinya.

Isyana perlahan-lahan berdiri, dia melihat langit dan bergumam, “Sebenarnya sebelumnya aku merasa lumayan mengertimu, tetapi sekarang semakin merasa, aku sama sekali tidak mengertimu.”

Isyana berkata, dia berbalik dan berjalan menuju ke vila.

Aku segera berdiri, dan memanggilnya, “Isyana.”

Langkah kaki Isyana tertegun sejenak. Tapi akhirnya, dia pergi tanpa membalikkan kepala.

Malam itu, aku insomnia. Mengingat kembali setiap kata yang dikatakan Isyana padaku. Tetapi akhirnya aku tetap tidak mengerti apapun. Aku hanya tahu, apa yang aku lakukan telah mengecewakan Isyana.

Bolak balik di ranjang dan tidak bisa tidur, aku siap-siap pergi minum segelas bir. Kalau tidak besok pasti akan mempengaruhi pekerjaan. Lampu dalam ruang makan masih terang, aku pelan-pelan mendorong pintu terbuka dan melihat Raisa sedang mengambil air.

Raisa mengenakan baju tidur, dia agak terkejut melihatku masuk, dan berkata, “Ugie, sudah begitu malam, mengapa kamu belum tidur?”

Aku bertanya kembali, “Kamu juga belum tidur?”

Selesai mengambil air, dia memasukkan obat di tangannya ke dalam mulut, dan berkata, “Air di dalam kamar habis, aku keluar mengambil air.”

“Masih belum sembuh?”

Meminum air, Raisa menelan obat itu, dia mengangguk. Kemudian keluar dari ruang makan, sebelum keluar, dia sengaja berkata padaku, “Ugie, tidurlah lebih awal.”

Aku mengangguk.

Setelah meminum setengah botol bir, aku baru terasa ngantuk. Kembali ke kamar, aku langsung tertidur. Tetapi dalam mimpi tetap dipenuhi sosok Isyana.

Hari berikutnya setelah bangun, begitu keluar langsung melihat semua orang sudah berpakaian rapi, dan mulai bekerja di ruang tamu. Melihatku keluar, Lulu memelototiku dan bergumam, “Pemalas, baru bangun jam segini.”

Aku baru sadar, ternyata sudah jam 10. Aku tersenyum segan, dan menggaruk rambutku yang berantakan, mengangkat kepala menatap ke arah parkir mobil di luar jendela. Lulu memandang monitor sambil bergumam, “Tidak perlu melihat, orangnya sudah pergi daritadi.”

Gadis ini tahu aku sedang melihat mobil Isyana. Aku pura-pura tidak mendengar, berbalik dan cuci muka.

Tepat ketika Lulu mengatakan ini padaku, Raisa di seberang menatapku dengan tatapan aneh. Dia juga mengerti orang yang dikatakan Lulu adalah Isyana.

Setelah mandi, aku menjadi semangat. Sekarang bukan waktunya memikirkan hal yang berantakan itu, aku harus kembali semangat dan bekerja bersama mereka.

Aku meminta mereka beberapa orang menghentikan pekerjaan mereka dulu untuk sementara waktu dan mulai rapat. Aku mulai mengatur pekerjaan dan berkata, “Mulai sekarang, kalian menghentikan pekerjaan kalian dulu untuk sementara waktu, aku memiliki tugas baru yang membutuhkan kalian semua untuk menyelesaikannya.”

Begitu mengatakan pekerjaan, mereka langsung menjadi serius. Semuanya memusatkan perhatian memandangku.

Novel Terkait

Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu