Love And Pain, Me And Her - Bab 31 Akhir Jalan Ini

Setelah Isyana selesai mengatakan beberapa hal ini, dia berbalik dan menatapku. Dan dengan tulus berkata, "Ugie! Aku harap kamu dapat mengubah karakter kamu yang selalu bersyukur akan segala hal. Sekarang Nogo membutuhkan orang-orang yang berbakat. Aku percaya bahwa selama kamu bekerja keras, kamu pasti dapat mengembangkan bakat kamu. Mari kita semua bantu Nogo keluar dari keadaan sulitnya, oke? "

Karena minum minum, wajah Isyana menjadi sedikit memerah. Sepasang mata berairnya yang besar menunjukkan dia sedang mabuk. Dan ini memberi perasaan yang sangat menawan kepada orang orang.

Suaranya juga sangat lembut. Pada saat itu, Aku memiliki keinginan kuat untuk melindunginya. Aku sebenarnya ingin mendekat dan memeluknya dengan erat.

Tapi aku benar-benar tidak berani melakukan seperti itu. Pada saat yang sama, hatiku juga tersentuh. Aku baru saja berada di Nogo selama sebulan, apapun belum aku lakukan. Tapi Isyana sangat mempercayaiku.

Aku mengangguk dan berkata, " Presdir Mirani, jangan khawatir! Selama aku berada di Nogo, aku akan melakukan yang terbaik untuk membantu Nogo keluar dari keadaan sulit ini."

Isyana tersenyum dan menganggukan kepalanya. Kata-kata aku sangat memuaskannya.

Tapi aku selalu punya pertanyaan yang membuatku penasaran. Aku bertanya dengan hati-hati kepada Isyana, "Presdir Mirani, waktu itu Kalin mengatakan bahwa kamu telah mendorong semua proyek keluar dari satu grup itu. Bolehkah kamu memberi tahu aku kelompok manakah itu? Nogo sekarang berada dalam keadaan sulit, Mengapa kamu mengabaikannya? "

Segera setelah aku berbicara, ekspresi wajah Isyana menjadi sangat dingin. Dia dengan perlahan berdiri dan pergi ke depan jendela. Meskipun sudah tengah malam, diluar jendelanya masih penuh dengan cahaya.

Isyana tidak menjawab pertanyaanku. Dia malah dengan santai berkata, "Ugie, aku sudah ngantuk. Kamu juga kembali dan istirahatlah"

Aku berpura pura tersenyum. Presidenku yang cantik dan muda ini, Berapa banyak rahasia dalam dirinya yang tidak aku ketahui?

Keesokan harinya, Isyana dan aku langsung kembali ke provinsi. Ketika aku melihat Isyana di aula, aku sengaja melihat kebawah dan melihat sepatunya. Yang membuatku kecewa adalah, dia tidak memakai sepatu yang kuberikan padanya. Aku berpikir sendiri, sesuai dengan kelasnya, pasti dia tidak akan suka dengan sepatu yang kubeli untuknya.

Ketika kembali ke perusahaan, aku mulai melipat gandakan upaya aku. Dengan mengunjungi pelanggan pagi dan malam. aku pikir selama sudah bekerja keras, pasti ada balasannya. Siapa tahu, hampir sebulan. Masih belum ada kontrak yang di tandatangani. Aku sebenarnya mulai curiga bahwa aku sama sekali tidak cocok dalam penjualan.

Isyana masih sibuk setiap hari. Selain bertemu sesekali di perusahaan, aku tidak pernah ada kesempatan bergaul dengannya secara personal.

Tapi yang paling menggangguku adalah bahwa berapa juta yang tersisa sudah aku habiskan. Gaji pokok aku di Nogo sudah dikurangi atas nama sewa oleh Isyana. Tetapi yang aku pikirkan pada saat itu adalah bahwa jika aku hanya dapat satu ada dua kontrak dalam sebulan, sama sekali tidak masalah bagi aku untuk menghidupi diri sendiri dengan Komisi. Tapi sekarang sudah hampir dua bulan, dan belum ada satupun kontrak yang tertandatangani. sebenarnya untuk makan saja sudah menjadi masalah.

Sore hari ini, aku sekali lagi tanpa ampun ditolak oleh pelanggan. aku berdiri di bawah sinar matahari terbenam, dengan hati yang sangat tertekan.

saku aku hanya tersisa uang 60 ribu saja, dan untuk makan besok saja hampir tidak cukup. Aku hanya bisa hidup dengan meminjam uang.

Pertama yang terpikirkan oleh aku adalah Robi. Robi benar-benar bunga yang paling indah di antara kami bertiga. Setelah lulus dari Universitas, dia selalu tidak bersedia untuk bekerja, dia adalah trader saham. Alasannya adalah bahwa ketika dia masih di perguruan tinggi, pasar sahamnya mengalami bullish dan dia menghasilkan sedikit keuntungan. Sejak itu, Robi telah memutuskan bahwa dia akan menjadi Warren Buffett di dalam negeri.

Kami tidak tahu banyak tentang dia di pasar saham beberapa tahun terakhir. Tetapi keluarganya dalam kondisi sangat baik, sebenarnya dia tidak bekerja. Kualitas hidupnya jauh lebih tinggi daripada kita.

Kami membuat janji untuk bertemu teman lama kami. Sampai di hari itu, Robi sudah duduk di dekat jendela, sambil minum bir dan makan makanan ringan. Dan Elisna yang duduk di seberangnya, sedang membungkukan badannya untuk mengatur gitarnya.

Begitu duduk, aku mengambil sebotol bir es dan meminumnya dengan banyak. Rasa yang dingin dan enak ini membuat seluruh badan aku menjadi senang.

Robi sambil mengupas kacang bertanya, "Ugie, bagaimana penjualan iklan kamu? Apakah menghasilkan uang?"

Aku minum bir itu seteguk lalu mengangguk, "tentu saja menghasilkan uang. Komisi aku bulan ini diperkirakan 60-80 juta."

Begitu aku berbicara, Elisna tidak menyetel piano lagi. Dia dengan terkejut menatapku. Mata Robi juga membesar, dengan sedikit tidak percaya dia berkata, "tidak mungkin, jangan bilang jual iklan. Jika kamu menjual diri kamu, kamu juga tidak bisa menghasilkan uang sebanyak itu."

Aku memandangnya dengan serius dan berkata, "apakah aku pernah membohongi kamu. Tetapi uang ini dapat diterima bulan depan. Jadi, kamu pinjamkanlah aku uang terlebih dahulu, aku hampir tidak sanggup untuk makan lagi."

Begitu aku selesai berbicara, mereka berdua tertawa. Mereka tahu bahwa tadi hanyalah bualan aku saja.

Robi mengeluarkan kartu bank dari sakunya, melemparkannya ke atas meja, dan berkata dengan murah hati, " kartu ini masih berisi beberapa juta. Kamu pakailah dulu. Kata sandinya kamu tahu"

Aku tidak pernah sungkan dengan Robi, Aku dengan nyaman menerima kartu bank itu. Kami bertiga mengobrol sebentar. Robi bertanya lagi pada Elisna, " Lis, apakah sutradara itu masih mencarimu lagi?"

Elisna menggelengkan kepalanya. Robi menunjuk ke belakang dengan ibu jarinya dan berkata dengan gagah , "Lis, jika si bodoh itu melecehkanmu lagi, beritahukanlah kepada kakak Robi. Kakak Robi akan membunuh bajingan itu”

Sebelum Elisna berbicara, aku sambil melihat Elisna dan berkata, "Lis, kamu mungkin tidak tahu. kakak Robi kamu dulu juga seperti itu”

Elisna menatap kami berdua dengan curiga, dengan ekspresi tidak percayanya.

Aku melanjutkan, "kakak Robi pada saat SMP, mendirikan sebuah geng. Namanya sangat keren, seperti nama jepang, yaitu geng Genji. Ketika geng itu berkembang, guru mereka mengetahuinya. Guru itu bukan tidak mengkritiknya saja, tetapi juga membantu mereka mengubah nama mereka menjadi "kelompok belajar Genji"

Begitu aku selesai berbicara, senyuman Elisna ada di mana-mana. Robi juga memarahi aku sambil tertawa, " kamu pulanglah, kamu hanya mencariku untuk dibuat lelucon."

Kami bertiga mengobrol dan tertawa dengan sangat ramai. Elisna tiba-tiba berbisik kepada kami, "putar kepala!"

Robi dan aku pada saat yang bersamaan melihat ke belakang. Kami melihat dua sosok yang tidak asing masuk. aku tidak bisa akrab dengan dua orang ini lagi. Satu adalah Veni, satunya lagi adalah Raisa.

Ketika Robi melihat mereka, dia segera menoleh ke aku dan berkata, "Ugie, aku tidak mengundang mereka."

Aku tersenyum sedikit, menggelengkan kepalaku, dan tidak mengatakan apa-apa.

Mereka juga tidak menyangka bisa bertemu dengan kita disini. Veni melambai pada kami dan kemudian datang ke arah kami. Raisa sedikit ragu, tetapi akhirnya dia mengikutinya.

Sudah lama menjadi teman baik, tidak mungkin duduk di meja yang terpisah. Begitu mereka duduk, Robi bertanya pada Veni, "bagaimana dengan Sutan ? Kenapa dia tidak datang?"

Begitu mengungkit Sutan, wajah Veni menunjukkan ekspresi penuh kelembutan. Dia menjawab dengan lembut, "dia baru saja dipindahkan kembali ke markas. Dia sangat sibuk setiap hari. Jam pulang kerjanya saja tidak tetap”

Robi dan Veni mengobrol. Tetapi Raisa dan aku diam senyap. Aku sambil minum bir dan melihat keluar jendela.

Suasananya menjadi semakin canggung, Elisna tiba-tiba mengesampingkan gitarnya. Dan berkata kepada aku dan Raisa, "kalian beruda. Meskipun kalian sudah putus, tetapi kalian juga tidak boleh seperti orang asing, bukan? Kalian berdua sangat kaku. Kita semua menjadi tidak nyaman."

Kepribadian Elisna selalu seperti ini. Dia selalu berbicara dengan terus terang, tidak pernah tidak terus terang.

Raisa dan aku tertawa pada saat bersamaan. Raisa terlebih dahulu mulai membuka mulut. Dia menatapku dan berkata, "Ugie, KIMFAR belum kerjasama dengan SHOPI."

Novel Terkait

Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu