Love And Pain, Me And Her - Bab 235 Negosiasi

Kata-kata Robi membuatku tertegun. Samar-samar aku teringat pada saat Veni operasi waktu itu, Robi sepertinya mengatakan Raisa ada di Beijing, jadi Veni tidak punya pilihan lain selain memanggil Robi. Tetapi sudah setengah bulan lebih, Raisa masih belum juga kembali.

Melihat aku hanya diam saja, Robi melanjutkan bicara, “Aku baru saja membuka Weibo karena bosan, kebetulan sekali Raisa membagikan sebuah postingan. Aku rasa lokasinya di Beijing, kamu tidak berniat menemuinya?

Kata-kata Robi membuatku tersenyum pahit. Semua tentang aku dan Raisa sudah menjadi masa lalu. Meskipun kita teman, tetapi di hatiku, aku sudah menganggapnya seperti keluargaku sendiri. Namun sekalipun begitu, aku tidak bisa selalu mengganggu hidupnya tanpa alasan. Bagaimanapun juga, kita semua sudah memiliki awal yang baru. Lagipula, aku bahkan tidak tahu apa yang dilakukannya di Beijing.

Melihat aku masih diam saja, Robi berkata lagi, "Aku baru saja melihat Weibonya, dan aku baru sadar dia sepertinya selalu datang ke Beijing tahun ini. Banyak postingan yang lokasinya di Beijing.”

"Mungkin pergi dinas” Jawabku dengan santai.

Robi merasa aku sepertinya tidak tertarik dengan pembicaraan ini, dia pun menjadi sedikit datar. Hanya berkata, "Baiklah, kalau kamu tidak mau bertemu yasudah! Hatimu saat ini tidak bisa diisi wanita lain selain Isyana.”

Sebenarnya apa yang dikatakan Robi benar juga. Meskipun aku peduli semua tentang Raisa, tapi perhatian ini, sepertinya hanya sebuah kebiasaan. Aku tahu aku tidak bisa melupakannya, tapi perasaan kita yang pernah ada, telah lama memudar seiring berjalannya waktu. Selebihnya hanyalah kesedihan yang samar dalam kenangan.

Setelah meletakkan ponsel, aku bolak-balik dikasur tidak bisa tidur. Otak ini tidak bisa berhenti memikirkan perkataan Robi tadi. Aku masih merasa aneh, sudah berlalu setengah bulan lebih. Raisa masih saja di Beijing, apa benar dia perlu melakukan perjalanan dinas selama itu?

Aku tersadar sudah tengah malam, tapi aku malah tidak mengantuk. Ketika sedang berpikir macam-macam, ponselku tiba-tiba berdering, sebuah nama yang tidak kusukai muncul di layar, "Sepupu Robi".

Aku benar-benar tidak mengerti, apa maksudnya meneleponku di waktu seperti ini. Aku sempat ragu sejenak, berpikir jika dia menutup teleponnya sebelum aku menjawab, aku tidak akan mengangkatnya. Tetapi dia sepertinya sangat sabar, dan ponselku masih saja terus berdering. Apa boleh buat, aku hanya bisa menjawab teleponnya.

Aku mendengar suara asistennya di seberang sana. Suaranya tidak keras, dengan sedikit menyesal, "Halo, Pak Ugie. Saya minta maaf mengganggu Anda saat ini"

Menghadapi nada hati-hati dari asisten itu, aku terpaksa menjawab , "Sudah mengganggu saya, jadi bicarakan saja"

Asisten itu melanjutkan, "Begini, Pak Ugie. Manajer Viali sedang berada di hotel tempat Anda tinggal. Ia ingin bertemu dengan Anda, ada beberapa hal yang ingin dibicarakan, apakah Anda punya waktu sekarang?"

Tengah malam begini, kalau aku bilang tidak punya waktu, siapa sih yang percaya? Tetapi aku masih agak kesal, dengan sengaja berkata, "Waktu sih ada saja, tetapi saya hanya bisa memberi waktu untuk Manajer Viali 15 menit. Bukan karena saya sibuk, tapi setelah 15 menit, saya mau tidur."

Mengingat bagaimana Viali memperlakukanku tadi sore, aku akan membalas semua yang telah dilakukannya.

Asisten itu tentu saja mengerti apa yang aku maksud, dia tertawa dan menjelaskan, "Pak Ugie, dengarkan saya. Pertama, Anda mungkin sedikit salah paham, Manajer Viali memang sangatlah sibuk. Ia tidak bermaksud mengabaikanmu, jika iya, ia tidak akan meminta untuk bertemu Anda saat ini. Kedua, saya mengerti maksud Anda. Namun sebagai seorang pria yang lembut, kata-kata yang tadi Anda ucapkan, hanya bercanda, bukan? "

Keahlian asisten itu dalam bicara, membuat saya sedikit merasa tidak enak hati. Memang, tidak ada artinya terlalu banyak perhitungan dengan seorang wanita. Selain itu, dia sudah berinisiatif untuk datang ke hotel, kalau aku terus seperti ini, aku terlihat terlalu perhitungan.

Setelah meletakkan telepon, aku mengenakan pakaianku dan langsung pergi ke kafe hotel. Kafe ini buka 24 jam. Begitu memasuki pintu, aku melihat Viali duduk di sofa dengan secangkir kopi didepannya. Dia memegang sebuah dokumen, memandanginya dengan serius.

Jika bukan karena asisten menyadarkannya, dia tidak tahu bahwa aku sudah turun. Melihat aku datang, Viali dengan muka datarnya membuat gerakan mempersilahkan dengan tangannya ke arah ke sofa didepannya, "Ugie, silakan duduk!"

“Mau pesan minum apa?” Asisten itu berinisiatif menanyakan.

“Air putih saja!”

Aku awalnya sudah tidak bisa tidur, jadi aku tidak mau minum kopi, kalau tetap minum malam ini pasti tidak bisa tidur.

Begitu air diantarkan, saya langsung meneguknya sedikit. Saya menatap Viali dan bertanya, “Manajer Viali, ada apa mencari saya larut malam begini?”

Viali meneguk kopinya. Dia menatapku dan berkata dengan tenang, "Ini tentang sepupuku si pembuat onar itu. Aku ingin meminta bantuanmu."

Saya melihat Viali, sudah dapat ditebak apa yang akan dia katakan. Benar saja, apa yang dia katakan tidak jauh berbeda dengan apa yang aku bayangkan.

“Ugie, bisakah kamu membantuku membujuknya untuk kembali ke Beijing?"

Saya tersenyum pahit, menatap Viali dan berkata, "Manajer Viali! Meskipun aku adalah teman baik Robi, Robi bukan anak kecil. Apakah Anda pikir dia akan kembali setelah mendengarkan kata-kataku? Lagipula, semua orang mempunyai hak untuk menentukan hidupnya sendiri. Kamu memilikinya, Robi juga memilikinya. Aku merasa kamu agak tidak sopan ikut campur kehidupan Robi seperti ini. "

Karena aku tidak menyukai Viali, jadi aku tidak peduli dengan apa yang aku katakan.

Viali mencibir, dia menatapku dengan tatapan dingin.

"Kalau begitu aku ingin bertanya padamu! Menurutmu apakah sopan seorang pria menyebut wanita"cewe kepo"di belakang?”

Tiba-tiba aku merasa malu! Bahkan tidak berani memandang Viali. Robi, bajingan itu, benar-benar mengatakan kepadanya apa yang aku katakan tentang sepupunya.

Untuk menutupi rasa malu, aku mengambil gelas dan meneguk air dengan canggung. Viali melanjutkan, "Tapi aku tidak keberatan dengan apa yang orang lain katakan tentang aku di belakang, aku juga sudah terbiasa. Selama bertahun-tahun ini, aku sering mendengar perkataan yang lebih menyakitkan dari pada itu."

Sebenarnya Viali paling-paling hanya dua atau tiga tahun lebih tua dari kita. Tapi dia memang menunjukkan kalau dia jauh lebih dewasa dan lebih tenang daripada kita.

Aku memandang Viali dengan canggung dan berkata dengan menyesal, "Manajer Viali, aku minta maaf. Ini memang salahku."

Aku salah, tentu saja harus mengakuinya. Hanya saja aku masih kesal dengan Robi, si bajingan yang tidak setia kawan itu. Bisa-bisanya perkataan seperti ini diberitahukan ke sepupunya.

Viali masih menggelengkan kepalanya. Dia menatapku dan berkata tanpa ekspresi, "Mari kita bicara tentang Robi! Aku pikir kamu sebagai teman baik Robi, tentu saja peduli padanya. Apalagi aku sebagai anggota keluarganya, pastinya lebih peduli lagi. Karena itu aku tetap ingin kamu membantuku meyakinkan Robi untuk kembali ke Beijing "

Aku tersenyum pahit, Viali sangat gigih. Apa yang baru saja aku katakan sudah sangat jelas, tetapi dia masih saja bersikeras.

Novel Terkait

My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu