Love And Pain, Me And Her - Bab 30 Tidak Bisa Lebih Berubah Lagi

Setelah Isyana selesai bicara, dia dan Bong Casa tersenyum. Bong Casa menatap Isyana lalu berkata dengan serius, “Presdir Mirani, Aku tetap saja harus meminta maaf kepadamu. Projek ini yang bertanggung jawab adalah Presdir Rehan dan ini adalah hal yang sudah diputuskan oleh perusahaan. Mengubah keputusan dan cara dengan seenaknya bukanlah gaya Bong Casa dalam melakukan sesuatu. Tapi aku sangat senang sekali hari ini bisa mengenal Presdir Mirani dan Ugie. Jika kedepannya ada kesempatan lain, aku sangat bersedia bekerja sama dengan perusahaan Nogo.

Hasil ini sudah aku tebak dari awal. Sebaliknya Isyana tersenyum pahit. Walaupun Isyana tidak ikhlas tapi dia juga tak berdaya.

Setelah mengantar pergi Presdir Bong Casa dan istrinya. Aku baru saja bersiap kembali ke kamar, tiba-tiba Isyana berteriak memanggilku, “ Ugie, berhenti!”

Aku berdiri di depan pintu kamar, menoleh dan menatap Isyana. Isyana juga menatapku dengan tanpa ekspresi.

Selanjutnya, dia melangkah satu persatu perlahan berjalan ke depanku. Isyana berjalan cukup lambat, Padahal jelas sudah begitu dekat denganku. Tapi tetap saja dia masih berjalan maju ke arahku.

Aku panik dan tanpa sadar mundur ke belakang. Seluruh tubuhku bersandar di depan pintu. Sedangkan Isyana baru berhenti setelah jaraknya beberapa cm dariku.

Dia berdiri begitu saja di depanku. Ekspresinya semakin lama semakin dingin, kedua mata cantiknya melotot bulat ke arahku.

Dan jarak kami berdua sangatlah dekat. Sampai mungkin cukup aku menggerakkan kepalaku saja maka akan bisa menempel di wajah Isyana. Tapi melihat pose Isyana yang seolah akan memakan orang itu, dipukul sampai matipun aku tidak akan berani melakukan itu.

Isyana memelototiku, bertanya dengan wajah tak berekspresi, “Ugie, Aku tadi sudah memberikanmu isyarat untuk tidak mengucapkan omong kosong apapun. Tapi kenapa kamu masih saja mengucapkannya? Hari ini padahal jelas-jelas kita punya kesempatan untuk merubah pemikiran Presdir Bong Casa, tapi pada akhirnya kamu yang sok tahu itu begitu saja menghanguskan kesempatan itu.”

Isyana terlihat sangat marah. Tapi melihat dirinya sekarang malah membuatku merasa lucu. Demi untuk tidak sampai bersentuhan dengannya aku menyandarkan tubuhku lebih dekat ke pintu. Lalu aku berkata dengan hati-hati,

“Presdir Mirani, Kamu menjauhlah sedikit dariku. Tengah malam begini, wanita dan pria single berdiri begitu dekat. Aku takut aku tidak bisa menahan diri untuk melakukan kesalahan dan dosa.”

Aku sengaja menggoda Isyana, ingin untuk menghangatkan situasi. Siapa juga yang tahu selepas ucapanku itu, malah melihat Isyana mengangkat kakinya, selanjutnya, aku kesakitan ‘Jreeekkk’. Isyana bisa-bisanya menginjak kakiku dengan sekuat tenaga.

Aku menggertakkan gigi kesakitan. Tapi Isyana sama sekali tidak peduli. Dia berkata dengan penuh kebencian, “Kamu dari awal telah selesai melakukan kesalahan! Ugie, Kamu ini ya terlalu sombong! Kita ini bekerja di periklanan. Adapun mengenai bagaimana mereka perusahaan KIMFAR berkembang dan bagaimana produk positioningnya, itu semua tidak ada hubungannya dengan kita. Kamu malah membicarakannya dan malah menyia-nyiakan kesempatan terbaik yang kita punya. Kali ini kita sia-sia pergi ke kota Hainan ini. Projek ini sudah sama sekali tidak ada harapan lagi. "

Semakin Isyana bicara, dia jadi semakin marah. Sampai pada akhirnya, Isyana berbalik dan kembali duduk di sofa. Menuangkan segelas anggur merah lalu meneguknya sampai habis. Lalu dia tidak memedulikanku lagi. Duduk di sana dengan emosi, matanya menatap ke luar jendela.

Aku berjalan perlahan ke hadapannya lalu berkata dengan suara pelan, “Presdir Mirani, kamu benar-benar marah?”

Isyana tidak berkata apapun, aku menelan ludah di tenggorokan lalu berkata lagi, “ =Presdir Mirani, selanjutnya semua ucapan yang akan kukatakan padamu ini adalah ucapan tulus dari hatiku. Aku harap kamu bisa mendengarkan dan memikirkannya.”

Isyana masih saja duduk tak bergerak. Sedangkan aku berusaha berkata dengan sangat serius, “Presdir Mirani, Walaupun aku tidak tahu apa yang telah terjadi. Tapi aku tahu, Perusahaan Nogo berada dalam masa sulit. Tapi aku percaya, berdasarkan dengan kemampuan bersama yang dimiliki kita semua, pasti bisa melewati masa sulit dan kristis ini. Prestasi dan kinerja penjualan memang turun, tapi kita selanjutnya bisa berusaha lebih keras lagi di penjualan.

Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, Isyana menoleh dan melihatku lalu berkata masih dengan dinginnya, “Bekerja keras selanjutnya? Projek yang sebegitu besar begitu saja terbang. Mau bekerja keras gimana lagi?”

Aku melihat Isyana dengan senyum masam lalu lanjut berkata, “ Presdir Mirani, apa kamu masih belum mengerti juga? Presdir Bong Casa sama sekali tidak berniat untuk ikut campur dalam bisnis projek ini. Dia telah memberikan projek ini kepada Rehan. Meskipun kita bicara panjang lebar hari ini, dia tetap tidak akan mengubah pemikirannya.”

Isyana menghela nafas, wajahnya menghangat tapi masih saja Isyana bertanya kepadaku, “Paling tidak kita kan bisa mendiskusikan kerja sama kedepannya? Kamu malah bicara mengenai produk positioning apalah itu, apa menurutmu itu adalah hal yang bisa ditentukan oleh Presdir Bong Casa ? Keputusan itu adalah keputusan yang ditentukan dalam rapat dewan direksi perusahaan.”

Aku tersenyum masam, menghela nafas lalu berkata lagi, “Ini juga cara satu-satunya, tidak ada cara lain lagi. Atau mungkin dengan begini, ada satu kesempatan untuk membalikkan hasilnya.”

Mendengar ada kesempatan ini, Isyana menatap Ugie dengan tatapan tidak mengerti, lalu bertanya lagi, “Apa maksud ucapanmu ini?”

Aku menggelengkan kepala pelan-pelan lalu menjelaskan kepadanya, “Jika hal ini berhasil, aku akan memberitahumu apa sebenarnya yang aku pikirkan. Tapi jika hal ini tidak berhasil maka tidak ada keharusan untukku mengatakannya atau tidak.”

Isyana menatapku, dia menggelengkan kepala tak berdaya.

Sebenarnya aku bukannya ingin bertele-tele dengan Isyana, Karena aku sendiri juga sedang bertaruh, aku bertaruh mengenai langkah selanjutnya dari Bong Casa. Tapi semuanya hanya omong kosong jika diucapkan sebelum Bong Casa melakukan gerakan selanjutnya.

Melihat Isyana tidak bicara, Aku terpaksa hanya bisa berkata, “ Presdir Mirani, sedikitkan minum anggurnya. Istirahatlah lebih awal. Aku kembali duluan.”

Selesai bicara, Aku berbalik dan bersiap akan pergi. Tapi Isyana tiba-tiba berkata, “ Ugie, temani aku duduk sebentar.”

Suara Isyana seolah memberikan perasaan tak bertenaga begitu lemah kepada orang lain. Ini sangat berbeda dengan kesan dia di perusahaan yang begitu dingin dan arogan. Tidak tahu kenapa, melihat sosoknya sekarang yang terihat khawatir dan tidak senang, dalam hatiku aku merasa sedih.

Aku tidak berani berdebat lagi dengannya dan aku hanya duduk diam di hadapannya. Tidak lama kemudian, Isyana tiba-tiba berkata, “Ugie, aku tebak kamu selalu penasaran. Aku kenapa begitu berusaha keras untuk menarikmu bekerja di perusahaan Nogo ini kan.”

Aku mengangguk. Perihal ini aku memang selalu ingin tahu jawabannya.

Isyana menggoyangkan perlahan gelas anggurnya lalu berkata perlahan, “Sebenarnya sederhana saja. Perusahaan Nogo membutuhkan orang berbakat dan kompeten sekarang. Ingatkah ketika pertama kali kita bertaruh, Kamu membuatku menyadari kemampuanmu ketika kamu mengerjakan proposal rencana mengenai semangka. Tapi aku tidak menyangka, ketika aku sudah setuju kamu bergabung dan bekerja di perusahaan Nogo, kamu malah tiba-tiba menolakku. Kemudian aku bertanya kepada Profesor Li, penilaiannya terhadapmu sangat tinggi. Sehingga, aku jadi semakin bertekad dengan keputusanku sendiri yaitu harus menarikmu bekerja di perusahaan Nogo.”

Aku berusaha tersenyum, lalu berkata dengan candaan, “Selama ini aku selalu mengira, itu karena aku tampan loh. Sehingga kamu ingin aku masuk dan bergabung di perusahaan Nogo ini.”

Candaanku sama sekali tidak lucu. Isyana tetap saja tidak bergerak. Dia berkata diam-diam, “Tapi, Profesor Li juga sudah bilang. Kamu adalah orang yang gampang beradaptasi dan puas. Permintaan terhadap kualitas hidup tidak terlalu tinggi. Jika dikatakan dalam bentuk negatif, kamu adalah orang yang tidak punya ambisi. Kalau tidak, dengan kemampuan yang kamu miliki, harusnya kamu pasti dari awal sudah naik jabatan di perusahaan lama.”

Aku tersenyum masam. Apa yang dikatakan Isyana tidak salah. Aku dulu memang tidak punya ambisi. Aku sudah puas hanya dengan memberikanku gaji yang normal dan bisa bersama dengan Raisa.

Tapi Isyana tidak tahu. Beberapa hari yang lalu, setelah percakapanku dengan Raisa waktu itu, pemikiranku sekarang sudah berubah. Aku harus berusaha keras. Aku harus berdiri di posisi yang membuat mereka melihatku begitu tinggi. Khususnya harus membuat Rehan memandang tinggi diriku.

Novel Terkait

The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu