Love And Pain, Me And Her - Bab 290 Beban Pikiran Isyana Mirani

Seharusnya ini adalah pemandangan yang sangat hangat, tetapi tidak tahu mengapa, hatiku merasa sedikit masam. Setelah tiga orang itu meminum segelas alkohol sampai habis dengan satu teguk, suasana disana menjadi semakin meriah lagi.

Semua orang mulai secara bergilir memberi ucapan selamat kepada Sutan dan Veni. Awalnya aku juga ingin mengucapkan selamat kepada mereka dengan segelas alkohol, tetapi aku tidak tahu harus berkata bagaimana. Akhirnya aku hanya minum sendiri, dan tidak mengucapkan selamat kepada mereka.

Setelah Elisna bersulang kepada dua orang yang berbahagia itu. Dia mengambil gitar, berlari ke panggung dan bernyanyi. Begitu senar gitar berbunyi, mata semua orang langsung terfokus kepada Elisna. Elisna yang menjadi sorotan, seperti biasa memancarkan auranya yang cantik dan mulai bernyanyi:

"Waktu tidak bisa dikembalikan

Masa lalu hanya bisa dikenang

"

Nyanyian Elisna tampaknya telah menarik semua orang menjadi bernostalgia. Semua orang tidak berbicara, dan hanya menikmati lagu itu.

Aku yang sedang menikmati lagu itu, tiba-tiba disenggol-senggol oleh Lulu. Dia memancungkan mulutnya memberi isyarat kepadaku bahwa Isyana sedang duduk sendiri dan bengong melihat Elisna di sebelah sana.

Lulu berbisik ke telingaku: "Ini adalah kesempatan yang bagus, kamu tidak boleh melewatkannya. Kamu cepat pergi ngobrol dengan Presdir Mirani, mungkin saja kamu akan mendapatkan harapan."

Kata-kata Lulu membuat hatiku berdebar. Tanpa ragu-ragu dan basa-basi lagi, aku langsung berdiri dan berjalan menghampiri Isyana.

Kedatanganku yang tiba-tiba tampaknya sedikit membuat Isyana terkejut. Dia melihatku dan tersenyum, lalu melihat kembali ke panggung. Aku pun langsung duduk di sebelahnya, memegang gelas bir dan berbisik padanya: "Isyana, aku sudah lama tidak minum bersamamu. Ayo, kita bersulang!”

Minuman Isyana adalah anggur merah. Dia mengangkat gelas anggur itu, menyulangkannya dengan pelan lalu mengesap anggur tersebut.

Segera setelah meletakkan gelas anggurnya, Isyana berbalik dan bertanya dengan santai kepadaku: "Bagaimana perkembangan Studio kerja kamu?"

Karena dukungan finansial dari Kak Wang, aku menjadi lebih percaya diri daripada sebelumnya. Aku mengangguk kepada Isyana dan berkata: "Lumayan, jika berjalan sesuai rencana, tahun depan aku sudah bisa membukanya secara resmi!"

Isyana tersenyum, dan berkata dengan sopan: "Selamat! Jangan lupa kirimkan aku undangan ketika kamu sudah membuka bisnis!"

Aku masih tersenyum dan menganggukan kepala. Meskipun kesalahpahaman sebelumnya telah dijelaskan dengan jelas kepada Isyana.Tetapi tidak tahu mengapa, kami tidak lagi senyaman dulu ketika duduk bersama. Tampaknya dinding yang tidak terlihat benar-benar memisahkan kita satu sama lain. Kami sangat sopan dengan satu sama lain, seperti sopan dengan orang yang baru dikenal.

Aku menghela nafas di dalam hatiku. Aku ingin mencoba yang terbaik untuk menyingkirkan perasaan canggung itu. Aku menundukkan kepala dan melihat ke sepatu Isyana. Isyana merasa sedikit aneh, dia menatapku dan bertanya: "Ugie, apa yang sedang kamu lihat?"

Aku berpura-pura santai dan bercanda dengannya: "Aku sedang mengecek apakah tali sepatumu terbuka lagi atau tidak?"

Isyana mulai tertawa. Kali ini, dia tertawa terbahak-bahak. Dia menatapku dan berkata dengan santai: "Ugie, apakah kamu tahu? Sewaktu kamu mengikat sepatuku, aku merasa sangat terkejut. Aku tidak menyangka kamu bisa mengikat sepatuku di depan banyak orang."

Aku mengambil gelasku dan minum banyak lalu dengan tersenyum mengatakan: "kenapa, apakah kamu tidak terbiasa? Mungkin saja kamu akan terbiasa."

Aku secara tidak langsung mengutarakan pemikiranku. Pada saat yang sama, aku dengan hati-hati mencoba menguji Isyana.

Isyana tertawa, tetapi kemudian dia menghela nafas dan berkata : "Aku suka perasaan seperti ini! Sayangnya, perasaan ini datang terlalu terlambat."

Aku tahu, Isyana masih mengeluh bahwa aku tidak memperlakukannya dengan cukup baik sebelumnya.

Aku sedikit memaksakan tertawaanku, menatap Isyana dan berkata dengan tulus: "Isyana, apakah kamu bisa memberikan 1 kesempatan lagi? Jika bisa, aku bersedia setiap hari mengikatkan tali sepatumu."

Isyana tersenyum. Dia menunduk dan melihat ke gelas yang ada di depannya. Setelah beberapa saat, dia melihatku kembali dan berkata dengan lembut: "Ugie, aku sungguh-sungguh ingin memberimu kesempatan, karena ini bukan hanya kesempatan untukmu. Aku juga sama denganmu, aku ingin memberi diriku sendiri 1 lagi kesempatan. Tetapi aku benar-benar terlalu sibuk sekarang , terlalu sibuk untuk memikirkan masalah ini. Jika hari ini Veni tidak mengundangku, seharusnya aku masih sedang bekerja. Kamu juga tahu situasi PT.Nogo sekarang, jadi aku sekarang masih tidak ingin memikirkan tentang masalah hubungan. Jika suatu hari, PT. Nogo internasional sudah mulai kembali normal. Mungkin pada saat itu, aku akan mulai mempertimbangkan tetang perasaanku kepadamu. "

Jawaban Isyana, sama sekali tidak membuatku terkejut. Setelah melalui berbagai rintangan dan massalah, pandangannya tentang percintaan sudah menjadi berubah.

Aku menyalakan sebatang rokok dan mengisapnya dalam-dalam. Aku menundukkan kepala dan bermain dengan mancis di tanganku, Mancis ini adalah pemberian dari Isyana.

Setelah beberapa saat, aku mengangkat kepalaku dan berkata kepada Isyana: "Isyana, aku bersedia menunggu. Tunggu sampai PT. Nogo Internasional menjadi normal kembali dan kamu juga sudah mulai mau mempertimbangkan perasaanmu . Selama kamu masih belum menikah, aku akan selalu menunggumu. Jikalau kamu sudah menikah, aku juga akan menunggu saat kamu bercerai. "

Berbicara tentang ini, aku mulai tertawa. Isyana juga ikut tertawa, dia menatapku dan berkata dengan sedikit jengkel: "Aku belum menikah saja, kamu sudah mengutukku agar bercerai."

Berbicara tentang itu, kami berdua pun tertawa.

Aku khawatir ini adalah pertama kalinya kami begitu santai sejak aku keluar dari PT. Nogo internasional.

Isyana mengambil gelasnya dan tiba-tiba meminumnya sampai habis. Lalu dia menatapku dan berkata: "Ugie, aku akan mengucapkan beberapa hal dari dalam hatiku. Sebenarnya, belakangan ini sangat sulit bagiku. Tidak tahu kenapa? Aku selalu dalam keadaan panik, dan selalu bangun dalam tidurku. Aku selalu berpikir aku bisa menjadi wanita yang mandiri dan kuat. Tetapi sekarang aku menyadari bahwa aku tidak cocok untuk menjadi wanita independen. "

Karena minum alkohol, wajah Isyana mulai berubah menjadi kemerahan. Aku tahu bahwa apa yang dia katakan tidak ada kaitannya dengan hubungan kita, tetapi tentang pekerjaan.

Aku tidak bisa tidak khawatir tentangnya. Aku menanyakan kepadanya dengan hati-hati: "Isyana, hutangmu kepada CB begitu banyak. Dari mana kamu bisa mencari uang sebanyak itu?"

Ketika aku masih di PT. Nogo Internasional, aku sudah menanyakan hal ini lebih dari sekali. Tetapi setiap kali aku bertanya, kita hanya akan bertengkar. Mungkin di mata Isyana, aku bertanya karena aku tidak percaya padanya.

Namun, kali ini, Isyana sama sekali tidak menunjukkan perlawanan. Dia mengambil nafas dalam-dalam dan mulai berkata dengan pelan: "dua vila dan tiga rumah untuk usaha semuanya digadaikan ke bank. Ditambah uang tunai, saham, obligasi, dan likuiditas perusahaan aku. Semua ini jika digabung, akan cukup untuk membayarnya."

Setelah Isyana mengatakannya, dia menambahkan lagi: “Don Juan Romino ingin memberikanku sedikit dana, tetapi aku tidak mau!"

Novel Terkait

Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu