Love And Pain, Me And Her - Bab 527 Persahabatan

Akhirnya cinta hanya meninggalkan bekas luka dan tidak berdaya kepada Veni.

Veni menoleh ke arah Robi, lalu tersenyum dan berkata "Robi, besok aku dan Bagas sudah mau pulang. Setelah pergi, aku tidak akan kembali lagi. Aku tidak tahu juga apakah kita akan berpisah selamanya. Tetapi aku tahu, mungkin saja kita tidak akan bertemu lagi dalam waktu yang lama. Di dalam kota ini, aku hanya merindukan kalian. Sementara di antara kalian semua, aku paling khawatir denganmu …”

Veni baru saja mulai bicara, suaranya sudah semakin serak. Raisa dan Isyana juga ikut meneteskan air mata, hidungku juga ikut pedih.

Pada beberapa hari yang lalu, Jane telah pergi, Elisna juga ikut pergi. Namun hanya beberapa hari kemudian, Veni juga akan pergi. Aku melihat semua temanku yang pergi dengan perlahan-lahan, sejenis rasa kesepian yang merasuki tulang membuatku mengeluh kehilangan.

Bagas memberikan selembar tissue kepada Veni, Veni menerimanya. Dia menyeka air mata sendiri, lalu menatap Robi dan menarik sebuah senyuman paksa, setelah itu berkata dengan nada lembut "Robi, aku tidak tahu harus berterima kasih padamu atau harus benci padamu ! Kamu telah banyak membantuku, harusnya aku berterima kasih padamu. Tetapi aku sama sekali tidak ingin melakukannya. Aku ingin menyalahkanmu, menyalahkanmu dengan sepenuh hati ! Menyalahkan kamu yang terlalu pengecut pada saat itu, kenapa kamu tidak mau mempertahankan lagi. Apabila pada saat itu kamu mempertahankan lagi, kita pasti akan bersama, iya kan ? Kamu pasti akan sangat menyayangiku dan sangat mencintaiku. Kamu pasti tidak tega membohongiku dan menyakitiku, iya kan ? Robi !”

Veni sudah menangis tragis. Sementara Robi yang terkesan kuat pada biasanya juga meneteskan air matanya. Dia menatap Veni, lalu berkata dengan perlahan-lahan "Veni, aku yang salah ! Semua ini kesalahanku ! Tetapi mengapa kamu bahkan tidak mau memberikan sebuah kesempatan pertolongan kepadaku ? Kamu tahu tidak, Veni, demi dirimu, aku rela mengorbankan segalanya …”

Robi masih belum selesai berbicara, Veni langsung memotong pembicaraannya. Dia sambil tersenyum pahit dan sambil menangis, akhirnya menggeleng kepala terhadap Robi dan berkata dengan nada ringan "Sudah telat, Robi ! Kita tidak mungkin bersama lagi. Kita bertemu di masa yang paling indah, namun juga berpapasan di masa yang paling indah ini. Semua ini sudah menandakan kalau tidak ditakdirkan bersama. Namun Robi, aku berharap kamu jangan melupakanku, boleh ? Aku berharap biarpun waktu telah lama berlalu, kamu tetap akan ingat denganku, ingat dengan seorang gadis yang bernama Veni. Gadis ini pernah berkata kepadamu bahwa meskipun dia tidak pernah mencintaimu, namun dia pernah menyukaimu dengan setulus hati. Dia sudah hampir jatuh cinta padamu …”

Veni selesai berkata, dia mengangkat kepalanya untuk menatap Robi. Sedangkan Robi juga memejamkan matanya dengan perlahan-lahan, dua tetes air mata yang jernih mulai mengalir melalui wajahnya dan menetes ke lantai. Setelah itu Robi mengangguk kepalanya dengan kuat.

Veni sudah menangis mati-matian. Raisa yang berada di samping Veni sedang menepuk pundaknya dengan gerakan ringan. Dia menghibur Veni "Veni, seandainya kamu sudah mengambil keputusannya, aku juga tidak mau menasihati kamu lagi. Ingat ya, pada saat menikah, kamu pasti harus memberitahuku. Tidak peduli betapa jauhnya atau betapa sibuknya, aku pasti akan menghadiri acara pernikahanmu …”

Suara Raisa sangat lembut. Kata-katanya juga mewakili pemikiranku.

Namun sayangnya, Veni malahan menggeleng kepala dengan perlahan-lahan, lalu berkata dengan suara serak "Tidak perlu lagi, seandainya akan pergi, maka tetap saja harus meninggalkan semua ini. Aku pulang di hari ini, dikarenakan ingin perpisahan dengan masa laluku. Setelah pulang dengan Bagas , aku hanya ingin diam-diam menjadi seorang guru sekolah dasar. Seandainya tidak bisa menjadi seorang ibu, aku harus lebih menyayangi anak orang lain lagi. Raisa, Ugie, kalian jangan menyalahkan aku yang terlalu egois ini. Serius, apabila bertemu dengan kalian, aku akan terbayang dengan semua kejadian di masa lalu. Aku benar-benar tidak ingin mengenang masa lalu lagi, karena kenangan ini, terlalu menyengsarakan ….”

Suara Veni menjadi semakin serak.

Aku menahan air mata sendiri dan mengangguk kepada Raisa, lalu berkata "Raisa, kita turuti saja keinginan Veni ….”

Aku berkata demikian karena aku percaya bahwa persahabatan kami tidak akan terhalang oleh batasan lokasi dan juga tidak akan memudar meskipun kami tidak saling menghubungi. Mungkin saja pada suatu harinya, Veni sudah bisa melepaskan segala kenangan pahit di masa lalu, sampai saat itu dia pasti akan muncul lagi di hadapan kami semua.

Perkumpulan pada kali ini sudah menjadi sebuah perpisahan. Kami semua sangat sedih dengan perpisahan kali ini.

Robi terus mengisap rokok. Sejenak kemudian, dia mengangkat kepala dan menatap Bagas , lalu berkata dengan perlahan-lahan "Pak Bagas, aku Robi bukan orang yang hebat, namun hingga saat ini, aku jarang memohon kepada orang. Hari ini akan ingin memohon sesuatu padamu ….”

Bagas langsung mengangguk terhadap Robi, lalu berkata dengan gaya polos "Robi, kamu bilang saja, asalkan aku dapat melakukannya, aku pasti akan mewujudkan permintaanmu ….”

Robi tersenyum pahit, dia menatap Bagas dan lanjut berkata "Sebenarnya sangat sederhana, anggap saja membantuku untuk menjaga Veni. Kondisi kesehatan Veni kurang baik, fasilitas pengobatan di tempat kalian juga kurang memadai. Apabila Veni terjadi sesuatu, dia belum tentu mau memberitahuku. Tetapi aku mohon kepadamu, apabila benaran terjadi sesuatu, kamu pasti harus menghubungiku. Baik pergi ke provisi maupun ibu kota, semuanya bisa ….”

Bagas melirik Veni yang masih menyeka air mata, setelah itu dia mengangguk kepada Robi dan berkata "Robi, kamu tenang saja ! Aku pasti akan menjaga Veni, aku akan baik kepadanya. Mengenai hal ini, kamu dan teman-teman lain boleh tenang. Apabila pada suatu saat, Veni benar-benar sudah melepaskan masa lalu, aku juga sangat berharap kalian bisa bertamu ke rumahku ….”

Meskipun Bagas tinggal di desa, namun kata-kata yang dilontarkan juga sangat menenangkan hati. Aku mengeluh nafas, mungkin saja pilihan Veni memang benar. Mungkin saja orang yang bersifat jujur dan polos adalah pasangan yang paling serasi bagi Veni.

Isyana yang tidak berbicara dari tadi tiba-tiba mengambil botol bir, selanjutnya menuangkan bir ke dalam gelas semua orang. Aku menatap Isyana, matanya sudah merah membengkak karena tangisan tadi. Setelah habis menuang, dia memegang gelas dan berkata kepada Veni dan kami semua "Veni, aku menghargai keputusanmu. Tetapi aku juga berharap, tidak peduli masalah apa yang kamu hadapi pada masa depan, kamu harus ingat denganku dan ingat dengan semua sahabatmu. Meskipun perjalanan hidupmu semakin jauh, kamu juga tetap harus ingat, dalam kota yang dingin ini, masih ada kami semua, masih ada orang yang pernah menemani hidupmu, kami semua akan merindukanmu. Aku sulang padamu dan juga pacarmu, semoga kalian bisa mewujudkan impian dan dapat bersama hingga selamanya. Setelah menghabiskan bir ini, aku masih ingin menyampaikan sesuatu kepada kalian semua ….”

Meskipun Veni sedang menangis, namun dia tetap saja berusaha tersenyum kepada kami. Setelah itu dia juga sulang kepada kami semua dan menghabiskan bir di dalam gelasnya.

Novel Terkait

Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu