Love And Pain, Me And Her - Bab 516 Kembalinya Veni

Memegang gelas bir, aku menatap ke Amori dan berpikir bagaimana aku akan menangani hubungan ini kalau dia. Setelah berpikir beberapa saat, aku tetap tidak mendapat jawaban yang bisa memuaskan diriku.

Amori melihat ke Elisna dan menghela nafas yang panjang sebelum berkata dengan suara rendah: "Elisna, aku adalah orang yang tidak memiliki ambisi. Kehidupan ideal yang aku kejar adalah kehidupan biasa yang damai dan stabil. Sementara kamu memiliki cita-cita dan ambisi sendiri. Meskipun aku bisa menahan tubuh kamu, aku juga tidak bisa menahan impian dan cita-cita kamu. Sebenarnya aku iri kepada kalian-kalian yang memiliki cita-cita sendiri. Sayangnya, aku tidak ada! Jadi, aku tidak akan menghentikan kamu, aku juga tidak ingin menjadi beban kamu. Aku pernah muncul di duniamu, hal ini sudah cukup bagiku. Satu-satu hal yang aku bisa lakukan sekarang adalah berdoa untuk kamu secara tulus agar kamu bisa menyatakan impianmu secepatnya"

Amori mengatakan semua itu dengan tenang. Tetapi aku bisa melihat, di belakang ketenangan itu adalah tidak berdaya dan sakit hati yang dalam. Demi merelealitaskan impian Elisna, Amori memilih untuk mengakhiri cinta antara dia dan Elisna.

Aku bertanya kepada Amori: "Amori, selain putus, apakah tidak ada jalan ketiga lagi? Contohnya kamu terus bersama dengan Elisna, dia juga lanjut mengejar cita-citanya dengan kondisi kamu masih menjalani kehidupan yang kalian familier"

Aku ingin mencoba agar mereka memiliki kesempatan untuk kembali ke kondisi dulu. Tetapi Amori hanya tertawa dengan pahit sambil menggelengkan kepalanya, dia melihatku dan berkata dengan nada suara datar: "Kalaupun begitu, bukannya pada akhirnya kami akan berpisah juga?"

Pertanyaan Amori membuatku tidak tahu harus menjawab apa. Karena kami semua tahu asal Elisna menginjak ke dalam industri hiburan, dia dan Amori tidak akan memiliki masa depan lagi.

Aku menghela nafas panjang dengan tidak berdaya. Kemudian menyalakan rokokku dan melihat ke kedua orang itu dengan diam.

Elisna mengisi gelas sampai penuh lagi, kemudian menatapku dan Amori sambil berkata dengan tenang: "Di dunia ini tidak ada perjamuan yang tidak berakhir. Setelah minum gelas ini, aku akan pulang dulu. Ugie, Amori, mau bagaimanapun, kalian adalah orang yang paling penting di dalam kehidupanku. Ugie memberiku pertemanan dan Amori membuatku tahu apa itu cinta. Aku berpikir, mau berada di mana pun, aku pasti akan ingat dengan kalian, terima kasih"

Setelah Elisna berkata, dia pun menghabiskan semua bir yang berada di gelas. Aku dan Amori saling menatap sebelum diam-diam menghabiskan bir yang berada di gelas kami juga.

Setelah itu, Elisna pun berdiri. Aku dan Amori mengantar dia keluar. Pada detik dia masuk ke dalam mobil, aku melihat jelas ada setetes air mata mengalir ke pipinya dengan jelas.

Sejak lulus kuliah, kami sepertinya telah terbiasa dengan berpisah dengan sedih. Tetapi ketika aku melihat air mata Elisna yang jernih itu, hatiku tetap merasa kesakitan. Ada satu teman baik lagi yang berpisah dengan kami.

Amori terus berdiri di tempat sampai taksinya pergi, dia baru menghela nafas panjang dan pulang ke restoran bersamaku.

Saat makan, kami berdua terdiam. Kami terus minum bir dan merokok, melihat wajah Amori yang sedih, aku teringat lagi dengan penampilanku waktu putus bersama Raisa.

Ada yang putus karena cinta, sementara ada yang malahan menikah tanpa cinta, contohnya Sutan dan Wulandari.

Di satu hari sebelum Sutan menikah, aku pergi ke toko bunga Robi setelah pulang kerja. Daripada toko bunga, lebih tepatnya adalah cafe, karena di dalam toko bunga ini sudah tidak ada bunga segar dari kemarin, lantai satu terlihat sangat kosong, hanya tersisa sedikit daun kering yang menggantung di atas papan bunga.

Para pelayan juga sudah dipecat oleh Robi. Tetapi Robi sendiri akan pergi bekerja di toko bunga setiap hari. Aku tahu apa yang sedang dipikirkan Robi, kemarin dia membuka toko bunga ini demi Veni, sementara sekarang dia tidak mau menutupinya juga karena sedang menunggu Veni kembali.

Setelah naik ke lantai atas, aku melihat Robi berbaring di kursi dengan malas, di meja yang berada sampingnya terdapat rokok dan kopi. Melihat kedatanganku, Robi melihatku dengan malas dan terus mengoyangkan kursinya sambil berkata kepadaku, "Besok sudah akhir pekan, kamu tidak menemani Isyana kamu, kenapa malah datang kesini?"

Aku mengabaikan kata-katanya dan berjalan ke sisi Robi, kemudian mengoyangkan kursi goyang dengan kasar sampai kursinya terlempar ke belakang, hampir menjatuhkan Robi.

Robi yang terkejut memarahiku dengan tidak puas: "Ugie, anak sialan!"

Aku tertawa dan mengambil rokok di atas meja kemudian menyalakannya sebelum bertanya kepada Robi: "Besok Sutan menikah, kita pergi bersama saja"

Setelah mendengar kata-kataku, Robi langsung tertawa dengan dingin dan melihatku dengan tidak senang: "Aku tidak ada waktu, kalau kamu mau pergi, kamu pergi sendiri saja! Dia mau menikah atau tidak juga tidak berhubungan denganku!"

Aku tahu Robi pasti akan bersikap seperti ini, aku duduk di kursi seberang dia, merokok sambil bertanya: "Bagaimana kalau Veni juga pergi? Apakah kamu mau pergi?"

Setelah mendengar kata-kataku, Robi langsung berdiri dari kursi goyang dan melihatku dengan mata membesar: "Ugie, apakah kata-kata kamu benar? Veni sudah pulang?"

Robi terlihat sangat cemas. Semakin cemasnya dia, semakin sengaja aku tidak mau berbicara. Sambil merokok, aku melihatnya sambil tertawa tanpa berkata apa pun.

Melihatku sengaja menganggunya, Robi menghampiriku dan mengambil rokok di tanganku kemudian mematikannya. Kemudian dia melihatku dengan alis mengerut: "Apakah kamu bisa cepat memberi tahu aku Veni dimana?"

Aku tertawa dan menggelengkan kepalaku sebelum berkata dengan tidak berdaya: "Aku juga tidak tahu"

Setelah mendengar kata-kataku, Robi pun melihatku dengan marah. Aku tahu dia ingin memarahiku, jadi aku pun segera memotong kata-katanya dan memberi tahu dia kata-kata yang Sutan katakan kepada aku kemarin waktu dia pergi ke kantorku.

Aku benar-benar tidak tahu Veni dimana, tetapi Veni sendiri berkata kepada Sutan bahwa dia akan menghadiri acara pernikahan Sutan. Waktu mendengar semua kata-kataku, Robi terlihat sedikit emosional. Dia berjalan sana sini di depanku tanpa mengatakan apa pun.

Aku bertanya: "Jadi kamu mau pergi atau tidak?"

Tanpa berpikir, Robi langsung menoleh kepadaku dan menjawab:

"Pergi, tentu saja harus pergi! Oh iya, bagaimana dengan Raisa dan Isyana? Apakah mereka juga pergi?"

Aku langsung menjawab: "Aku masih belum tahu kalau Raisa, aku sudah memberi tahu Isyana dan dia pasti mau pergi!"

Pada saat itu Robi baru mengangkat kepalanya dan menghela nafas panjang dengan wajah tidak berdaya:

"Ugie, aku benar-benar tidak menyangka Veni akan pulang begitu cepat. Yang aku lebih tidak sangka adalah dia akan menghadiri acara pernikahan Sutan. Menurut kamu, kenapa dia begitu?"

Aku juga ikut menghela nafas panjang, aku menggelengkan kepalaku: "Masih bisa karena apa? Karena dia masih belum bisa melepaskan Sutan!"

Novel Terkait

Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu