Love And Pain, Me And Her - Bab 503

Aku menyalakan rokok sambil berjalan santai di sekitar kampus. Setiap kali aku sampai di sini, dalam pikiranku selalu teringat akan kejadian yang pernah terjadi di kampus dulu. Terkadang aku juga merasa bahwa keberuntungan merubah setiap orang. Dulu kita berlima merupakan sahabat baik. Ada dua pasangan yang membuat iri banyak orang. Tetapi sekarang kamu semua sudah berpisah karena pekerjaan. Semuanya sibuk dengan urusan masing - masing. Terutama Veni, bahkan kita semua tidak bisa menghubunginya sekarang.

Aku ingat ketika masih di kampus, kita semua sangat menantikan kelulusan. Berharap untuk tumbuh dewasa. Tetapi ketika aku mulai tumbuh dewasa, baru kemudian aku menyadari kalau tumbuh dewasa itu sangat melelahkan dan juga penuh kepahitan.

Entah bagaimana, aku sampai di bukit berbatu belakang sekolah. Di sini, selain ada pepohonan yang rimbun, ada juga taman yang cukup luas. Pemandangan disini sangat unik, sehingga sangat disukai oleh warga kampus sekaligus tempat favorit untuk didatangi.

Padahal sudah hampir jam sepuluh, tetapi tetap saja, ada beberapa orang di kampus, yang sedang bermesraan di taman. Aku menyalakan rokok, dan berjalan sambil mencari bangku favoritku dan Raisa. Di dekat situ terdapat hamparan bunga, yang ketika mekar membuatnya penuh dengan warna - warna yang indah.

Aku masih ingat waktu itu, Raisa pernah memberitahuku waktu itu, besok ketika kita akan menikah, dia ingin ke sini untuk mengambil foto pernikahan. Bagi kita di masa muda tempat ini menjadi saksi yang paling indah.

Melihat pemandangan yang tidak asing di hadapanku, rasanya semua serpeti baru terjadi kemarin. Tetapi kenyataannya sudah hampir sepuluh tahun sejak itu semua terjadi. Lalu saat aku baru saja akan berjalan ke bangku itu, dalam cahaya redup aku melihat sesosok orang yang tengah kesepian, sedang duduk di bangku. Melihat kejadian itu di depanku, aku tidak bisa menjauh tetapi malah merasa curiga khawatir kalau aku sedang mabuk dan berhalusinasi.

Karena aku tidak akan pernah menyangka, kalau wanita yang sedang duduk di bangku itu adalah Raisa! Melihat Raisa yang sendirian, hatiku mulai terasa sakit. Raisa sedang memandangi bunga-bunga yang tengah mekar. Dia belum menyadarinya bahwa tidak jauh darinya, ada tatapan bingung yang sedang mengawasinya.

Dengan ragu, aku mendekat perlahan, begitu aku hampir sampai di sana. Raisa ternyata merasa ada orang yang mendekat. Saat dia menengok dan melihat bahwa orang yang mendekatinya adalah aku. Dia membuka mulutnya karena terkejut, dan aku juga ikut terkejut karena tidak percaya bahwa yang ada di depanku adalah benar dirinya. Melihat Raisa yang terkejut, aku tersenyum kecil lalu duduk diam di sampingnya dan bertanya dengan santai. "Apakah kamu sendirian?". Raisa mengangguk dalam dan balik bertanya, "Kamu sendiri juga?". Aku juga menganggukkan kepala.

Setelah kita saling bertegur sapa dengan pertanyaan yang tidak berarti itu, kita tidak melanjutkan pembicaraan dan diam. Setelah aku duduk di bangku, aku menyalakan rokok lalu menghisapnya dalam - dalam dan mengeluarkan asapnya perlahan ke udara. Melihat aku yang hanya diam, Raisa kemudian bertanya, "Jadi bagaimana kabarmu?"

"Cukup baik kok, cuma agak sibuk, kalau kamu?" jawabku sopan.

"Aku juga baik kok, cuma tidak terlalu sibuk. "

Aku tertawa kecil, kemudian menghisap rokok lagi dan menatap lampu jalan yang tengah redup. Tidak tahu mulai kapan, aku dan Raisa rasanya seperti orang asing, memang rasanya kurang nyaman tetapi mungkin lebih baik kita seperti orang asing sekarang. Dengan begitu, Setidaknya aku tidak akan mengkhawatirkannya karena dia sendirian. Karena bingung mau berbicara apa, aku bertanya lagi padanya, "Apakah kamu mendengar kabar dari Veni?"

Raisa menggelengkan kepalanya, lalu dia menghela nafas sedikit dan berkata, "Tidak! nomornya tidak bisa ditelepon." Aku mengangguk dan tidak bertanya lagi. Hanya diam, dan tidak berbicara.

Kemudian Raisa tiba-tiba menoleh untuk melihatku dan bertanya dengan lembut, "Ugie, bagaimana kabarmu dengan Isyana? Kapan kalian berencana untuk menikah? "

Pertanyaan Raisa, membuatku merasa tidak nyaman. Ya memang benar aku ingin menikahi Isyana, tetapi aku tidak ingin Raisa menjadi orang yang bertanya padaku tentang hal itu. Lagipula aku sudah bersamanya selama lebih dari lima tahun. Dan terlepas dari semua itu, sebenarnya aku sudah berusaha untuk melupakannya, tetapi kenapa setiap kali aku melihatnya, aku masih tidak bisa melakukannya.

Dengan tawa kecil aku menggelengkan kepala dan menjawab. "Kami belum merencanakan itu, karena sebenarnya dia belum menjadi pacarku. "

Raisa tertawa, lalu dia menoleh untuk melihatku dan tersenyum, "Ugie, tahukah kamu, Isyana tidak mau menjadi pacarmu bukan karena dia tidak menyukaimu, tapi Itu karena kamu yang tidak tahu apa-apa tentang wanita. Setidaknya saat kamu menembaknya, lakukan itu dengan cara yang paling dia inginkan. "

Wanita memang sangat mengenal sesama wanita, dan Isyana juga pernah memberitahuku hal yang sama. Aku tahu kalau Raisa benar. Lalu aku menoleh, menatapnya dan berkata, "Lalu saat aku menyatakan cintaku padamu, secara terang - terangan apakah kamu juga tahu itu?"

Segera setelah aku mengatakannya, ekspresi Raisa menjadi sedikit malu. Tetapi kemudian, dia tersenyum tipis menatapku dan berkata, "Wanita itu tidak ada yang sama! Lagipula, kita masih muda saat itu. Jadi jangan terlalu berharap banyak pada suatu hubungan, selama kamu menyukai dirinya. Itu sudah lebih dari cukup."

Kata-kata Raisa membuatku tersenyum, kemudian aku melihat dia dan bertanya, "Raisa, aku tidak ingin mebicarakan antara aku dan Isyana sekarang. Aku hanya ingin tahu kenapa kamu meninggalkanku waktu itu? "

Raisa berbalik untuk melihatku, lalu dia mengangkat bahunya dan berusaha untuk terlihat tenang, sambil berkata, "Bukankah aku sudah memberitahumu? Karena kehidupan yang kuinginkan, tidak bisa kamu berikan, seperti Sutan. Aku juga ingin hidup mewah, dimana aku tidak harus memikirkan cara menyisakan uang setiap bulan, untuk membeli rumah serta bekerja tanpa ada habisnya. "

Itulah kata - kata yang Raisa katakan kepadaku ketika dia putus denganku. Pada waktu itu, aku meyakininya, tetapi setelah lebih dari setahun, dan karena begitu banyak hal yang telah terjadi antara Raisa dan aku membuatku mulai bertanya-tanya tentang apa yang dulu pernah dia katakan.

Aku melihat Raisa lagi dan bertanya. "Tapi sejauh yang aku tahu, kehidupan yang kamu jalani sekarang, apakah tidak berbeda jauh dari sebelumnya? "

Segera setelah aku mengatakannya, Raisa langsung berkata. "Itu karena Rehan dan aku tidak jadi menikah, seandanya saja kita jadi menikah. Maka semua hal yang aku inginkan tidak akan menjadi masalah. "

Saat Raisa mengatakan itu, dia kembali menatapku dan aku juga menatapnya. Kita berdua hanya saling menatap. Kemudian matanya mulai berkedip dan dia menoleh ke samping sambil mengehela nafas lalu berkata, "Ugie, kamu tidak akan bisa memahami kenapa sesuatu bisa terjadi. Karena di dunia ini ada banyak hal yang tidak bisa dijelaskan. Demikian pula, ada banyak hal yang terjadi juga tanpa ada alasannya. "

Aku tidak ingin mendengar omong kosong dari Raisa, jadi aku menyelanya dan berkata, "Kamu dan Rehan bahkan tidak pernah bersama! Jadi semua yang kamu katakan di awal itu adalah bohong."

Novel Terkait

The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu