Love And Pain, Me And Her - Bab 349 Masa Lalu Viali

Tidak ada cara lain lagi, aku langsung saja menelpon untuk memesan makanan. Ketika pelayan menanyakan padaku terkait minuman, aku bertanya pada Viali, “Viali, apakah kamu mau minum anggur merah?”

Setelah berbicara, aku tersenyum jahat. Sebenarnya, aku mengejeknya karena dia muntah beberapa kali tadi malam. Namun sangat tidak disangka, Viali berkata tanpa menoleh ke belakang.

"Ayo ambil sebotol Mouton, Vintage juga boleh"

Aku melihat Viali dengan konyol. Akhirnya aku paham istilah boleh makan sembarangan tapi kamu tidak boleh berkata sembarangan. Sebotol Mouton walaupun yang Vintage lama sudah seharga 8 hingga 10 juta. Aku pasti tidak membelinya.

“Cukup dengan anggur merah yang kurang dari 600 ribu.”

Setelah meletakkan telepon. Viali meliriku dengan jijik dan berkata “Projek 4 milyaran saja sudah sudah berhasil diambil, sebotol anggur dengan harga jutaan saja kamu tidak rela untuk membelinya. Kamu memanglah pelit, jarang aku temui orang sepertimu.”

Aku tidak menanggapi ejekannya. Duduk disamping dan menunggu pelayan mengantarkan makanan.

Kecepatan pelayan juga sangat cepat, hanya setengah jam saja untuk mengantarkan makanan dan minuman anggur merah. Duduk diatas sofa dan menghadap ke Meja Kopi, aku dan Viali pun memulai makan.

Sambil menuangkan segelas anggur merah untuk Viali. Sambil meninggikan gelas dan bersentuhan dengan gelasnya, aku memandangnya dan berkata, “Viali, kamu adalah sepupu Robi dan aku adalah sahabat Robi, ada satu hal yang aku harus anjurkan padamu. Minumlah lebih sedikit lain kali karena selain merusak tubuhmu, ia juga membuatmu mudah melakukan kesalahan dan kerugian.”

Sebenarnya, ucapan itu sudah ingin aku sampaikan hari ini, hanya saja belum ada kesempatan.

Setelah aku berkata, Viali menatapku dan berkata, “Ugie, apakah kamu percaya kalau semalam adalah kali pertama aku mabuk!”

Aku memandang Viali dengan heran. Aku tidak percaya dengan ucapannya.

“Karena kemarin adalah kali pertama aku minum minuman keras.”

Aku bahkan merasa lebih aneh, Viali sangatlah membenciku sehingga dia mengadu minuman keras denganku.

Setelah meminum-minuman anggur merah, aku makan dua potong makanan. Meskipun Viali masih bersikap dingin, aku bisa merasakan bahwa sikapnya terhadapku berbeda dengan sebelumnya. Aku pun bertanya padanya dengan rinci.

“Viali, kenapa kamu selalu menunjukkan tatapan dingin? Kenapa tidak tersenyum?”

Viali mengangkat kepalanya dan memandangku dengan sinis dan sepertinya menganggap bahwa pertanyaanku bodoh.

Melainkan aku tidak berpikir seperti itu dan terus melanjutkan.

“Kemudian, kamu begitu giat dalam bekerja hingga tidak ada waktu menikmati hidup. Apakah berarti hidup seperti itu?”

Viali melotot padaku lagi dan berkata dengan jijiknya, “Bagimu, ini membosankan. Bagiku, inilah kenikmatan.”

Tentu saja aku tidak percaya, aku belum pernah melihat orang yang menganggap pekerjaan sebagai kenikmatan. Aku terus berkata, “Berdasarkan analisaku, situasi sepertimu pada umumnya ada dua, pertama adalah mereka yang memiliki permasalahan cinta sehingga mengubah kesedihan menjadi kekutatan. Kedua, menderita ketika masih anak-anak sehingga ingin menjadi orang besar yang membuatmu bekerja keras. Tapi kamu dan Robi dari kecil.”

Sampai disitu, aku berhenti berbicara. Viali memandangku dengan heran. Tiba-tiba aku mengerti alasan Viali bekerja keras.

Robi memberitahukan padaku bahwa orang tua Viali sudah bercerai, ibunya menikah di tempat yang jauh. Dia kesepian dan diadopsi oleh orang tua Robi yang juga adalah paman dan bibinya Viali. Alasan Viali bekerja keras adalah karena pengalaman berbedanya ketika masih kecil.

Tiba-tiba, hatiku melunak. Wanita hebat dan kuat yang aku benci sebelumnya membuat merasa sedih padanya. Mungkin kehidupannya lebih baik ribuan kali dariku tapi dia dirawat oleh kerabat sejak masih muda. Walaupun kerabatnya memperlakukannya dengan baik, tetap saja tidak bisa menggantikan kehilangan orang tua. Lagi pula, bayang-bayang yang terbawa dalam kehidupannya juga tidak bisa dibeli dengan uang.

Aku tidak berbicara lagi. Aku khawatir perkataanku bisa menyentuh bekas luka terdalam di hati Viali. Viali tidak lagi berbicara namun memegang gelas anggur dan menyeruputnya gigitan demi gigitan.

Setelah beberapa saat, Viali melihat kantong kertas disampingnya dan berkata, “Ugie, apakah menurutmu hidup ini aneh?”

Aku memandangnya dengan bingung dan tidak tahu apa yang diungkapkannya.

“Pria yang aku benci justru adalah pria yang pertama kali mencucikan bajuku !”

Aku tersenyum dan tidak menyangka itu yang dikatakan Viali.

Ketika aku berpikir untuk membalasnya, Viali tiba-tiba mengganti topik pembicaraan dan berkata, “Ugie, setelah pertemuan rapat proposal hari ini, pandanganku terhadapmu berubah. Tentu saja, kamu masih menyebalkan. Namun harus aku akui bahwa kamu memiliki bakat. Aku percaya, jika kamu tetap konsisten pada industri pemasaran. Kamu akan dapat melakukan sesuatu dimasa depan.”

Berbicara mengenai topik ini, aku melihat Viali dan tiba-tiba memikirkan Isyana. Sebuah rencana yang berani muncul dalam pikiranku. Aku bertanya pada Viali dengan hati-hati, “Viali, karena kamu adalah seorang investor. Aku bisa memperkenalkanmu pada sebuah bisnis.”

“Oh?”

Viali memandangku dengan heran.

“Kamu ceritakan dasarnya dulu.”

Dengan tegasnya aku berkata, “Ini perusahaan temanku. Ini perusahaan periklanan dan mereka sekarang sangat membutuhkan dana.”

Belum selesai aku berbicara, Viali segera bersuara dan memotong pembicaraanku, “Candaan seperti apa? Perusahan periklanan? Kelas 4A? Ugie, Kamu tidak mengerti perusahaan kami. Perusahaan kami kebanyakan berinvestasi di perusahaan internet. Kebutuhan modal di perusahaan periklanan sangat tinggi dan pengembaliannya juga lambat. Jika ingin masuk ke bursa, ini sangatlah sulit. Jadi, kamu tidak perlu membicarakannya lagi. Jangankan temanmu, jika itu perusahaan Robi pun aku tidak berinvestasi didalamnya.”

Setelah itu, Viali mengambil segelas anggur merah dan meminumnya.

Aku tersenyum pahit dan harapan yang baru saja muncul sirna lagi. Aku serius ingin membantu Isyana, namun semua cara sudah aku pikirkan namun tidak ada yang lolos.

Berpikir tentang Isyana, hatiku menjadi khawatir. Dimanakah dia? Apa yang sedang dilakukannya? Mengapa tidak menelponku balik?

Aku tidak pernah ingin kembali ke kotaku dengan begitu cepat. Aku ingin segera memulai karir dan pastinya melihat Isyana.

Ketika turun dari pesawat, hal pertama yang aku lakukan adalah kembali ke kantor dulu. Seteleh pergi beberapa hari, kantor masih terorganisir. Tentu saja, semua ini karena Deren. Setelah mengatakan pada Deren terkait perjalananku ke Shanghai. Setelah mendapat kabar bahwa aku berhasil mendapatkan kontrak ini, dia bahkan lebih senang. Sekarang sudah ada dana, akhirnya aku bisa merekrut karyawan. Aku beritahu pada Deren untuk menaikkan iklan lowongan kerja. Mulai hari ini, kami akan merekrut karyawan baru dan mulai melenturkan otot kami.

Novel Terkait

Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu