Love And Pain, Me And Her - Bab 184 Kafe Bunga

Isyana melihat aku tidak menanggapi, Dia lalu bertanya lagi, "ada apa? Apakah Lulu sudah memiliki pria idaman?

Aku telah membuat Isyana ketakutan setengah mati, Ketika dia menanyakan itu, aku justru takut Isyana salah paham dan mengira aku ada hubungannya dengan Lulu. Aku menjawab dengan cepat, "Bagaimana aku bisa tahu tentang urusan pribadi Lulu? Tapi aku lihat Lulu dan Robi belum sampai pada tahap itu."

Melihat aku begitu gugup, Isyana tersenyum.

Isyana sangat sensitif dalam masalah hubungan aku dan wanita lain.

Terkadang, Isyana menunjukkan perhatian dan cemburu. Tapi aku masih memahaminya, sebenarnya, wanita memang seperti ini. Raisa dulu juga biasa menggodaku dengan hal-hal serperti ini. Selama kita bisa mengambil jarak dengan baik dengan wanita lain, jangan melangkah terlalu jauh, hal-hal seperti ini tidak akan berbahaya dan tidak merusak hubungan yang berjalan dengan baik.

Sambil becanda dan tertawa, aku dan Isyana sudah tiba di samping toko bunganya Robi. Sesudah parkir mobil, kita akan berjalan bersama menuju ke toko bunga Robi. Di depan pintu toko bunga, beberapa pegawai sibuk keluar masuk, Beberapa macam bunga segar yang masih dibungkus sedang dikirim masuk ke toko.

Di pintu masuk toko, Isyana dan aku tertarik oleh sebuah plakat besar. Warna latar belakang merah, tertulis huruf kaligrafi dalam ukuran jumbo, “Kepedihan Masa Muda”

Di sampingnya ada tulisan ukuran kecil, " Kafe Bunga Kecil”.

Isyana memandangi plakat itu, dia tiba-tiba menoleh dan menatapku, lalu dan bertanya dengan suara rendah, "mengapa Robi memilih nama toko seperti itu? Apakah itu tidak terlalu menyedihkan?"

Dalam hatiku, Robi jelas bukan orang yang penuh kepura-puraan, Tapi aku juga tidak habis pikir kenapa dia kasih nama toko yang begitu menyedihkan seperti ini.

Melihat nama toko ini, tidak tahu mengapa, tiba-tiba aku merasa menjadi sangat aneh dan asing dengan semua ini. Aku dulu pikir aku sangat mengenal Robi, tetapi semakin lama aku semakin menyadari bahwa aku hanya mengenal Robi dari luar saja, karakter aslinya yang tersembunyi di dalam lubuk hatinya, sepertinya belum pernah kulihat. Sama seperti ketika aku pikir aku sudah mengenal Isyana dengan baik, akhirnya aku menyadari bahwa itu hanyalah ilusi saja.

Begitu kita memasuki toko bunga, kita melihat bunga berwarna-warni di rak bunga di sekeliling toko. Tetapi ketika diperhatikan dengan seksama, kita baru menyadari bahwa hanya ada dua jenis bunga di toko bunga ini, hanya ada bunga mawar dan bunga bakung saja. Bunga dari jenis yang sama, tapi berbeda bentuk dan warna saja.

Aku mengerutkan kening, Apa yang sedang dilakukan Robi? Mengapa hanya ada dua jenis bunga di toko bunganya?

" Presdir Mirani , Ugie, kapan kalian tiba?"

Begitu aku melihat ke belakang, aku melihat Lulu sedang memegang beberapa tangkai bunga bakung dan membantu mengikatnya menjadi buket. Ternyata Lulu sudah datang lebih dulu dan membantu Robi.

Melihat Lulu, aku menggodanya dan berkata, "Lulu, Robi yang membuka toko. Kenapa malah kamu yang lebih sibuk daripada dia?"

Lulu langsung melototiku, dan berkata dengan tak berdaya, "dia memaksaku untuk melakukan ini! Dia suruh aku pilih kasih dia angpao atau datang bantu dia ditoko, pilih salah satu, akhirnya aku memilih untuk datang membantu."

Isyana dan aku tertawa, Kedua orang yang punya kepribadian lain daripada yang lain, ketika mereka bersama, selalu ada kejutan yang terjadi.

Isyana memandangi bunga di tangan Lulu dan bertanya dengan penasaran, "Lulu, apakah hanya ada dua jenis bunga di toko ini?"

Lulu mengerutkan mulutnya dan membuat ekspresi yang tidak berdaya. "Siapa yang bisa menebak ide dari orang gila ini? Tapi tepatnya, ada tiga macam. Ada satu jenis bunga lagi di Kafe lantai atas, Kalian bisa melihatnya nanti kalau kalian naik keatas.

Isyana menatapku dan tersenyum pahit, Tidak ada yang bisa mengerti apa yang sedang dipikirkan Robi.

Melihat kami berdua merasa bingung, Lulu menunjuk ke lantai atas dan berkata dengan suara rendah, "Robi ada di atas, yang lebih aneh lagi ada di atas sana. Kalian pergi dan lihat sendiri, Ugie, kurasa temanmu sudah gila, Tolong kirim dia ke rumah sakit jiwa sesegera mungkin. "

Sesudah itu, Lulu mengikat buket dan meletakkannya di keranjang bunga.

Aku dan Isyana naik ke atas, Begitu kita sampai diatas, aku melihat Robi sedang sibuk di bar.

Terakhir kali aku datang ke sini, tempat ini masih kosong. Tetapi sekarang ada beberapa set meja dan kursi khusus. Di setiap meja, ada beberapa ornamen dan hiasan kecil yang sengaja didesain, Ini memberi kesan mewah ala budaya barat. Di depan jendela tinggi sampai ke langit-langit, digantung kasa jendela berwarna putih, Jendela dibiarkan terbuka, angin musim gugur bertiup masuk, dan kain kasa jendela berayun mengikuti irama hembusan angin.

Ketika Robi melihat aku dan Isyana datang, dia segera berjalan keluar dari bar dan tertawa senang melihat kami berdua. Pada saat yang sama, dia berkata kepada Isyana, " Presdir Mirani benar-benar adil dan setia kawan! Aku tidak menyangka kamu akan datang, ini sangat menghargai aku."

Sesudah itu, Robi dengan sengaja menggosok tangannya di baju dan bersiap untuk berjabatan tangan dengan Isyana.

Begitu Isyana mengulurkan tangan, aku segera menarik tangan Isyana kembali. Aku menatap Robi, pura-pura marah, dan berkata, "Pergi sana! Jangan mencoba mencari kesempatan dengan menjabat tangan. Apakah kamu sudah mencuci tangan? Jangan mengotori tangan Presdir kita."

Robi melototiku, Isyana juga memalingkan wajahnya, pura-pura menatapku dengan wajah kesal.

Kita bertiga saling mengolok-olok dan becanda, Isyana tersenyum pada Robi dan berkata dengan lembut, "Robi, kamu dan Ugie sama, tidak usah panggil aku Presdir, panggil saja namaku."

Sesudah itu, Isyana mengeluarkan angpao dari tasnya dan menyerahkannya kepada Robi, Dia tersenyum dan berkata, "Robi, Selamat ya! Ini hanya seadanya, tidak begitu tebal angpaonya. "

Aku tidak menyangka Isyana juga siapkan angpao, Robi juga tidak sungkan lagi, Dia tanpa malu-malu langsung mengambilnya, Lalu dia bertanya, "bagaimana dengan punya kamu? Jangan bilang kamu lupa siapkan angpao, tapi tidak apa-apa, Beri aku uang tunai saja."

Aku melototinya, sengaja menggodanya dan berkata, "aku juga tidak membawa uang tunai!"

Aku hanya bercanda, Tapi Robi berbalik dan berteriak ke pelayan yang sedang sibuk di bar, "Mbak, bawakan mesin EDC, Tanpa uang tunai, kita bisa menggesek kartu."

Begitu Robi selesai mengatakan itu, dia tertawa sendiri, dan Isyana juga ikutan tertawa.

Aku mengeluarkan angpao dan menyerahkannya kepada Robi. Begitu dia menerimanya, dia meremasnya lebih dulu, lalu sedikit cemberut. "Huh, katanya kita itu saudara? Kenapa angpao dari kamu tidak setebal punya Isyana. "

Ketika melihat Isyana kasih angpao, aku lihat angpaonya memang tebal, walaupun dia tidak begitu akrab dengan Robi, tidak disangka Isyana kasih angpao yang begitu tebal.

Setelah becanda beberapa saat, Robi minta aku dan Isyana duduk di kursi di depan jendela. Dia minta pelayan untuk membawakan dua cangkir kopi, duduk di depan jendela, ketika menoleh keluar jendela, bisa melihat kampus di seberang dengan jelas. Hari ini hari Sabtu, gerbang sekolah penuh dengan orang lalu lalang. Melihat murid-murid ini, aku menjadi melamun, dalam lamunan aku, aku merasa seperti masih menjadi salah satu dari mereka.

Ketika aku sedang melamun, tiba-tiba lamunan aku terganggu, aku mendengar suara orang di tangga, Suara-suara ini sangat akrab di telingaku, ketika aku menoleh, perasaan kehilangan langsung muncul, dan menusuk ke dalam hatiku.

Novel Terkait

Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu