Love And Pain, Me And Her - Bab 581 Raisa

Aku sudah lama tidak bertemu dengan Raisa. Baru-baru ini, kami bahkan tidak menelepon sekali pun. Aku segera bertanya Bong Casa "Bukannya dia bekerja lumayan baik di Kimfar? Kenapa tiba-tiba mengundurkan diri?"

Sejujurnya, aku tetap sangat peduli kepada masalah Raisa. Melihat ekspresi kagetku, Bong Casa segera berkata "Aku mengira kamu sudah mengetahui masalah ini! Sebenarnya aku juga merasa lumayan aneh, performa Raisa di Kimfar lumayan bagus, kemampuan dia lumayan kuat. Kimfar memang kekurangan karyawan, jadi pada awalnya aku tidak setuju dia mengundurkan diri. Aku bahkan menyuruh Rehan untuk menasehatinya. Tetapi dia sudah menekadkan diri mau pergi, jadi aku hanya bisa setuju. Awalnya aku mengira dia mau menikah dengan Rehan dan menjadi ibu rumah tangga profesional dirumah. Tetapi sepertinya mereka tidak bersama"

Kata-kata Bong Casa membuat aku melamun sejenak. Karena aku sudah mengetahui Raisa sebenarnya tidak pernah bersama dengan Rehan sejak dulu. Hanya saja aku tidak mengerti mengapa Raisa tiba-tiba mengundurkan diri?

Aku bertanya lagi "Kalau begitu, dia kerja di perusahaan mana sekarang?"

Bong Casa menggelengkan kepalanya secara perlahan dan menjawab "Aku tidak tahu kalau ini. Tetapi sepertinya dia sudah tidak bekerja di lingkaran kosmetik sekarang. Mungkin dia sudah berpindah ke bisnis bidang lain"

Aku mengangguk. Tetapi tidak tahu mengapa, hatiku terasa agak kosong.

Setelah mengobrol sebentar lagi, aku pun pulang ke rumah. Di sepanjang jalan, pikiranku sangat kacau. Nanti berpikir tentang masalah Isyana dengan Djarum Grup, nanti berpikir lagi tentang masalah Raisa"

Tidak tahu mengapa, aku malah mengemudi di arah rumah Raisa. Setelah tiba di bawah rumah Raisa, aku menyalakan rokok dan menghisap dengan diam di dalam mobil.

Sambil merokok, aku melihat ke rumah Raisa. Rumahnya terlihat gelap, tidak tahu apakah dia sudah tidur atau tidak berada di rumah. Setelah merokok, aku turun dari mobil dan menekan tombol bel rumah Raisa. Setelah menunggu beberapa saat, pintu juga tidak terbuka. Aku menekan bel lagi dan tetap tidak ada reaski apa pun. Sepertinya Raisa tidak di rumah.

Aku kembali ke mobil dan meragu sejenak sebelum mengeluarkan ponselku dan menelepon ke nomor yang sangat familier itu. Waktu menelepon, hatiku terasa agak gugup, setelah berdering beberapa kali, suara Raisa yang familier pun berdering melewati telingaku "Ugie"

Meskipun Raisa hanya memanggil namaku dengan lembut, aku tetap bisa merasakan suara Raisa terdengar agak lemah.

Aku segera bertanya "Raisa, kamu dimana?"

Raisa menjawab dengan lembut "Aku pulang ke kampung"

Jawaban Raisa membuat aku melamun sejenak, aku segera bertanya "Kenapa? Kenapa tiba-tiba mengundurkan diri?"

Raisa diam sejenak sebelum menjawab "Tidak ada apa-apa. Hanya ingin mengganti cara hidup saja"

Kata-kata Raisa membuat aku terdiam. Aku merasa ada sesuatu yang salah, pada saat aku baru mau bertanya, Raisa langsung bertanya duluan "Ugie, apakah, kamu baik-baik saja?"

Suara Raisa sangat lembut, tetapi aku tetap bisa merasakan ketulusan dalam kepedulian dia terhadap aku.

"Lumayan baik. Bagaimana dengan kamu?"

Suasana hatiku menjadi agak kacau.

"Aku juga lumayan baik"

Setelah itu, kami berdua diam untuk beberapa saat sebelum Raisa bertanya lagi "Ugie, ada satu hal yang ingin aku tanyakan kepadamu"

"Katakan saja!"

Aku bisa merasakan suara Raisa menjadi semakin rendah. Sepertinya dia sangat lelah, sampai suara berbicaranya menjadi semakin lembut. Kami sudah putus dari kemarin, perasaan kami terhadap sesama juga telah ditutup olehku. Tetapi waktu mendengar suara Raisa menjadi seperti ini, hatiku tetap terasa sakit.

Raisa bertanya "Ugie, aku ingin tahu. Waktu aku meninggalkan kamu, apakah kamu pernah membenci aku?"

Aku melamun untuk sejenak, aku tidak menyangka Raisa akan bertanya pertanyaan seperti itu. Tetapi aku tetap menjawab "Raisa, semua itu telah lewat. Masalah pacaran memang begitu, tidak ada benar dan salahnya. Mana mungkin aku bisa membenci kamu?"

Kata-kataku adalah kata-kata jujur dari dalam hati. Dulu waktu aku mengira dia selingkuh bersama Rehan, aku pernah membenci dia. Tetapi waktu aku mengetahui Raisa tidak pernah bersama dengan Rehan, hanya Rehan sendiri yang terus mengejar Raisa, ikatan di dalam hatiku menjadi terbuka. Semua kebencian juga menghilang begiut saja.

Setelah mendengar jawabanku, Raisa pun berkata dengan terhibur "Cukup kalau kamu tidak membenci aku! Ugie, apakah kamu tahu? Hal yang paling aku takuti sekarang adalah kamu masih membenci aku. Kadang-kadang aku akan memimpikan hal itu, kamu menunjuk jarimu kepadaku dan memarahi aku dengan suara besar. Setiap kali memimpikan hal ini, aku akan menangis sampai terbangun"

Kata-kata Raisa membuat hatiku terasa sakit lagi. Aku bahkan bisa membayangkan tangisannya yang sedih. Raisa menambah lagi "Mungkin karena baru-baru ini aku memiliki terlalu banyak waktu, sehingga terlalu bosan. Setiap hari aku tidak bisa menahan diri dan memikirkan masa lalu kita. Aku benar-benar sangat kangen kepada masa kuliah kita yang polos tanpa hal yang patut dikhawatirkan itu. Kamu, aku, Veni, Sutan, Robi, kita melewati setiap hari bersama dengan bahagia. Masa-masa itu benar-benar sangat bagus! Aku bahkan pernah berpikir, kalau bisa, aku akan memilih untuk hidup di masa kuliah kita selamanya. Karena di masa itu ada cinta, pertemanan dan antisipasi terhadap masa depan"

Raisa mulai mengenang masa lalu. Sebenarnya dulu aku juga merupakan orang yang sangat suka mengenang masa lalu, hanya saja pada saat ini aku terlalu sibuk, sibuk sampai waktu mengenang masa lalu saja tidak ada.

Berkata sampai sini, Raisa tiba-tiba tertawa. Tawanya tidak terdengar santai, lebih ke merasa tidak berdaya. Selanjutnya dia mengomel lagi "Ugie, apakah kamu tahu masa paling bahagia dalam hidup ku itu kapan?"

Raisa masih tenggelam di dalam mengenang masa lalu, tanpa berpikir aku pun langsung menjawab "Masa kuliah?"

Raisa menjawab "Benar tetapi salah juga. Sebenarnya masa paling bahagia aku adalah masa kamu berada di sisiku. Karena ada kamu di sisiku, aku bisa tidak melakukan apa pun dan menikmati semua waktu dengan menyia-nyiakan waktu. Aku tidak tahu apakah aku harus merasa kesal atau sayang, kita berdua, hanya membutuhkan sedikit lagi untuk bersama selamanya"

Suara Raisa sangat lembut, tetapi aku bisa merasakan dengan jelas bahwa dia sudah menangis sekarang. Meskipun dia pura-pura bersikap sangat tenang, suara dia yang tercekik telah mengkhianatinya.

"Kalau begitu, mengapa kamu meninggalkan aku?"

Ini adalah pertanyaan yang selalu ingin aku tanya. Aku pernah tanya Raisa, tetapi dia tidak pernah mau memberi jawabannya. Hari ini, aku menanyakan hal itu lagi, aku tidak tahu jawaban apa yang sedang menungguku.

Novel Terkait

Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
4 tahun yang lalu

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
4 tahun yang lalu

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu