Hanya Kamu Hidupku - Bab 88 Pria Ini Bertingkah Begitu Tenang

Ellen mengambil nafas, dan dalam hati berpikir semuanya sudah berakhir!

“Ellen, aku akan membuktikannya padamu!” Bintang berkata dengan sungguh-sungguh di telinga Ellen dan melepaskannya kemudian masuk ke dalam mobil.

Ketika mobil yang diduduki Hansen dan Bintang pergi, sebuah mobil Grand Cherokee berhenti di depan Ellen.

Hatinya menggantung tinggi, dan dia tidak berani menghembus nafas.

Pintu kursi pengemudi terbuka dengan kuat, dan sebuah kaki panjang menginjak keluar.

Ellen menghirup nafas dan menelan ludah.

Secara optimis dia berpikir mungkin orang itu tidak melihat Bintang memeluknya, atau dia mengira itu adalah Hansen.

Tapi.

Optimismenya hilang ketika dia melihat wajah dinginnya ketika turun dari mobil.

"Kamu sudah kembali,paman ketiga."

Ellen menggerakkan tangannya dan tersenyum pada William.

Dengan mata dingin dia menatap Ellen kemudian dengan acuh tak acuh dia menjawab,"Hmm."

Kemudian, dia jalan melewati Ellen.

"..." Ellen hanya merasakan angin dingin dan merinding.

Segera berbalik badan, dia mengikutinya.

Ketika William tiba di teras, dengan segera Ellen berjongkok, mengeluarkan sandal dari lemari sepatu, dan meletakkannya di depan kakinya.

William meliriknya, melepas sepatunya, mengenakan sandal, melewati Ellen, menuju ruang tamu, dan langsung naik ke atas.

Dengan segera dia memasukkan sepatu ke dalam lemari sepatu, lalu pergi ke dapur dan mulai membuat teh penghilang mabuk.

William bersosialisasi bisnis di luar dan kurang lebih ada minum alkohol.

Jadi pada umumnya setiap kali dia kembali larut malam, Ellen selalu membuat teh untuknya.

Setelah membuat teh, Ellen membawa teh keluar dari dapur, dan bertemu Darmi saat melewati ruang tamu.

Darmi memberikannya gerakan dukungan.

Kemudian Ellen berjalan ke atas.

Ketika kembali setelah minum, hal pertama yang dia lakukan pasti ke kamar mandi.

Jadi Ellen langsung membawa teh teRsebut ke kamarnya.

Sudah terbiasa tidak mengetuk pintu, dia langsung membawa tehnya masuk.

Tidak menyangka. Apa yang dilihatnya membuatnya hampir menumpahkan teh di tangannya.

Karena orang tersebut sedang membuka tali pinggangnya.

Selain itu, tubuhnya yang berotot dan kuat tanpa busana muncul di depannya.

Dengan cepat Ellen berputar badannya dengan gagap berkata, "Paman ketiga, aku telah membuat teh penghilang mabuk untukmu."

Setelah menunggu sebentar, tidak mendengar jawaban apapun.

Ellen merasa heran dan berpaling balik.

"pandangan" yang di hadapannya membuatnya hampir mimisan.

Karena orang tersebut tidak berpakaian sama sekali.

Telinga Ellen menjadi merah, dan dia buru-buru meletakkan teh di rak dinding dan hendak melarikan diri.

Seakan ada binatang buas mendekatinya dengan agresif,dan pori-pori lehernya pun merinding.

Sebelum dia bisa menyentuh pegangan pintu, dia ditahan dipintu dari belakang.

"Ah..."

Ellen menjerit ketakutan, dan keringat di dahinya pun menetes.

Sweaternya ditarik ke atas dan lehernya terasa sakit.

Kulit Ellen putih dan tipis. Giginya yang tajam dengan mudah menggigit lehernya dan berdarah.

"Ah... paman ketiga..." Ellen menangis, dan kakinya gemetar.

William menekan bahunya, membalik tubuhnya dengan kasar, dan tangannya memegangi bibir Ellen yang tipis, dan kemudian menciumnya dengan ganas.

"Wuu..."

Suara tangisan Ellen tenggelam.

Malam itu, William tidak melakukannya, tetapi hanya meninggalkan bekas miliknya ditubuhnya.

Seperti serigala yang meninggalkan bekas di tempatnya sendiri.

Malam itu Ellen dijepit di lengan dan dadanya, dan karena tubuh William panas, sehingga menyebabkannya berkeringat dan air mata di matanya pun mengering.

Pada akhirnya, dia lelah menangis, dan tidur di lengannya.

William memeluknya erat-erat, seolah-olah mau memasukannya ke tubuhnya.

Merasakan nafasnya yang tenang, tangannya lepas perlahan.

Membaringkan dagunya di atas rambutnya, dia tertidur.

...

Di pagi hari berikutnya, Ellen terbangun. Dia membuka matanya dengan samar, dan yang dia lihat adalah wajah tampan yang membesar.

William berbaring diatasnya, tangannya menggenggam pinggangnya, dan ketika melihat dia bangun, dia menciumnya lebih dalam.

Ellen baru bangun, otaknya belum mulai berfungsi kemudian dicium olehnya sekarang dia tidak bisa berpikir apa-apa.

Setelah merasa puas, William turun dari tubuhnya dan berjalan menuju kamar mandi tanpa busana.

Ellen berbaring di tempat tidur, mengambil nafas selama lima menit, dan akhirnya dia sadar diri.

Dia memikirkan apa yang telah dilakukan seseorang padanya semalam dan diam-diam mengepalkan giginya.

Kedua lengan kurus bertahannya duduk di tempat tidur.

Selimut beludru terlepas dari dadanya, dan dia merasakan sedikit sejuk dan melihat ke bawah.

Kemudian sepasang matanya tiba-tiba melebar.

Kulitnya tidak ada yang utuh,semuanya penuh bekas.

Mata Ellen merah, dan seluruh tubuhnya bergetar.

Shh -

Pintu kamar mandi terbuka.

Ellen menggertakkan giginya, dan memandangnya dengan geram.

William menutupi tubuhnya dengan handuk di pinggang dan perutnya. Begitu dia keluar, dia melihat Ellen menatapnya dengan geram, dengan santai dia berjalan menujunya, membungkuk, dan memegang dagunya dengan tangan dinginnya, kemudian mencium bibirnya.

"Paman ketiga!"

Ellen sangat marah!

William mencium lagi.

Ellen menggulung dirinya dengan selimut dan sepasang matanya menjadi merah seperti mata kelinci.

William duduk di tepi tempat tidur dan memeluknya di pahanya.

Ellen mengerutkan kening dan menatapnya.

“Kamu masih punya alasan?”kata William.

"..." Ellen memalingkan wajahnya dengan marah.

William membalikkan wajahnya dan meremas wajahnya, menatap matanya yang kesal, dan berkata dengan tegas, "Aku hanya sekali tidak kembali untuk makan malam, kamu langsung membawa kekasihmu ke rumah, semakin berani saja kamu, Ellen"

Kekasih?

Ellen menatapnya dengan marah dan berkata, "Kamu jangan tuduh aku!"

"Tuduh? Buktinya sudah ada didepan mata!" William memandangnya dengan dingin.

"...apa buktinya? Bukan aku yang memanggilnya kemari!" Ellen merasa dirinya disalahkan.

“Siapa yang bilang dia pacarmu sebelumnya?” William berkata dengan dingin.

Ellen, "..." itu dia!

“Apa aku telah menuduhmu?” William mencubit rahangnya.

"... itu, itu..."

Nah, Ellen sendiri pun tidak tahu bagaimana menjelaskannya.

“Salah tidak?” tanya William

Mata Ellen merah.

Ditanyai olehnya, dia agak stress.

Kadang dia merasa benar untuk sementara waktu, dan dia merasa sedikit salah untuk sementara waktu!

“Jawab!” kata William.

"... Aku salah." kata Ellen dengan lembut.

William memandangnya, "Apakah kamu benar-benar merasa salah?"

Ellen berpikir sejenak dan mengangguk, "Aku tahu aku salah, seharusnya aku tidak berdebat denganmu karena aku pasti tidak bisa menang darimu."

William menatapnya.

Ellen menatapnya dan berkata, "Oo ya, aku hanya seorang gadis muda, bagaimana aku bisa lawan seorang pengusaha yang licik? "

Wajah William berubah, "..."

"seperti pengusaha yang licik, Orang mati pun bisa dikatakan hidup, garis lurus pun bisa dikatakan melengkung, jadi apa sulitnya yang salah dikatakan benar? Jadi, aku tahu aku salah, dan mengerti apa kesalahanku. "

Ellen berkata dengan serius.

William menatapnya dengan mata dingin yang sedikit lembut tetapi wajahnya masih beku.

Setelah dua menit, Ellen tidak mendengar jawaban apa pun.

Dia selalu kalah jika bertanding diam dengannya.

Kali ini juga tidak terkecuali.

Ketika Ellen melihatnya bertingkah seperti dulu, hanya menatapnya tanpa bicara, dia merinding.

Kemudian Ellen memeluk lehernya, dan menyentuh dagunya dengan hidungnya dan berkata. "Bagaimana kamu bisa melakukan ini, paman ketiga? Kamu tidak menyayangiku lagi. Kamu semalam menggigit leherku hingga berdarah. "

William memeluknya dan berkata.,"Jika tahu sakit, bersikap baiklah lain kali!"

"Mengapa aku tidak baik? Kamu tidak cari tahu kebenaran dulu langsung menghukumku. Aku benar-benar tidak mengundang Bintang. Tetapi, kakek buyut yang mengundangnya, dan bukannya aku yang memintanya untuk memelukku, tapi dia yang memelukku, dan aku tidak punya waktu untuk menghindarinya sehingga terjadi apa yang dilihat olehmu." kata Ellen.

Mendengar bahwa Bintang diundang oleh Hansen, William memandangnya dengan dingin berkata, "Pembohong kecil, kakek buyutmu bertemu dengan bocah itu hanya sekali di pesta ulang tahunmu. Hanya sekali bertemu, kakekmu sudah mengundangnya? "

"Kenapa tidak? Sebelumnya kakek juga mengundang Bintang makan di rumah.....makan malam!"

Mata Ellen membeku dan dia menutup mulutnya.

Tubuh kecil juga kaku dipelukannya.

Dagunya diangkat oleh seseorang, dan dia menatap wajah William yang tenang, dia mau tersenyum padanya tetapi dia tidak bisa.

Memang rubah ini, bisa menghancurkannya dalam sekejap.

“Ya, sebelumnya.” William tersenyum, memandangnya dengan lembut, membiarkan Ellen di tempat tidur, bangkit dan pergi ke ruang ganti.

Ellen, "..." Pria ini bertingkah begitu tenang, dirinya sangat gemas!

Novel Terkait

Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu