Hanya Kamu Hidupku - Bab 190 Jangan Menangis Lagi, Ya

Vima Wen menarik nafas, saat akan menuju ke depan, ada satu sosok yang lebih cepat darinya, terburu-buru menuju ke sana.

William Dilsen maju ke depan beberapa langkah, telapak tangan dengan buku-buku jari yang berbeda memegang lengan Gerald Dilsen.

Terlihat hanya memegangnya saja, bahkan tidak terlihat menggunakan tenaga.

Tangan Gerald yang memegang lengan Ellen Nie tiba-tiba menegang, mendadak melepaskan tangan.

Dengan sangat cepat, Ellen masuk ke dalam pelukan William.

Dalam waktu bersamaan William juga memeluk punggung Ellen yang terus gemetar, mata yang dingin menatap Gerald, “Sudah pernah aku katakan, kelak jika terjadi sesuatu pada Ellen, aku akan membalas semuanya pada Vania Dilsen.

Satu lengan Gerald yang tidak terlalu kelihatan sedang gemetar.

Rasa sakit dari siku sampai ke bahu sepanjang lengan menyakitkan hingga sulit menahannya seperti tulang dan urat di bawah lengan sudah remuk.

Nafas Gerald berat dan kasar sambil melototi William, “Aku adalah papamu, William, kamu berani main tangan denganku?!”

“Ketika kamu memukul Ellen waktu itu, kamu dan aku sudah bukan anak dan papa lagi! Tuan Dilsen, kali ini demi mamaku, aku biarkan kamu pergi. Jika sampai terjadi sekali lagi, terhadap kamu, aku tidak akan segan-segan untuk turun tangan!” Amarah William sudah meledak.

Gerald juga bukannya tidak ada otak sama sekali, menatap wajah William yang suram mengerikan beberapa detik, berdehem sekali, melihat ke arah supir, “Kita pergi!”

Supir sangat berharap bisa cepat pergi.

Mendengarnya, bergegas masuk ke mobil.

“Berhenti!”

Vima mengepalkan kedua tinjunya, dengan langkah cepat maju ke depan, penuh rasa dendam menatap Gerald, “Gerald, berdasarkan apa kamu memperlakukan putriku seperti ini? Kamu akan mendapatkan balasannya!”

Gerald mengerutkan alis, menatap Vima dengan acuh, “Balasan? Aku memang sudah mendapatkan balasan. Karena sudah mengadopsi orang yang tidak tahu budi seperti ini, sungguh menjijikkan!”

“Tidak ada kata-kata baik yang terucap dari mulut orang jahat sepertimu! Gerald, aku sumpahin kamu mati dengan tragis!” Seluruh tubuh Vima gemetar karena marah.

Gerald marah sambil mengertakkan gigi, “Ternyata benar buah jatuh tak jauh dari pohonnya, dalam tubuh mengalir darah yang sama kasarnya.”

Gerald sambil bicara, mendadak mengulurkan tangan menutup pintu mobil, menatap supir, “Jalan!”

Supir sangat berhati-hati dan gelisah menganggukan kepala, segera menyalakan mesin mobil, memutar setir mobil, perlahan berkendara keluar dari hadapan orang ramai.

Mata Vima memerah sambil melihat mobil Gerald pergi menjauh, seluruh tubuh gemetaran.

Kebencian dan dendam yang kuat, saat ini memenuhi setiap sel yang ada diseluruh tubuhnya.

Dia sudah mencelakai Kak Rain sampai meninggal, sekarang mencelakai putrinya lagi.

Gerald, kamu akan mati tragis!

“Ellen, sudah tidak apa-apa, sudah tidak apa-apa, sayang.” William memeluk Ellen, kedua tangan terus menggosok punggung Ellen yang gemetaran.

Ellen benar-benar ketakutan.

Tidak pernah terpikirkan olehnya, Gerald akan memaksanya pergi aborsi.

Pada saat dia masuk ke dalam pelukan William.

Ellen selain merasa takut, juga merasa mendapat perlakuan yang sangat tidak adil, sehingga keadaannya saat ini sedikit tak terkendali.

Darmi merasa lega secara bersamaan, mengangkat tangan menyeka air mata, menatap Ellen penuh rasa sedih, dengan suara serak berkata, “Nona sudah ketakutan sekali. Tidak tahu bagaimana tuan muda pertama berpikir, bahkan tega membawa nona ke rumah sakit untuk aborsi.”

“Apa yang kamu katakan?”

Vima menarik kembali pandangannya dari arah Gerald pergi, merasa panik menatap Darmi.

Darmi agak tertegun, sambil melihat Vima.

“Kamu bilang, tadi Gerald berencana membawa Ellen pergi aborsi?” Kedua mata Vima seperti meneteskan tinta merah, kemarahan dan kebencian memenuhi ke dua matanya.

Terakhir kali Vima ke sana, Darmi sudah mengetahui kalau Vima adalah mama kandung Ellen.

Melihat dia seperti ini.

Seketika Darmi sadar kalau dia sudah salah bicara, tidak berani mengatakan apa-apa lagi, menundukkan kepala.

Meskipun Darmi tidak menjawab.

Tapi diam berarti sudah mengakuinya.

Vima merasa hatinya terkoyak hingga berlubang, dalam sekejap, sakit hati, benci, amarah, bagaikan air banjir yang masuk ke dalam hati melalui lubang itu.

Vima menggertak giginya, mendadak seperti menggila berjalan ke hadapan Ellen dan William, mengulurkan tangan untuk memisahkan dua orang yang berpelukan erat.

William mengerutkan alis, pada saat Vima mengulurkan tangan, langsung menggendong Ellen, mata yang dingin melirik Vima yang perasaannya hancur berantakan, “Emosional Ellen tidak stabil sekarang, butuh istirahat, aku bawa dia kembali ke kamar. Bibi Zhang, bantu aku layani Nyonya Riona dengan baik.”

Kata-kata selesai.

William tidak berhenti sama sekali, dengan langkah cepat berjalan masuk ke dalam vila.

Vima memegang kedua tangannya erat-erat, gigitan dalam mulut hampir mengeluarkan darah.

.......

Lantai dua, kamar tidur utama.

William menggendong Ellen masuk dalam rumah, menutup pintu dengan tangan membelakangi, dan menguncinya.

Kemudian dengan langkah besar berjalan ke sisi ranjang dan duduk, meletakkan Ellen di atas kakinya, menundukkan mata menatapnya penuh rasa sayang.

Kedua mata Ellen terpejam, setiap helai bulu matanya bergetar.

Hati William sakit sekali, mengulurkan tangan, menggunakan jarinya dengan lembut meraba sudut mata Ellen yang lembab, “Sudah tidak apa-apa, eng?”

“Hu......”

Tiba-tiba terdengar suara isak tangis Ellen, wajah menempel erat di dada William, bibir dilipat hingga menjadi satu garis lurus.

“Jangan menangis lagi, ya?”

Sudut mata William terasa panas, menundukkan kepala, bibir tipis menempel ditelinganya, membujuknya dengan suara rendah dan serak.

“Huhu, aku sangat takut, paman ketiga aku sangat takut.......” Air mata Ellen mulai menetes dari sudut mata.

Tenggorokan William seperti tersumbat, dalam sekejap bahkan tidak bisa mengatakan apa-apa.

Bibir, perlahan dialihkan ke sudut mata Ellen, sedikit demi sedikit mencium air matanya.

Tidak tahu apakah pengaruh dari ciuman William.

Sedikit demi sedikit, suasana hati Ellen pelan-pelan mulai tenang.

Meskipun raut wajah tetap pucat, tapi tidak menangis lagi.

William melihat bulu matanya yang lembab, dan ujung hidungnya yang bergerak lembut, hati terasa sakit dan tertekan.

Menggendong dia, dan membiarkannya duduk dalam pangkuannya.

William satu tangan memeluk pinggangnya, satu tangan membelai wajahnya.

Ellen perlahan mengangkat bulu matanya, menatap William dengan mata yang memerah dan sembab.

“Paman ketiga yang tidak baik, sudah membuat Ellen ketakutan dan khawatir. Percaya dengan paman ketiga, kali ini, paman ketiga tidak akan berhenti sampai di sini. Ada beberapa orang, harus membayar atas perbuatan mereka ini.” Suara William yang berat dan rendah, tapi cukup menyeramkan.

Tenggorokan Ellen tercekat, “Dia adalah papamu.”

Bibir dingin William, “Tetapi dia tidak ada kesadaran bahwa dia adalah seorang papa! Sekarang dia bahkan ingin turun tangan terhadap anakku, jika aku masih tidak melakukan sesuatu, kelak bagaimana aku menghadapi anakku?”

Bulu mata Ellen yang lembab berkedip sejenak, sambil menatap William, “Tapi kamu, juga jangan sampai tidak tahu batas.”

Dia bisa tidak peduli dengan Gerald memukulnya, tapi dia tidak bisa dengan lapang dada, tidak peduli kalau Gerald ingin dia menggugurkan bayinya.

Apalagi.

Dengan pemahamannya terhadap Gerald.

Bicara baik-baik dan membicarakan teori padanya, sama sekali tidak berguna.

Bagaimanapun.

Dia bahkan tidak peduli dengan cucu kandung sendiri, bahkan tidak ragu-ragu menggugurkan bayi dalam kandungannya dan mengusirnya dari keluarga Dilsen.

Bisa dibayangkan, betapa kuat tekadnya untuk mengusirnya dari keluarga Dilsen demi Vania.

William menyipitkan mata, di bawah mata terlintas sebuah cahaya dingin, tidak meneruskan pembicaraan Ellen.

Dua orang berada di lantai atas selama hampir empat puluh menit, baru turun dari lantai atas sambil berpegangan tangan.

Vima sudah tidak sabar lagi, melihat mereka berdua akhirnya muncul, langsung berdiri dari sofa, ekspresi wajah sangat cemas menatap Ellen.

Ellen melihat kekhawatiran yang ada di wajah Vima, hati terasa agak hangat.

Dia menarik tangannya dari telapak tangan William, berjalan ke hadapan Vima, “Ma.”

Vima memegang tangan Ellen, air mata mengalir begitu saja.

Kedua mata Ellen terasa sakit, mengulurkan tangan pelan-pelan meraba air mata di wajah Vima, berusaha tersenyum dan berkata, “Kamu ini kenapa? Aku juga tidak apa-apa.”

“......Ellen, kamu ikut mama pergi saja, mama mohon padamu boleh tidak?”

Air mata mengaburkan pandangan Vima, memohon sambil melihat Ellen, “ Mama sudah tidak tahan melihat kamu melewati kehidupan seperti ini. Dia Gerald sama sekali bukan manusia.”

Ellen meraba-raba mata Vima yang agak bengkak, memegangnya duduk di sofa, memiringkan badan untuk menghadapnya, menundukkan kepala melihat tangan Vima yang menggenggam erat tangannya, dengan suara serak berkata: “Ma, aku tahu suasana hatimu sekarang. Kamu karena kasihan padaku, tidak tega aku mendapatkan perlakuan tidak adil. Aku mengerti dengan semua ini. Tetapi.......”

Ellen berbicara sampai di sini, mengangkat kepala, dua mata sembab dan merah, menatap Vima dengan serius, “Aku tidak bisa meninggalkan dia.”

Kata “Dia” ini, tentu saja Vima tahu siapa yang dimaksud.

“Ellen, putriku yang bodoh.”

Vima sangat sedih, “Apakah kamu tahu, orang dari keluarga Dilsen sama sekali tidak ada niat baik padamu? Gerald memperlakukanmu seperti itu. Kamu masih begitu muda, dia sudah tega......tega memperlakukanmu seperti ini, dia sama sekali tidak mencintaimu, kenapa kamu tidak bisa mengerti?”

”bibi, aku sangat mencintai Ellen, aku rasa di dunia ini, tidak ada orang yang mencintainya lebih dari aku. Termasuk kamu!”

Pada saat ini William berbicara, suara sangat berat dan rendah, tapi tegas.

“Kamu jangan panggil aku bibi, aku merasa jijik mendengarnya!”

Vima tidak melihat William, hanya menatap Ellen dengan penuh kesedihan dan air mata, “Jangan mengira aku tidak tahu apa niat dari keluarga Dilsen. Kalian para orang kaya dan berkuasa, hanya peduli dengan keuntungan. Demi keuntungan, kalian bisa melakukan hal apapun!”

William menurunkan alisnya.

“Ma, paman ketiga tidak seperti yang kamu pikirkan, paman ketiga benar-benar baik padaku, kamu jangan salah paham padanya.” Ellen tergesa-gesa mengatakannya, tidak ingin Vima salah paham padanya.

Vima menggeleng, “Ellen, pikiranmu sekarang sudah diracuninya, kamu tidak akan percaya dengan semua yang aku katakan. Tapi suatu hari, kamu akan mengerti, semua yang dikatakan mama itu benar. Orang-orang seperti mereka, sama sekali tidak mengerti apa itu cinta.”

“Ma.” Ellen sangat tidak berdaya.

“Ellen, ikut pergi denganku, boleh?” Vima penuh kesedihan melihat Ellen.

Ellen sedih, “Ma, apakah kamu merasa aku bersama paman ketiga, bertentangan dengan aturan, dan memalukan, jadi kamu tidak bisa menerima kalau aku bersama dengan paman ketiga, sehingga begitu menentang kami?”

“Ellen, dalam pandanganmu, apakah mama adalah orang yang demi reputasi, tidak peduli dengan kebahagiaan putri sendiri?” Vima tersenyum pahit.

Ellen menggigit bibirnya, “Lalu kenapa? Kenapa kamu bersikeras menentang aku bersama paman ketiga?”

“Karena......”

“bibi!”

Vima baru saja mau bicara, langsung dihentikan oleh suara William.

Ellen sedikit tertegun, melihat ke arah William.

William bertatapan langsung dengan pandangan Ellen yang menghadap ke arahnya, tiba-tiba dengan cepat di mata terlintas sesuatu.

“Kenapa? Begitu takut aku mengatakan kebenarannya?” Vima tidak bisa menahan cibiran dan air mata tidak bisa berhenti mengalir, penuh kebencian menatap William, “Semua orang yang ada di keluarga Dilsen kalian bukanlah orang baik. Terutama kamu dan papamu!”

Satu sudah mencelakai suaminya sampai meninggal.

Satu lagi mencelakai putrinya!

Kelihatannya.

Dalam pandangan Vima, William tampaknya sudah diberi label “Binatang” oleh Vima.

Mungkin, jika tidak ada masalah itu, saat ini pandangan Vima terhadap William tidak akan begitu berlebihan dan sepihak.

Tetapi, dengan adanya satu masalah itu.

Setiap hal yang dia lakukan pada Ellen, dalam pandangan Vima, semua ada maksud tertentu.

“Kebenaran? Kebenaran apa?”

Saat pandangan mata Vima dan William saling berhadapan, Ellen merasa tidak mengerti melihat Vima dan melihat William lagi, bertanya dengan suara pelan.

William mendengarnya bicara, tiba-tiba mengerutkan kening.

Novel Terkait

Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu