Hanya Kamu Hidupku - Bab 159 Kelainan Kejiwaan, Psikopat

Jangan-jangan dia benar-benar akan menyerah pada kakak ketiganya?

Memikirkan ini, Vania segera membuka pintu mobil dan turun, memanggil Rosa dari belakang, “Kak Rosa, kamu adalah satu-satunya kakak ipar ketigaku.”

Rosa tersentak, ia tidak menoleh, hanya berdiri beberapa detik, dia menundukkan kepalanya dna mengigit pelan bibir bawahnya, lalu berlari kecil masuk kedalam rumahnya.

Vania melihat Rosa berjalan masuk kedalam rumah, melihat lampu didalam rumah yang menyala, ia masuk ke dalam mobil, memutar setir, kembali ke rumahnya.

Pantas saja Ellen sengaja membawa Bintang untuk membuat kakak ketiganya kesal!

Karena yang ia suka bukan orang lain, melainkan kakak ketiganya!

kalau seandainya yang ia suka adalah orang lain, untuk apa dia membawa Bintang untuk membuat kesal kakaknya?

penjelasan ini, setelah dipikir-pikir, rasanya menjadi semakin kuat bukan?

Hehe.

Ellen, kali ini kamu yang mencari masalah, jadi jangan salahkan dia!

Vania menyipitkan mata, kakinya yang diletakkan di pedal gas tiba-tiba menginjak dengan kuat, mobilnya melaju bagaikan kilat diatas jalan.

……

Lamborgini berhenti didepan rumah utama kediaman Dilsen, Vania mematikan mesin, melepaskan sabuk pengaman, mencabut kunci mobil, melihat kearah rumah sesaat dengan mata yang agak menyipit, setelah menarik nafas dalam beberapa saat, membuka pintu mobil dan turun dari mobil.

Sekarang sudah hampir jam 10 malam, Hansen sudah kembali ke kamar untuk beristirahat.

Ketika Vania berjalan masuk ke dalam rumah, Gerald dan Louis bengkit dari sofa ruang tamu, terlihat akan naik ke lantai atas untuk istirahat juga.

Melihat Vania yang berjalan masuk dari luar, mereka sedikit terkejut, tidak menyangka dia akan pulang secepat ini.

“Hari ini kamu pulang dengan cepat.” Wajah Gerald terlihat begitu hangat dan lembut, ada senyuman puas dan penuh kasih sayang yang menghiasi wajahnya ketika melihat kearah Vania.

Louis juga tersenyum, “Aku dan ayahmu baru saja mau naik keatas untuk istirahat, kamu juga masuk kamar dan istirahatlah lebih awal.”

“Tidak buru-buru!”

Ada ketenangan yang sangat aneh diwajah Vania, berjalan kearah Gerald dan Louis sambil berkata.

Gerald dan Louis yang melihat ekspresi wajah Vania langsung tercengang, kedua suami istri saling bertatapan, lalu melihat kearah Vania dengan aneh.

“Vania, kamu kenapa? Tidak senang ketika bermain diluar?” Louis berjalan mendekat, lalu menggenggam tangan Louis dengan lembut.

Vania menyipitkan mata melihat kearah Vania, lalu melihat kearah Gerald, ekspresinya begitu tegas, “Terlihat jelas?”

Louis tersenyum dengan alis yang sedikit terangkat, “Siapa yang membuatmu tidak senang?”

“Siapa yang berani membuat putri kesayanganku tidak senang?! Vania, katakan pada ayah, siapa yang tidak punya mata, ayah bantu kamu menghajarnya.”

Gerald berkata dengan serius sambil menghampiri Vania.

Louis, “…..” melirik Gerald.

Semenjak Louis menyadari kalau dirinya terlalu memanjakan Vania, ia menjadi semakin merasa kalau rasa sayang Gerald pada Vania jauh melebihi batas, bahkan bisa dibilang dimanjakan sampai tidak ada batasnya, terlalu buta.

Namun Louis tidak pernah menyadari dirinya pernah sesayang itu pada ketiga anaknya.

Mungkin Louis sendiri belum menyadari, karena kasih sayang Gerald yang terlalu berlebihan pada putri bungsunya, membuat Louis mulai merasa kasihan pada ketiga anaknya dan merasa tidak adil.

Alis Louis semakin mengerat, menatap Vania.

“Diseluruh Kota 潼, selain satu orang yang bisa membuatku tidak senang itu, masih ada siapa lagi yang berani?” Vania berkata dengan dingin.

Setelah mengetahui kalau Ellen menaruh hati pada William, membuat kekesalan juga kebencian Vania pada Ellen karena sudah merebut kasih sayang juga perhatian kakak ketiganya menjadi berlipat ganda.

Selain satu orang…..

Kandidat yang pertama muncul dalam pikiran Gerald dan Louis, uhm, yah Ellen.

Karena selain Ellen, sepertinya Vania tidak memiliki kebencian atau rasa tidak senang yang khusus.

“Ellen? Apa yang Ellen lakukan padamu lagi? Bukankah hari ini kamu pergi makan dengan teman? Bertemu dengan Ellen?” Louis bertanya dengan heran.

Alis Vania mengkerut semakin erat, alisnya mengetat sampai lurus, mengangkat wajahnya melihat kearah pintu kamar Hansen, suaranya terdengar begitu waspada, “Kakek sudah tidur berapa lama?”

“…….” Louis menatapnya, “Kakekmu sudah tidur sejak tadi. Kamu dan Ellen hanya bersitegang kecil, apakah perlu sampai mengganggu tidur kakekmu?”

“Huh, hari ini aku tidak berani. Kalau sampai kakek tahu apa yang Ellen lakukan, aku khawatir kakek akan mati kesal.” Vania berkata dengan dingin.

“Vania, jaga mulutmu!” Louis membentaknya.

Vania melirik Louis, “Nanti setelah mendengar aku selesai menceritakannya, kalian tidak akan merasa kalau mulutku tidak memiliki sarungan!”

“…… sebenarnya apa yang terjadi?” Louis malah terlihat begitu penasaran.

Vania berpikir sejenak, lalu melihat Gerald dan Louis secara bergantian, berkata, “Kita bicarakan dikamar kalian saja, aku takut setelah kalian mendengarnya akan terlalu emosional, malah mengganggu kakek.”

Louis menarik nafas dalam, melihat kearah Vania dengan begitu heran.

Karena melihat Vania yang begitu misterius, dia merasa semakin penasaran dengan apa yang Ellen lakukan pada Vania.

Sehingga mereka bertiga naik ke kamar Gerald dan Louis di lantai atas.

Vania dan Louis didepan, Gerald dibelakang.

Gerald baru masuk ke dalam kamar, pintu baru saja ditutup, suara Vania yang begitu penuh amarah langsung menggelegar, “Aku tidak pernah bertemu orang yang begitu tidak tahu malu seperti Ellen!”

Mata Gerald membesar, tangan yang berada di handle pintu sampai lupa ia tarik kembali, hanya melihat kearah Vania dengan sangat terkejut.

Louis juga dibuat terkejut oleh apa yang Vania katakan sampai membatu di tempatnya berdiri, hanya menatapnya dengan wajah terkejut.

Vania yang berada di lantai bawah dan yang sudah naik keatas sungguh berbeda terlalu jauh.

Kenyataannya, Vania yang berada di lantai bawah hanya berusaha menahan diri saja.

Sebenarnya ucapan ini sudah ingin ia katakan ketika melihat Louis dan Gerald ketika berada di lantai bawah tadi.

Ia bisa menahannya sampai dikamar seperti sekarang sungguh bukan hal yang mudah.

Setelah beberapa saat, Louis menarik nafas dalam-dalam, menelan ludah, menatap Vania, “Vania……..”

“Ma, kamu jangan bicara dulu, kamu dan papa jangan bicara dulu ok, dengarkan aku dulu.” Vania berkata sambil terengah.

Loius dan Gerald.

Dalam hati mereka berpikir.

Sebenarnya apa yang Ellen lakukan pada Vania sampai dia semarah ini?

“Sebelum menceritakannya, aku ingin mengatakan, Ellen harus diusir dari keluarga Dilsen kita! Keluarga kita tidak akan membiarkan manusia jalang tidak tahu malu yang hanya merusak moral juga nama baik kita!”

Vania berkata sambil bertolak pinggang dan berjalan mondar mandir.

Manusia jalang?

Louis mengetatkan bibirnya, setelah menahan, baru tidak embuka mulut untuk menasehati Vania.

“Apakah kalian tahu? Pria berusia 12 tahun lebih tua dari Ellen yang dia sukai adalah kakak ketiga!” Vania berkata.

“……….” !!!

“Semalam aku masih penasaran siapa pria itu, tidak menyangka hari ini malah kuketahui. Ellen sungguh tidak tahu malu! Kakak ketigaku sudah membesarkannya bertahun-tahun lamanya, keluarga kita juga membesarkannya begitu lama, dia malah menggoda kakak ketikaku!”

“……….” !!!

“Ketiga aku baru mengetahui kabar ini, rasanya aku sudah hampir gila! Semua yang Ellen lakukan sungguh membuatku membuka pengetahuanku tentang manusia jalang sejenis dia! Kakak ketiga menyayangi dan menjaganya bagaikan putri kandung, namun dia malah memelihara psikopat yang memiliki kelainan jiwa! Pa, ma, apakah kalian tahu? Demi menggoda dan mendapatkan kakak ketiga, ketika Ellen masih berumur 17 tahunsaja sudah berani memberikan obat pada kakak ketiga, berniat naik keatas ranjang kakak. Coba kalian katakan apakah ia amsih tahu malu? Menjijikkan bukan? Setiap kali menyebut namanya, aku langsung merasa begitu jijik, ingin muntah! Kalau bisa, seumur hidup ini aku tidak ingin melihat orang ini lagi!”

“……….” !!!

“Pa, ma…..”

Sebenarnya Vania adalah orang yang tidak bisa menyimpan apa yang ada dalam pikirannya.

Ia tidak mungkin bisa seperti Rosa yang bicara berputar-putar, apapun yang ingin katakan pasti akan ia katakan dengan apa adanya, bahkan langsung dikatakan sampai semua yang ingin ia katakan selesai.

Kali ini Vania sudah selesai mengatakannya, mengangkat kepala melihat kearah Louis dan Gerald, dan tidak menyangka kalau mereka berdua malah membatu disana bagaikan patung, ekspresi wajah mereka begitu shock.

Vania mengkerutkan alis, melihat ayah dan ibunya, menyadari dada mereka yang datar, bahkan bernafas pun tidak.

“……. Papa, mama, kalian.”

Karena Vania terlalu meggebu-gebuu ketika mengatakan ini, terlalu emosi, bahkan sampai sekarang masih terengah-engah.

Melihat reaksi Gerald juga Louis, Vania menarik nafas, berkata sambil mengangguk, “Aku bisa mengerti bagaimana perasaan kalian sekarang, karena ketika aku baru mendapatkan kabar ini pun sama! Bagaimana pun tidak pernah terpikirkan olehku kalau Ellen memiliki rencana sebusuk itu terhadap kakak ketiga. Sayang sekali kakak ketiga, kakek, juga kakak pertama kakak kedua yang begitu baik padanya, menganggapnya sebagai saudara sendiri dengan begitu tulus. Tapi dia? Malah mengincar kakak ketiga? Sungguh biadab!”

Vania berkata dengan rahang dan gigi yang menggertak.

Setelah Vania selesai mengatakan ini.

Gerald dan Louis tetap tidak bereaksi.

Vania mengangkat sudut bibirnya, mengangkat alisnya untuk melirik kearah Gerald dan Louis.

Melihat mereka berdua tetap diposisi semula, dadanya tetap tidak ada gerakan sedikitpun.

Agak panik, Vania langsung maju dan memegang tangan Louis yang begitu dingin, “Mama, mama, kamu, kamu, tidak apa kan? Hm? Jangan menakutiku?”

“……….” Tiba-tiba.

Tiba-tiba Louis menarik nafas panjang, melihat Vania dengan wajah pucat, suaranya juga sangat serak, “Vania, tadi kamu bilang, kamu tadi bilang pria yang disuka Ellen itu siapa? Kamu, kamu katakan sekali lagi.”

“Aku, kakak ketiga.” Vania melihat ekspresi wajah Louis yang tidak beres, menatapnya dengan waswas dan berkata dengan ragu.

Kenyataannya, apa yang Vania khawatirkan benar adanya, setelah dia selesai mengatakannya, belum sempat menarik nafas, pandangan Louis langsung menjadi gelap dan langsung pingsan.

“Ma.” Vania menangkap tubuh Louis yang ambruk tiba-tiba dengan panik, berteriak dengan kencang.

Gerald melihat ini, baru tersadar, membelalakkan mata dengan panik, melangkah maju dan menggendong Louis berlari keluar.

Tangan Vania tiba-tiba kosong, ia sempat tercengang sesaat, baru berlari menyusul sambil menangis.

Vania hanya memikirkan Hansen yang sudah berumur, tidak kuat menerima guncangan seperti ini.

Namun tidak terpikirkan kalau usia Louis dan Gerald juga sudah tidak muda.

Dan kemampuan Gerald juga Louis menahan tekanan, belum tentu sekuat Hansen.

Sehingga, begitu Vania menyampaikan kabar ini pada Louis, Louis langsung masuk rumah sakit.

Ketika Gerald dan Vania langsung mengantar Louis ke rumah sakit tanpa berhenti lagi, Hansen sedang tidur nyenyak dikamarnya, mengenai hal yang terjadi diluar kamarnya, dia sama sekali tidak tahu.

……

Keesokan harinya, karena harus berangkat le, Ellen sudah bangun jam 7.30.

Setelah mandi, Ellen masuk ke ruang ganti untuk mengganti pakaian yang sopan, berjalan keluar dari kamar dan turun ke bawah.

Ellen sudah terbiasa setiap pagi melihat kearah William yang duduk di sofa ketika turun dari lantai atas, namun hari ini malah tidak melihat William.

Bibir merahnya mengetat dengan terheran, gerakan kaki Ellen terhenti, lalu melangkah menuju kamarnya, apakah dia masih dikamar?

“Nona, tidak perlu dilihat lagi, tuan muda sudah keluar.”

“………..”

Keluar…… sepagi ini?

Novel Terkait

My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu