Hanya Kamu Hidupku - Bab 106 Orang Lain Akan Melihatnya

Sebelum Ellen habis berkata, suara dingin yang mempesona tiba-tiba berdering dari arah pintu.

Ellen dan Hansen melamun sejenak sebelum melihat ke arah pintu dengan serantak.

Ellen merasa kaget setelah melihat orang tesebut, "Paman ketiga"

Penghangat ruangan menyala di dalam ruangan, Wlliam melepaskan sarung tangan dan jaketnya, kemudian berjalan ke arah sofa dan meletakkan sarung tangan dan jaketnya di atas sofa.

Hansen mengangkat alisnya dan menatap ke William dengan senyuman, "Hari ini pulang begitu awal? Tidak main mahjong?"

William menjilat bibirnya dan duduk di atas sofa, "Iya"

Hanya satu kata 'Iya' tanpa penjelasan apa pun.

Sementara Hansen juga hanya senyum dan tidak terus bertanya.

Ellen menatap ke William dengan tatapan aneh, dia merasakan sesuatu di hatinya.

Paman ketiganya biasanya kalau pulang begitu awal itu karena........ dia.

William menatap ke Ellen dengan tatapan dalam, Ellen tidak bisa membedakan emosi apa di dalam tatapannya, tetapi wajah William yang tegang dan dingin jarang-jarang memasang senyuman yang tipis.

William tidak terlihat sedingin biasanya, malahan ekspresi dia membuat orang yang melihatnya merasa sedikit hangat.

Pupil mata Ellen yang hitam bergerak sejenak dan lehernya pun memerah, Ellen menggeserkan tatapannya dari William ke Hansen, "Kakek, silahkan lanjut bercerita"

"Tidak mau lanjut lagi" Hansen melirik ke William sebelum melambaikan tangannya dengan senyuman.

"Ayo kakek, aku ingin mendengarnya" Ellen tahu Hansen tidak mau lanjut cerita karena merasa malu di depan William, akhirnya Ellen menarik lengan Hansen dengan sikap manja.

"...... Lain kali baru cerita saja, lain kali" Hansen tertawa.

"Waktu masuk aku mendengarmu membahas tentang nenek" William melihat ke Hansen dengan ekspresi biasa, tanpa ada maksud tertawa sedikit pun, "Aku juga ingin mendengar ceritamu dan nenek tentang dulu"

William ingin mendengarnya?

Hansen merasa kaget, dia menatap ke William, "Kamu benar-benar ingin mendengarnya?"

William mengangguk.

Hansen tertawa, "Hei, boleh, kalau kamu dan Ellen ingin mendengar, kakek akan menceritakan kepada kalian"

William menyandar ke sofa dengan gaya siap mendengar.

Karena kata-kata William, Hansen pun menjadi lebih semangat mau bercerita.

Hansen bercerita banyak tentang masa lalu manis bersama istrinya, sementara semua ingatan itu juga mencakup cinta, kagum dan kesayangan Hansen terhadap istrinya.

Berkata sampai belakang, Hansen baru menjelaskan mengapa sampai sekarang dia masih mempertahankan kebiasaan menjaga umur.

Ternyata, sejak menikah dengan istrinya, setiap tahun Hansen akan menjaga umur bersama istrinya tanpa terkecuali.

Hidung Ellen terasa agak masam ketika dia melihat senyuman dan ekpsresi bahagia Hansen setelah bercerita.

Kakek pasti sangat kangen terhadap nenek.

Daripada berkata kakek bersikap keras kepala mau mempertahankan kebiasaan menjaga umur, lebih tepatnya berkata dia bersikap keras kepala mempertahankan cinta dia terhadap nenek.

Untuk Hansen, menjaga umur adalah perjanjian dia dan nenek.

Jadi dia tidak ingin mengingkari janji.

Ellen memegang lengan Hansen dengan erat dan menyandar kepalanya di atas bahu Hansen.

Meskipun nenek sudah lama meninggal, kakek tetap terus mencintainya dan kangen terhadapnya tanpa berubah.

Kisah cinta dan pertahanan seperti ini membuat Ellen merasa iri!

Sejak nenek meninggal, ini adalah pertama kali William mendengar Hansen bercerita tentang hal yang berhubungan dengan nenek.

Semua hal kecil yang biasa, seiring waktu berjalan, semuanya akan menjadi ingatan yang berharga dan manis.

William percaya.

Percaya bahwa Hansen menjalani hari-hari dengan ingatan masa lalu manis bersama nenek.

William mengangkat kepalanya dan menatap ke Ellen, tatapannya dipenuhi dengan emosi yang dalam dan kuat.

..........

Pada hampir jam 4 subuh, Ellen memutuskan mau berjalan-jalan ke taman karena benar-benar sudah sangat mengantuk.

William pun ikut keluar ketika Ellen baru keluar sebentar.

Mereka berdua pun teringat dengan cerita kakek dan nenek ketika tatapan mereka saling bertabrakan, hal ini membuat hati mereka terasa lembut.

William berjalan turun dari tangga ke hadapan Ellen, kemudian mengulurkan tangannya dan mengelus kepala Ellen.

Pipi Ellen memerah, dia melihat ke arah pintu dan berkata dengan suara kecil. "Kakek dimana?"

"Mungkin nanti dia akan keluar juga untuk jalan-jalan" Karena begadang, suara William pun menjadi agak serak, tetapi tetap enak didengar.

Ellen menggembangkan pipinya dan mengangguk, "Biasanya malam tahun baru kamu akan bermain mahjong bersama paman Sumi, mengapa hari ini pulang begitu awal?"

"Iya, paman Sumi ada urusan" William menjawab.

Ellen mengerutkan alisnya dengan wajah tidak mengerti, "Pada tahun baru ini, paman Sumi ada urusan apa?"

William menatap ke Ellen, "Paman Sumi sekarang adalah orang yang beridentitas"

Apa?

Ellen semakin tidak mengerti maksud William.

"Sekarang dia adalah tunangan orang lain, tentu saja dia tidak akan membiarkan tunangannya sendirian pada malam tahun baru" William mengangkat alisnya sambil berkata.

Tunangan?

Setelah berpikir beberapa saat, Ellen baru mengerti maksud tunangan yang dikatakan William itu siapa.

Tetapi....... setau Ellen, Venus belum berkata mau menikah dengannya!

"Di dalam hati Paman Sumi, dia sudah merupakan tunangannya"

"........." Sudut mulut Ellen bergetar ketika dia mendengar kata-kata William.

Apakah William adalah cacing di dalam perut Ellen? Mengapa dia bisa mengetahui apa yang sedang dipikirkan Ellen?

William mengulurkan tangannya untuk memegang tangan Ellen.

Karena tidak memakai sarung tangan, tangan Ellen pun terasa agak dingin.

William menjilat bibirnya dan memegang satu tangan Ellen lagi sebelum mengelus tangannya dengan lembut.

Sudut mulut Ellen terangkat, dia menatap ke William dan berkata, "Paman Sumi sudah pergi dengan urusannya, bukannya masih ada yang lain?"

William mengangkat kepalanya dan menatap ke Ellen dengan dalam, bibirnya menipis, "Sekarang aku juga merupakan orang yang sudah berkeluarga"

Ellen, ".........." Pipinya memerah, bibir atas dan bawahnya mengerat dengan malu dan dia menatap ke William dengan mata membesar yang bulat.

Mata William menyipit ketika dia melihat bibir Ellen, dia menarik Ellen lebih dekat dengannya dan ingin menciumnya.

"Jangan"

Ellen menarik nafas dan mundur ke belakang sebelum melihat ke arah pintu dengan wajah memerah, "Kakek akan melihatnya"

William mengerutkan alisnya, "Kita keluar saja"

"?" Ellen merasa bingung, "Pergi kemana?"

"Gerbang pintu" Sambil berkata, William pun menarik Ellen berjalan ke arah luar.

....

"Ellen, William, dua anak nakal ini, tadi aku masih mendengar suara bicara mereka, mengapa sekarang malah menghilang?"

Suara tertawa Hansen yang tidak berdaya berdering dari arah taman.

Pada saat ini Ellen sedang ditekan di atas tiang dan mengalami sebuah ciuman.

Ellen merasa sangat gugup, tetapi Willliam sama sekali tidak peduli dengan Hansen yang sedang berada di taman, dia terus melakukan apa yang dia inginkan kepada Ellen.

Setelah beberapa saat William akhirnya melepaskan Ellen, otak Ellen terasa kosong karena kekurangan oksigen, dia terus menghembus nafas.

William mengeluarkan Ellen dari jaketnya dan mengelus pipi dan telinga Ellen yang memerah.

Dahi mereka saling menempel dengan mesra, berbanding dengan Ellen yang merasa sesak nafas, William terasa baik-baik saja dengan nafas lancar.

"Apakah kamu baik-baik saja?" William berkata dengan suara serak.

Ellen merasa gugup pada detik William mulai berbicara, dia mengangkat tangan kecilnya dan sibuk menutupi mulut William dan menatapnya dengan mata membesar sambil menggelengkan kepalanya dengan gugup untuk memberi William kode jangan bersuara.

Hansen masih berada di taman, bagaimana kalau dia mendengarnya?

William mengangkat alisnya dan tidak berbicara lagi, dia hanya terus menatap ke Ellen dengan tatapan mempesona.

Detak jantung Ellen berdebar dengan kencang, tatapannya memancarkan cahaya.

Paman ketiga Ellen ini biasanya jarang senyum, tetapi dia sangat pintar menggoda Ellen, jangankan yang lain, tatapan seperti ini saja bisa membuat Ellen merasa gugup.

Ellen meletakkan tangannya yang menutupi mulut William secara perlahan dan berbicara dengan suara yang sangat kecil, sampai William hanya bisa menebak apa yang sedang dia katakan melewati gerakan bibirnya.

"Kakek berada di taman sekarang, kita harus bagaimana?"

Kedua tangan William berada di sisi tubuh Ellen, dia membungkukkan badannya dan menghembus nafas hangat sambil berbisik di telinga Ellen, "Aku masuk dulu, kamu tunggu sebentar baru masuk"

Karena sudah memiliki pengalaman, tidak perlu tanya, Ellen pun sudah tahu mengapa dirinya harus menunggu sebentar baru masuk.

Bibir Ellen pasti sangat bengkak sekarang.

Sudut mulut Ellen bergetar, dia mencubit pinggang William dengan ekspresi tidak puas, "Kalau kakek bertanya aku dimana, kamu mau berkata apa?"

"Bilang kamu pergi ke kamar mandi?" William berkata sambil menatap ke wajah Ellen yang terlihat bening dan bersih karena pantulan lampu dari sisi pintu.

Ide ini bagus, tetapi........

"Bagaimana aku masuk ke dalam nanti? Kamar mandi kan di dalam" Ellen bertanya.

"Aku akan mencari cara untuk meminta kakek masuk ke dalam, waktu itu kamu baru masuk" William menjawab.

".........." Ellen mengangguk setelah berpikir, "Sekarang hanya bisa begitu juga"

William tertawa dan mencium sudut mulutnya, "Aku masuk dulu ya?"

Ellen mengembangkan mulutnya dan melirik William dengan wajah mengeluh, "Semua salah kamu"

Kalau bukan karena William menarik Ellen keluar untuk melakukan hal seperti ini, situasi juga tidak akan menjadi begitu canggung.

"Iya" William menerima semua keluhan Ellen.

Melihat sikap William, Ellen pun menjadi tidak tega mau berkata lebih banyak!

Akhirnya, William berjalan ke arah taman.

Melihat William berjalan dari arah luar, Hansen terlihat kaget, "Kenapa masuk dari luar? Kamu keluar ya?"

"Aku berjalan sebentar di luar tadi" William berkata dengan nada suara tenang seperti biasa.

Ellen yang mendengar di luar pintu pun membantu William merasa malu.

Sementara Hansen juga tidak merasa ragu, dia melihat ke belakang William, "Ellen dimana?"

William berhenti beberapa saat sebelum berkata, "Waktu mau keluar aku mendengar Ellen berkata dia mau pergi ke kamar mandi karena sakit perut"

Di dekat taman sini memiliki sebuah kamar mandi pribadi.

"Sakit perut? Apakah dia baik-baik saja? Dia sudah pergi berapa lama?" Hansen menatap ke arah taman dengan ekspresi risau.

".............." William diam beberapa detik sebelum berkata, "Tidak lama. Tenang saja, seharusnya tidak apa-apa"

"Tidak lama? Aku saja sudah keluar hampir 10 menit" Hansen berkata.

"Aku juga baru saja keluar 10 menit" William berkata dengan serius.

Hansen menatap ke William beberapa saat sebelum mengangguk, sepertinya dia merasa William tidak memiliki keperluan untuk membohongnya,akhirnya dia tidak bertanya banyak lagi tentang itu.

Setelah berdiri di taman sekitar 5 menit, Hansen bertanya lagi mengapa Ellen masih belum keluar dari kamar mandi, William menjawab, "Kakek, di luar agak dingin, kita masuk dulu saja"

Hansen menatap ke arah kamar mandi sebelum berkata, "Aku tunggu Ellen saja, gadis itu takut terhadap hantu sejak kecil, aku berada di sini bisa memberikan Ellen sebuah hiburan"

William, ".............."

Ellen yang dibilang takut hantu, "........."

Ellen yang mendengar merasa terharu dan ragu.

Dia saja berani berjalan di jalan raya pada malam hari sendiri, masih takut dengan hantu?

Novel Terkait

My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu