Hanya Kamu Hidupku - Bab 329 Aku Sangat Sedih, Sampai Mau Mati Rasanya

Setelah Vania berteriak, ia membungkuk dan meraih ponsel yang rusak di lantai, lalu berjalan ke ruang tamu untuk mengambil tas, dan bergegas keluar dari rumah itu.

Rosa yang melihat Vania bergegas keluar, bahkan sampai tidak menutup pintu, mengangkat alisnya.

Sudut matanya menyipit, dan dia menyipitkan matanya ke arah Venus di luar pintu. Mata Rosa terus bergerak, berjalan menuju pintu, ‘’ Vania ini, sejak kecil memang tidak cocok dengan Ellen. Selain itu, Bintang awalnya menyukai Ellen, dan ini membuat Vania semakin tidak menyukai Ellen. Sekarang dia melihat Bintang bertemu dengan Ellen, wajar saja kalau dia begitu emosional, sebenarnya dipikir-pikir waajr juga. "

Rosa menutup pintu, berbalik badan melihat Venus, ‘’ Ellen sudah bersama kak William, mengetahui bahwa Bintang dan Vania adalah pasangan yang akan menikah, ia harusnya mengerti, sudah waktunya untuk menghindar. Sayang, Ellen sudah terbiasa dimanjakan Kak William. Bertindak tanpa pertimbangan. Tidak mungkin kan sudah bersama dengan Kak William, namun ia masih tidak bisa melepaskan Bintang, bagaimana menurutmu?”

"Ellen sangat polos, bagaimana mungkin menggantungkan dua pria di saat yang sama?" Venus berkata sambil mengerutkan kening.

Rosa menatap mata Venus dan berjalan ke arahnya sambil tersenyum, "Venus, tahun ini sudah berumur dua puluh enam bukan.’’

"Um." Venus merespon dengan datar.

"Kamu memiliki kriteria yang sangat baik, mengapa aku belum pernah melihat ada yang mendekatimu, atau mendengar kamu tertarik pada seseorang…’’

Rosa berjalan di depan Venus, mengulurkan tangannya meraih tangan Venus, dan menatapnya dengan sedih. "Masa muda seorang wanita sangat pendek, beberapa tahun itu sangatlah singkat. Selagi masih muda, carilah pria hebat yang dapat kamu percaya untuk menjadi sandaran hidupmu.”

“Kak Rosa saja tidak terburu-buru, untuk apa aku buru-buru iya kan?” Venus tersenyum masam.

Wajah Rosa sedikit membeku, ia menatap Venus selama dua detik, kemudian melepaskan tangannya, berjalan ke meja makan dan duduk.

Mata Venus semakin dingin, ia mengangkat dagunya, dan duduk di samping Rosa. "Tidak tahu apakah Vania pergi seperti ini akan baik-baik saja atau tidak?’’

Rosa mengulurkan tangannya memegang penjepit cangkang kepiting, ‘’Harusnya tidak.’’

Venus pun tidak berbicara lagi.

Rosa menundukkan tatapan matanya, di dalam tatapan matanya penuh rencana.

……

Di Villa Coral Pavillion.

Pukul sebelas malam, Ellen menutup laptop dan pergi ke kamar mandi untuk mandi.

Keluar dari kamar mandi, ia berdiri di depan cermin, Ellen menyeka embun yang ada di cermin dengan tangannya, lalu dengan mata yang jernih menatap dirinya sendiri di dalam cermin.

Krieeettt……

Pintu kamar mandi terbuka.

Ellen melihat dari cermin dan melihat seseorang, bibirnya yang merona melengkung, "Hari ini sudah bisa istirahat?"

“Hm.” William berjalan ke belakangnya, merentangkan tangannya untuk memeluk, ia mendekatkan hidungnya dengan ringan ke leher Ellen, menghirup aroma sabun yang lembut di tubuh Ellen.

Ellen mengulurkan tangannya dan memegang tangan William yang merangkul di perutnya, bersandar di dadanya yang lebar dengan tenang, matanya melirik ke belakang, berkata dengan lembut, "Aku sudah selesai mandi, sekarang kamu cepat mandi. Aku tunggu di luar.’’

William mencium daun telinganya dengan lembut, napasnya yang menghembus hangat di telinganya, "Ada apa?"

‘’Uhm.”

Ellen merenggangkan lengannya dan menghadap ke Willam, ia merangkul lehernya dengan tatapan ringan. " Hari ini pemimpin redaksi mencariku dan mengatakan kepadaku bahwa dia merekomendasikanku untuk menggantikan posisinya."

“Hebat sekali.”

Wlliam mengangkat Alisnya.

Ellen mengerutkan hidungnya, "Jangan mengejekku. Apa bisa aku sehebat dirimu?”

“Ya.” William mengecup matanya, berkata sambil tersenyum.

Wajah Ellen memerah, ia mengangkat lehernya, dan mencium bibir William yang tipis, "Tapi sudah ku tolak."

Wlliam sedikit terkejut, “Kenapa?”

Sepasang bola mata Ellen yang hitam terangkat dan memiringkan kepalanya sambil berkata, "Karena aku pikir aku tidak kompeten untuk berada di posisi pemimpin redaksi."

William menatapnya dalam, “Sekarang menyesal?”

“Hehehe, ” Ellen tersenyum malu, "Tidak ada yang bisa kusembunyikan darimu.’’

William menatap wajah Ellen yang merah, menatapnya lembut, dan tidak mengatakan apa-apa lagi, dengan tangannya yang lebar memegang dagunya dan mencium bibirnya.

Ellen memejamkan matanya dan langsung membalas ciumannya.

William menciumnya dalam, menatap wajah mungilnya, memandangnya dengan penuh cinta, ketika menciumnya menjadi semakin indah dan membara, mata hitamnya seketika menjadi tajam, lengannya yang panjang mendekap erat tubuh kecilnya. merangkul pinggangnya lalu menggendongnya keluar dari kamar mandi

……

Dini hari, Vania tiba di depan halaman rumah yang ditinggali Louis.

Louis sedang tidur, begitu Vania tiba, ia menangis dan berteriak di halaman. Sehingga suaranya membuat Louis dan Lina terbangun.

Louis menggosok matanya yang masih berat dan duduk di tempat tidur, mengerutkan kening, ia melihat ke luar pintu kamar dengan wajah yang mengantuk.

“Nona keempat?”

Setelah beberapa saat, suara terkejut Lina datang dari luar pintu.

Louis tiba-tiba tertegun, segera mengangkat selimut dari tempat tidur, mengambil syal dan melilitkan ke lehernya, lalu berjalan cepat menuju pintu.

Pintu terbuka, Louis menjulurkan kepalanya keluar dari rumah, sekilas ia melihat Vania yang berdiri di halaman dan sedang menangis, Lina yang sedang berdiri disamping tidak berani mendekati Vania.

Louis terkejut, ia melangkah melewati ambang pintu, berjalan dengan gemetar menuju halaman, "Vania, Vania, ada apa denganmu?"

‘’Huaaaa…. mama…’’

Vania menatap Louis dengan kedua mata yang tertutup oleh rambutnya yang acak-acakan dan menangis dengan keras.

Hati Louis begitu khawatir, ia memegang tangan Vania dengan cemas, tangan lainnya perlahan merapikan rambut Vania yang menutupi wajahnya.

‘’ Vania, Ada masalah apa? Mengapu kamu menangis seperti ini ?’’

‘’mama…’’

Vania jatuh kedalam pelukan Louis, "ma, aku sangat menderita, rasanya aku seperti hampir mati, huhuhu….’’

“Vania, anak baik, jangan menakuti mama.” Louis mengulurkan tangannya dan tidak hentinya membelai Vania yang menangis, tubuhnya mundur ke belakang dengan gemetar, “Kamu beri tahu mama apa yang terjadi, mama pasti mendukungmu. "

‘’Huhu…’’

Vania menangis kencang.

Lina yang berdiri berdampingan, matanya sontak menyipit.

……

Di kamar Louis

Louis menggenggam tangan Vania, duduk di tempat tidur.

Vania menunjukkan kepada Louis video di handphone nya dan berkata, "ma, aku dan Bintang sudah bertunangan. Tapi coba tebak apa yang ia katakan ketika aku bertanya dengan video itu? Dia mengatakan bahwa sebatang rambut Ellen saja tidak bisa ku tandingi! Dia juga mengatakan bahkan untuk menyebut nama Ellen saja aku tidak pantas? Apa yang dia pikirkan tentangku? Pantaskah dia melakukan itu padaku? "

Louis mengerutkan kening, menatap mata Vania yang bengkak, berkata sambil menghela, "Kamu tahu bahwa Bintang menyukai Ellen, mengapa kamu tetap rela diperlakukan semena-mena oleh seorang pria yang tidak menyukai kamu." “Intinya sekarang bukan ini!”

Vania menggelengkan kepalanya dan menatap Louis dengan getir, "Kalau Bintang sangat menyukai Ellen, seharusnya ia tidak menyetujui papanya ketika diminta untuk bertunangan denganku hanya demi posisi walikota papanya! Tapi sekarang dia tahu bahwa Ellen masih hidup, dia ingin mengakhiri pertunangannya denganku. Apakah dia pikir aku ini anjing yang datang kapan saja ketika ia panggil lalu bisa ia usir kapan saja ? Apakah keluarga Dilsen terlihat serendah itu di mata keluarga mereka?”

"Vania, mama berpikir bahwa harga diri adalah yang kedua, kebahagiaanmu adalah hal yang paling penting. Kita tidak perlu tetap bergantung pada pria yang sama sekali tidak bisa membuatmu bahagia, " kata Louis.

Air mata Vania mengalir lagi, berkata dengan suara tercekat, "Tapi hanya bersama Bintang aku baru bisa bahagia!”

“Kau ini, dasar anak bodoh.”

Louis menghela nafas dan mengusap air mata yang menetes di wajahnya.

“Bu...” Vania menangis dan menyandarkan kepalanya di bahu Louis. “Bukankah kamu sangat membenci pelakor? Sekarang Ellen sudah memiliki kakak ketiga dan masih belum puas, dia masih datang untuk berhubungan dengan tunanganku lalu menghancurkan hubungan kami. Aku adalah putrimu, mama sudah mengajarkanku semua dengan tegas. Sekarang Ellen wanita itu, dengan tidak tahu malu datang menggoda kekasihku. Apakah mama akan membiarkan dia menggemenyakiti putri kandung mama?"

Louis menyipitkan matanya, "Segala sesuatu hal punya porsinya masing-masing. Video yang baru saja kamu tunjukkan kepadaku. Besok mama akan pergi mencari Ellen dan menanyakannya dengan jelas. Jika jawabannya benar apa yang kamu katakan, mama tidak akan memaafkannya.”

"Apa lagi yang perlu ditanyakan! Apa tidak cukup jelas menonton video? Ellen jelas-jelas ingin memiliki keduanya, mengambil kakak ketigaku dan Bintang!" Vania berkata dengan penuh amarah.

"Beraninya dia!”

Louis marah, "Jika Ellen berani mempermainkan perasaan William seperti itu, aku tidak akan mengampuni dia!"

Vania menatap Louis dengan sedih, "ma, apakah di hatimu hanya ada kakak ketiga? Bagaimana denganku ? Ellen sudah begitu mempermalukanku, kamu tetap hanya peduli dengan kakak ketiga!"

Louis sedikit tersentak, mengelus tangan Vania, "Mulai bicara omong kosong lagi? Siapa yang tidak tahu yang paling aku cintai adalah putri bungsuku. Kamu mendapatkan masalah, mungkinkah aku sebagai seorang mama hanya duduk diam dan mengabaikan? Jangan khawatir, mama akan pergi menemui Ellen besok, dan mama harus meminta penjelasannya untukmu! Dan juga Keluarga Hamid. mama akan mengajak mamanya keluar dan berbicara dengannya.”

Wajah Vania cemberut, ia mengulurkan tangannya dan memeluk Louis, "ma, aku pikir di hati mama hanya ada kakak ketiga, tetapi sekarang aku tahu kalau juga ada aku."

Louis mengangkat bibirnya dan menyentuh kepalanya. "Kamu dan kakak ketigamu adalah anak kandung mama, siapapun yang sakit mama tetap akan merasa tidak tega. Kamu ya, bahkan dengan kakak ketigamu saja bisa cemburu.”

"Maaf, Bu. Aku salah paham sebelumnya. Kupikir kau sudah tidak mencintaiku lagi, jadi di dalam hatiku selalu ingin menyalahkanmu. Selama beberapa tahun terakhir, aku sengaja membuatmu marah. Aku juga tidak sering datang menemanimu, dan tidak perhatian setiap kali bertemu denganmu. Sekarang Vania tahu, Vania yang salah. Kelak aku pasti akan sering datang menemanimu. "

Vania berkata dengan penuh kasih sayang yang tulus.

Mendengar itu, hati Louis terharu, air mata bergulir dari matanya, ia menatap Vania, “Ternyata selama beberapa tahun ini kamu membangkang dan begitu brutal karena mengira aku sudah tidak menyayangimu lagi?”.

“Hmm.” Louis menggangguk sambil terisak.

"Aihh." Louis meneteskan air mata, "Bagaimana mungkin ada seorang mama di dunia ini yang tidak mencintai anaknya?"

"mama, aku mencintaimu. Sekarang aku mengerti bahwa di dunia ini, hanya mama dan papa yang benar-benar baik padaku tanpa syarat. Vania berjanji tidak akan membuatmu marah dan berbakti padamu."

"Kebahagiaan anak perempuanku adalah bakti anak yang terbaik bagi mama.”

Vania mengangguk kuat, namun ada cahaya dingin di matanya menunduk.

Novel Terkait

Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
3 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu