Hanya Kamu Hidupku - Bab 359 Aku Tidak Tahu Harus Bagaimana

Setelah mematikan telepon, ia memberikan ponsel kebawahannya, tiba-tiba berkata, “Maaf Nona Rosa, kebetulan aku ada urusan pribadi yang harus kuurus, sehingga tidak bisa melayani Nona Rosa. Lain kali aku akan menghubungi Nona untuk datang bertamu kesini lagi.”

Begitu ucapan ini dilontarkan, membuat Rosa terperanjat.

Bahkan sampai Samir dan Sumi juga terkejut, satu per satu melihat kearah Thomas dengan wajah bingung.

Ekspresi wajah Thomas seperti biasa, berkata pada tangan kanan disampingnya dengan wajah yang tersenyum, “Antarkan Nona Rosa pulang.”

Bawahannya mengangguk, lalu melihat kearah Rosa, “Nona Rosa, silahkan.”

Kedatangan Rosa kali ini sungguh membuat hatinya tidak tenang.

Kalau ingin mengatakan kalau dia dibuat takut sampai rohnya kabur pun tidak berlebihan.

Sekarang mendengar Thomas mengatakan ingin memulangkannya, Rosa sungguh tidak berani percaya semua baik-baik saja, ia menatap wajah tampan Thomas yang membuat orang tidak bisa menebak usia aslinya dengan bingung, setiap katanya terdengar bergetar, “Meng, mengantarku pulang?”

Thomas mengangguk, lalu menyuruh dua orang bawahannya untuk menyeret pergi Eric.

Ketika Eric diseret pergi, matanya yang merah terus menatap Rosa, namun sama sekali tidak ada tatapan menyalahkan dalam tatapan matanya itu, malah penuh dengan rasa tidak tega dan sedih.

Namun, sampai dia benar-benar diseret pergi, Rosa bahkan meliriknya pun tidak.

Lalu, Rosa juga diantar keluar dari mansion dengan perasaa bingung.

“Thomas, kenapa kamu melepaskannya?” Samir menatap Thomas dengan eksprsi tidak terima.

Thomas mengulurkan tangan untuk menggenggam tangan Samir, berkata dengan lembut, “Bukan aku yang ingin melepaskannya, William yang menginginkannya.”

“Apa?” Samir mengkerutkan alis sambil memelototi Thomas, “Aku tidak salah dengar kan?”

Sumi mengetatkan bibir lalu melihat kearah Thomas, “William menyuruhmu melepaskannya?”

Thomas mengangguk, “William pasti punya rencana lain.”

Begitu Sumi dan Samir mendengar ini langsung saling bertatapan, meskipun alisnya mengkerut karena tidak mengerti, namun mereka tidak mengatakan apapun lagi.

……

Sepuluh hari setelah kejadian penculikan itu, kondisi Gerald kritis.

William segera menuju rumah sakit, Hansen tengah berdiri didepan ruang rawat sambil bertopang pada tongkatnya, kepalanya tertunduk, ekspresinya sangat buruk.

Demian dan Mila, bahkan Vania juga berada dalam kamar rawat.

William melihat Hansen, menarik nafas panjang, melangkah maju kedepan Hansen.

Hansen tidak mengangkat kepalanya, berkata dengan suara yang berat dan serak, “Masuklah, ayahmu, sudah tidak akan lama lagi.”

Kedua tangan William mengepal, menatap Hansen dengan dalam, langkahnya segera beralih dan masuk ke dalam ruang rawat.

“Vania, papa sudah akan pergi, jalan berikutnya, semua harus mengandalkan dirimu sendiri.”

Cahaya bersinar di punggungnya.

Ketika William masuk ke ruang rawat, wajah Gerald yang berbaring di ranjang terlihat begitu bersinar.

“Pa, Vania hanya punya kamu. Kamu tidak bisa meninggalkan Vania seorang diri.” Vania menggoyangkan tangan Gerald yang hanya tersisa kulit berbalut tulang, ia menangis sejadi-jadinya.

Kesedihan Vania adanya benar, dna rasa takutnya juga benar!

Sekarang yang tersisa didunia ini, hanya Gerald yang bisa menjadi sandarannya, dan hanya Gerald yang akan baik padanya tanpa syarat dan tanpa meminta balas jasa..

Kalau Gerald sampai meninggal, maka tidak aka nada lagi orang yang bisa membelanya dan memetingkannya dalam segala hal.

Dan dirinya akan sebatang kara tanpa bantuan mulai saat ini!

Wajah William begitu dingin, berdiri disamping Mira hanya bisa menangis dan berdiri diam disamping.

Mira meliriknya dengan wajah penuh air mata, lalu memiringkan kepalanya bersandar di lengannya.

William mengetatkan bibir, menatap Mira dengan begitu dalam.

“Pa, jangan pergi, kamu harus menemani Vania. Tanpa dirimu, aku tidak tahu harus bagaimana? Pa, apakah kamu tega meninggalkanku seperti ini?” Vania menggoyangkan tangan Gerald dengan kuat dan menangis begitu keras.

Mata Gerald dipenuhi airmata, “Papa akan terus menjagamu, melindungimu. Kamu tidak akan seorang diri.”

“Huhu……. Papa, bertahanlah? Aku benar-benar tidak bisa kehilangan dirimu. Kumohon.” Vania tidak mampu menahan rasa takut juga sedih yang bergolak dalam hatinya, ia menangis sejadi-jadinya.

“Pa, aku takut, aku takut sendirian, huhu……”

“Aku tidak tahu harus bagaimana kalau seorang diri? Aku harus bagaimana?”

“Pa, jangan pergi, paaa………..”

Tangan Gerald yang lainnya terangkat dan menyentuh wajah Vania dengan gemetar, wajahnya juga bergetar hebat, “Papa juga tidak ingin meninggalkan Vania, papa tidak berdaya.”

“Huhu, papa, kami akan membawamu keluar negri, dalam negri tidak bisa mengobatimu, kita berobat keluar, ya? Papa.” Vania menangis sampai airmata memenuhi matanya, bahkan matanya sampai sulit untuk dibuka.

Kedua mata Gerald yang gelap dipenuhi oleh airmata, menatap Vania dengan tatapan yang tidak tega.

Mungkin didunia ini, yang bisa membuatnya tidak tenang untuk ditinggalkan, hanya Vania seorang!

“Vania, kamu ikut kakak pertama dan kakak keduamu untuk keluar sebentar, ada yang ingin papa bicarakan pada kakak ketigamu.” Gerald mengelus wajah Vania, berkata dengan penuh perjuangan.

“………..” Vania mengerjapkan mata, mengetatkan bibirnya yang merah karena menangis, melihat William, lalu melihat Gerald lagi, namun tetap bangkit dengan menurut, berjalan keluar kamar.

Demian dan Mila juga melihat kearah William dan Gerald, lalu ikut keluar.

Begitu mereka bertiga pergi, didalam kamar pasien ini hanya tersisa William dan Gerald berdua.

William berdiri diujung ranjang, matanya yang hitam pekat memandang Gerald yang nafasnya sudah semakin menipis, bibir tipisnya mengetat sampai lurus, sama sekali tidak membuka pembicaraan.

Perlahan Gerald menarik kembali tatapannya dari ambang pintu, lalu melihat kearah William.

……

Villa Pavilion Coral.

Tidak lama setelah William pergi ke rumah sakit, Louis pun datang.

Disaat seperti ini, Keyhan Tino dan Tino sedang berada disekolah.

Ellen meminta Bibi Darmi menyeduh teh dan menyiapkan buah.

Namun sejak Louis tiba di villa, sam asekali tidak bicara sepatah kata pun, seteguk teh pun tidak diminum, bahkan buah pun tidak ia sentuh.

Melihatnya seperti ini, Ellen tahu, mungkin dia sudah mendapat kabar tentang kondisi penyakit Gerald.

Ellen melihat Louis yang duduk di sofa bagaikan patung, matanya terpusat pada satu titik dan termenung.

Dari samping terlihat begitu dingin, namun sebenarnya ada rasa perih dan sakit yang menusuk sampai ketulang.

Louis duduk seperti itu di sofa hampir satu setengah jam, baru mengalihkan pandangan kearah Ellen, karena terlalu lama tidak bicara membuat suaranya menjadi begitu serak, “Duduk lama dalam rumah, rasanya bosan juga.”

Mata Ellen bergerak, menatap Louis, “Bagaimana kalau kau menemanimu jalan-jalan di taman bunga?”

Louis mengangguk.

……

Ellen menemani Louis berjalan di taman bunga belakang selama 20 menitan.

Sepanjang itu, Louis terus berbicara dengannya, namun sama sekali tidak ada intinya.

Ellen juga mendengarkan dengan sabar.

Sebenarnya.

Ellen juga tidak tahu seperti apa perasaan Louis saat ini.

Terhadap penghianat pernikahannya, membawa anak dari selingkuhannya dan membawa anak itu untuk dibesarkan olehnya tanpa diketahui siapa anak itu sebenarnya.

Anak yang dianggap bagaikan permata dalam genggamannya, akhirnya menjadi putri dari suami dan juga pelakor itu, sementara anak kandungnya malah tidak berjodoh dengan dunia ini.

Hal seperti ini, tidak ada satu wanita pun didunia ini yang sanggup menerimanya.

Ellen berpikir, Louis apsti sangat membenci Gerald.

Namun ketika pria yang sudah memiliki empat anak dengannya ini menghadapi kematian suatu hari nanti. Ketika didunia ini tidak aka nada pria ini lagi, perasaan Louis, selain kebencian, mungkinkah masa ada yang lain?

Ketika berjalan sampai di tempat budidaya bibit bunga di taman ini, tiba-tiba Louis berhenti, ia menatap bunga-bungan yang bermekaran di sana, “Beberapa tahun diawal pernikahanku, dalam taman bunga di rumah inti ditanami sehamparan luas bunga Gypsophila, ada beraneka ragam warna Gypsophila.”

Ellen menatap Louis, ada rasa heran dalam tatapannya, tidak begitu paham kenapa dia bisa tiba-tiba membicarakan ini.

“Gypsophila merupakan bunga yang paling kusukai. Dia tidak terhormat seperti bunga Peony, juga tidak menawan seperti bunga mawar, bahkan bukan jenis bunga yang langka atau mahal. Tapi aku suka, menyukainya tanpa alasan.”

Louis berkata, ia menarik Ellen duduk dikursi samping pot bibit bunga, punggungnya bersandar di sandaran kursi, matanya melihat jauh ke depan, “Gerald tahu aku sungguh menyukai Gypsophila, sehingga menanamnya di taman bunga belakang dengan tangannya sendiri, setiap hari ia merawat dan memupukinya dengan begitu hati-hati, sehingga setiap tahunnya bunga Gypsophila akan mekar dengan sangat baik, sangat indah.”

Hati Ellen bergetar menatap Louis.

Tanpa sadar Louis mencengkram tangan Ellen dengan kuat, perlahan sudut matanya mulai memerah, “Mungkin ini adalah hal yang paling niat dan paling romantic yang pernah ia lakukan untukku. Juga alasan aku memaafkannya sampai tidak terhitung jumlahnya. Kamu tahu, pernah mengalami satu kali, sebagai seorang wanita pasti akan menjadi semakin sensitive, meskipun hanya hembusan angina sudah cukup menggerakkan hati seorang wanita untuk waspada. Diam-diam aku mengikuti Gerald, akhirnya aku menemukan kalau dia sama sekali tidak memutus hubungannya dengan wanita itu. Aku bertengkar hebat dengannya, awalnya dia akan membujukku, namun dia tidak akan berkata untuk putus dengan wanita itu. Setelah lama seperti ini, dia bahkan untuk membujukku saja sudah tidak mau lagi. Aku mengamuk, sehingga mencabut semua bunga Gypsophila yang ada di taman bunga belakang yang begitu luas, sampai satu batang pun tidak bersisa.”

“Aku pikir dengan aku mencabut semua Gypsophila itu, maka akan mencabutnya dari hatiku.”

Louis menatap Ellen dengan mata merah, wajahnya terlihat begitu perih dan cibiran terhadap dirinya sendiri, ”Namun di beberapa tahun yang lalu, dia sudah berakar dalam hatiku, kalau aku ingin mencabutnya, aku harus menerima rasa sakit karena ada ada lubang yang ditimbulkan dari akar yang tercabut itu, aku tahu ketika itu aku tidak kuat untuk menanggungnya.”

“Apakah kamu tahu Ellen? Ketika itu, setiap kali ia melihat ponsel, aku akan mengira wanita itu yang sedang datang mencarinya. Begitu ia keluar, aku akan mengira ia sedang pergi mencarinya. Setiap malam dimana dia tidak pulang, aku tidak akan bisa tidur sepanjang malam. Sakit di hati ini, sama sekali tidak ada tempat untuk mengadu.”

Mendengar apa yang Louis katakan, hati Ellen langsung terasa begitu sakit.

Karena dia bisa merasakan betapa sakit dan putus asanya Louis ketika itu.

Dia benar-benar pernah menjalani masa itu, Ellen membayangkan seandainya Paman ketiganya memperlakukannya seperti itu juga, mungkin dia akan mati karena kesakitan!

Ellen memejamkan mata perlahan, bahkan memikirkan pun tidak berani memikirkan kemungkinan ini.

“Aku pernah merasa, Gerald merupakan orang yang paling kejam padaku didunia ini. Seorang wanita kalau sungguh-sungguh ingin bersikap kejam pada seorang wanita, dia tidak akan segan-segan melakukannya. Meskipun kamu bersimbah darah dihadapannya, dia juga tidak akan melirikmu sedikitpun.” Louis berkata dengan begitu mengenaskan, “Ini semua Gerald yang membuatku paham. Aku pernah mencintainya, lalu tidak cinta lagi. Aku pikir ini adalah akhir yang paling buruk. Namun pada akhirnya, aku membencinya. Namun kalau dia mati, bagaimana caraku membencinya.”

Novel Terkait

Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu