Hanya Kamu Hidupku - Bab 343 Cucunya Terlalu Gembira Hingga Tampak Bodoh

Hansen mengira bahwa Ellen memiliki masalah besar dengan tubuhnya, dia ketakutan hingga bengong, sampai akhirnya mendengar dokter berkata ...

"Nona Ellen, apakah kamu tahu bahwa kamu hamil?"

"... ..."!!!

Sepasang bola mata Hansen melotot lebar, menatap ke dokter, lalu menatap Ellen, masuk dalam keadaan linglung.

Wajah pucat Ellen menjadi sedikit merah, merapatkan bibir dan mengangguk.

Kapala Hansen terasa pusing, napas juga mengencang.

Dokter mengerutkan kening ketika melihat Ellen mengangguk, "Apakah Nona Ellen tidak tahu bahwa trimester pertama kehamilan sangat penting, ibu hamil harus sangat berhati-hati?"

Ellen sekilas melirik Hansen, mengangguk lemah, "... ...Aku sangat berhati-hati."

“Berhati-hati sampai flu dan demam?” Memandang wajah pucat Ellen, dokter juga tidak tega untuk mengomelinya, hanya mengerutkan kening.

Ellen mengelus perutnya dengan satu tangan, menatap cemas pada dokter dan bertanya, "Apakah anak baik-baik saja?"

Dokter meminta perawat untuk menginfus Ellen, kemudian berkata, "Anak sudah hampir berumur sebelas minggu, sekarang memang tidak bermasalah besar, tetapi kondisi fisik Nona Ellen tidak baik. Jika kamu ingin anak ini sehat dan lancar dilahirkan, kamu harus segera memulihkan kondisi fisikmu. Kalau tidak, walau bisa bertahan selama tujuh atau delapan bulan yang tersisa, waktu melahirkan tetap akan berbahaya."

Ellen menarik nafas dalam-dalam, ekspresi serius, mengangguk pada dokter dengan sungguh-sungguh, "Kedepannya aku akan lebih berhati-hati."

"Baguslah jika Nona Ellen memiliki kesadaran ini. Inap di rumah sakit dulu, tunggu sampai demam turun, lakukan pemeriksaan lagi. Kamu boleh keluar kalau sudah tidak apa-apa." Kata dokter.

"Iya." Ellen bekerja sama dengan dokter.

Dokter menatap Ellen sebentar, mengangguk pada Hansen, kemudian pun keluar dari bangsal.

Begitu dokter pergi, Hansen segera berjalan ke ranjang dan duduk, mata yang tajam menatap Ellen.

Kemuraman sebelumnya telah menghilang dari wajah, wajah kembali berseri.

Ketika Ellen melihat ekspresi Hansen seperti ini, wajah kecilnya dilapisi dengan rasa malu, menggerakkan bibirnya dan berkata, "Kakek, kamu akan bertambah satu cicit lagi."

Hansen memandang Ellen, ekspresi senang di wajahnya tidak terkendali, tangan yang agak gemetar memegang tangan Ellen dengan lembut, menepuknya secara tidak sadar, suara berat dan serak, "Bagus, bagus, bagus sekali!"

Ellen menatap wajah Hansen yang gembira dan bersemangat, lengkungan di kedua sisi mulut seketika semakin membentuk, menjabat balik tangan Hansen, membahas bersama Hansen dengan suara ringan, "Kakek, sekarang kamu sudah memiliki dua cicit pria, Nino dan Tino, kamu mau tambah cicit pria atau wanita?

"Kedua-duanya boleh, dua-duanya boleh!"

"Iya, aku juga berpikir demikian. Hehe."

"Kamu sudah mendengar kata-kata dokter kan? Kamu harus segera memulihkan kesehatanmu, kalau tidak, akan sangat berbahaya."

"Aku tahu."

"Aduh, Haha... ... Benar-benar, benar-benar... ..."

"Benar-benar apa?"

"William kita, bagus, benar-benar bagus."

Ellen: o(╯□╰)o

……

William tiba di rumah sakit satu jam kemudian.

Ellen awalnya tidak ingin memberitahu William, agar tidak mengganggu pekerjaannya

Tetapi Hansen bersikeras berpikir bahwa perihal kehamilan Ellen yang menggembirakan dan patut dirayakan "besar-besaran" ini, William sebagai ayah, walau berada di ujung dunia ataupun memiliki masalah sepenting apa pun, tetap harus bergegas kemari, menampakkan perhatian terhadap Ellen dan anak-anak.

Ellen mencoba segala cara agar kakek tidak mendatangkan William, tapi tidak guna, hanya bisa membiarkan Hansen memberi tahu William dan menyuruhnya datang.

Beri tahu saja kalau memang mau, tapi Hansen malah sengaja tidak memberitahu William bahwa Ellen hamil.

Hanya memberitahunya Ellen dirawat inap.

William sangat patuh, langsung meninggalkan sekelompok besar pejabat tinggi di ruang konferensi, berharap bisa memiliki sayap dan langsung terbang ke hadapan Ellen.

Dia segera bergegas ke rumah sakit, Ellen sedang terbaring lemah di ranjang, punggung tangan tertusuk jarum infus.

Di mana Hansen?

Duduk dengan wajah serius di ranjang, ketika melihat William datang, alisnya mengerut erat, berdengus pada William.

Kedua tangan William saling berjabat, berjalan beberapa langkah ke sisi Ellen dan duduk, mengulurkan tangan untuk memegang tangannya, mata dingin menatapnya, "Ellen."

Ellen memandang wajah William yang serius, bulu mata hitam panjang sedikit terkulai, menoleh ke Hansen.

Hansen langsung memberinya isyarat dengan mata.

Ellen: Sangat curiga bahwa paman ketiganya ini bukan cucu kandung kakek!

"Ellen."

Pegangan William pada tangan Ellen bertambah erat, suara magnetik terkandung getaran yang tak gampang ditemukan, penuh kecemasan.

Ellen tidak tega, menatap Hansen dengan canggung.

Hansen menggelengkan kepala dengan kuat.

Ellen memejamkan mata, tidak bisa berbuat apa-apa!

"... ..." Hati William bagai tergantung pisau, "Apa kata dokter?"

Ellen mengernyit, mata melirik Hansen, menjawab dengan volume kecil, "Tidak apa-apa... ..."

"Apanya tidak apa-apa?"

Hansen tiba-tiba bersuara.

Ellen tak berdaya!

Hati William menegang, mata hitamnya menyipit, menoleh ke Hansen.

Wajah Hansen tegas, menatap tajam ke arah William, "Sudah separah ini, sampai kapan kamu mau merahasiakannya dari dia?"

Ellen memandang William dengan perasaan kacau: Kakek, bisakah kita berhenti sekarang juga? Jangan bermain hingga keterlaluan.

William mengabaikan tatapan cemas Ellen, lanjut berkata dengan ganas, "William, aku benar-benar tidak mengira bahwa kamu adalah orang seperti ini! Aku benar-benar sangat kecewa terhadapmu!"

Ellen, "... ..."

"... ... Kakek."

"Jangan panggil kakek!"

Hansen bahkan mulai berakting,

Ellen: cemas dan canggung!

William, "... .."

"Aku sudah menduga kamu tidak dapat diandalkan untuk menjaga Ellen, lihat kondisi Ellen sekarang... ..."

William menunjuk ke Ellen dengan "penuh emosi" dan berkata, "Wajah kecilnya begitu pucat, tubuh begitu kurus, sebagai suami Ellen, kamu merawatnya sampai dia menjadi seperti ini? Masih tidak segan-segannya kamu berlagak di depanku seolah-olah kamu sangat perhatian pada Ellen, itu semua pura-pura kan?"

Ellen menghela nafas di dalam hati.

Bibir tipis William merapat menjadi garis lurus, mata hitamnya menatap Ellen, pisau yang menggantung di hati seolah akan jatuh pada detik berikutnya, "Kakek, bisakah kamu memberitahu aku kondisi Ellen terlebih dahulu sebelum memarahi aku? "

Bulu mata Ellen bergetar, memandang William.

Ketika melihat sudut mata William perlahan muncul urat merah, Ellen sangat tidak tega, "Sayang, sebenarnya aku baik-baik saja... ..."

"Tidak apa-apa... ..."

"Kakek."

Ellen kalah dari Hansen, menatapnya dengan maksud memohon, berkata lembut, "Jangan sengaja menakuti paman ketiga lagi. Akhir-akhir ini paman ketiga sangat lelah."

Hansen menatap tajam ke William, bibir bergerak cepat, ketegasan hasil aktingnya telah dilepas, merapatkan bibir dan tidak berbicara lagi.

Ellen memberi senyuman pada William, mata terbuka lebar melihat William yang sedang menatapnya, merah mewarnai telinganya, berkata, "Tadi kakek sengaja menakut-nakuti kamu, aku benar-benar tidak apa-apa, ya... ... Hamil."

Selesai bicara

Ellen menurunkan kelopak mata.

Wajah putih segera dihiasi warna merah.

William tercengang, mata hitam mendalam, menatap bulu mata Ellen yang berkedip-kedip, perlahan mengerakkan bibir tipis, "... ... ka, kamu?"

Ellen terbengong, langsung mengangkat kelopak dan memelototinya dengan malu disertai marah, "Kalau bukan aku, kamu?"

"... ... Aku, bukan... ..." William menarik napas dalam, mata hitam dan wajah dingin telah muncul ekpresi bahagia yang tak terkendali, sudut mulut secara tak sadar melengkung, "Bagaimana mungkin aku hamil?"

Ellen menemukan senyuman yang tersirat dalam suaranya, wajah semakin merah, dengan malu memalingkan wajahnya.

William masih tidak berani mempercayainya, senyum di wajah ditahannya, memegang erat tangan Ellen, mata hitam bergerak ke arah Hansen, "Kakek, Ellen hamil?"

"Bodoh!"

Hansen menatapnya dengan lucu, suara penuh senyuman, "Dengan IQ kamu yang segitu, bagaimana aku bisa tenang untuk menyerahkan tiga cicit buyutku dirawat kamu?"

"Hehe."

William tertawa.

Tidak hanya itu, dia bahkan mengulurkan tangan untuk memegang bahu Hansen.

Hansen, "... ..."

Terbengong-bengong menatap William.

Mampus, cucunya ini terlalu gembira hingga menjadi bodoh!

Melihat reaksi William seperti ini, Ellen juga tidak bisa menahan tawa.

……

"Kenapa bisa flu?"

Setelah tenang dari kegembiraan menjadi ayah lagi, wajah William yang lembut perlahan-lahan kembali dingin, alisnya mengerut, bertanya pada Ellen dengan suara rendah.

Ellen menggelengkan kepala, "Aku juga tidak tahu. Setelah tahu aku hamil, aku selalu sangat berhati-hati, takut terjadi apa-apa."

William duduk di samping, melihat Ellen sambil berpikir.

Akhir-akhir ini, karena masalah Yuhan, masalah Keyhan, dan masalah dirinya, Ellen selalu cemas.

Sekarang tubuh Ellen yang tidak sehat tidak lepas hubungan dari masalah-masalah ini.

"Setelah tahu hamil?" William menangkap info penting, mata hitam menatap Ellen

Mata Ellen terus berkedip dengan gelisah, tapi tidak menghindar, tergagap-gagap, "Aku tahu sejak terakhir kali aku dirawat di rumah sakit. Ada terlalu banyak masalah yang terjadi baru-baru ini. Aku selalu ingin memberitahumu, tapi setiap kali aku ingin bilang, selalu ada masalah yang menginterupsi."

Ellen meliriknya, "Aku bukan sengaja tidak memberitahu kamu."

"Rawat inap yang terakhir kali? Berarti, kamu sudah tahu kamu hamil sejak sebulan lebih yang lalu?" William memegang tangan Ellen, suaranya berat.

Leher Ellen terasa kaku, tetapi tetap mengangguk.

Alis William seketika berkedut erat, mata menatap Ellen dengan mendalam, tidak bersuara.

Ellen paling tidak tahan dengan ekspresinya yang seperti ini, segera meminta bantuan pada Hansen.

Hansen menyadarinya, agak menegakkan diri, menjernihkan tenggorokkan, berkata, "William... ..."

"Kakek, kalau aku adalah kamu, sekarang aku tidak akan berinisiatif bicara." William sekilas memandang Hansen dengan dingin.

Hansen terdiam.

Okedeh, dia mengakui bahwa tadinya dia sengaja menakutinya, agak tidak bermoral!

Melihat bahwa Hansen juga tidak dapat diandalkan, Ellen pun berkata, " Sayang, aku seketika merasa pusing."

"Pusing. Kalau begitu tidur sebentar." Jawab William.

Ekspresi Ellen sedikit kaku, memandang William sejenak, "Iya."

Kemudian pun memejamkan mata.

William menarik selimut hingga ke dada Ellen, "Untungnya tidak apa-apa, jadi aku tidak akan mempermasalahkannya. Jika diulangi lagi... ..."

William melihat bola mata Ellen yang tidak henti berputar di bawah tutupan kelopak, berkata, "Tidak akan kumaafkan!"

Ellen diam-diam menelan ludah.

William menghela nafas, mengelus kepala Ellen.

Memandangi William dan Ellen, alis Hansen terangkat, tersenyum manis.

……

Kehamilan Ellen tidak diragukan lagi merupakan satu-satunya peristiwa bahagia keluarga Dilsen dalam satu atau dua bulan terakhir.

Peristiwa bahagia ini juga membuat seluruh cuaca keluarga Dilsen yang mendung menjadi cerah.

Semuanya menjadi cerah, perlahan membaik.

Novel Terkait

Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu