Hanya Kamu Hidupku - Bab 415 Suara Ini Terlalu Renyah Sekali

Mendengar ini, William pun menatap Ellen.

Di wajah Ellen seolah tertulis satu kata besar "Terkejut”

“Kenapa memang kalau Sumi pergi ke Kota Yu? Apa dia tidak boleh pergi ke sana?” kata William dengan tenang.

“Dia, dia....”

Samir yang ditanya bingung, dia sudah beberapa kali berkata ‘dia..dia...dia..” dengan meninggikan suaranya tapi akhirnya suaranya pun mengecil, “Dia pergi ke Kota Yu tapi tidak memberitahuku!”

“Jadi?” tanya William.

“....ini keterlaluan!” kata Samir batuk.

William menaikkan alisnya, “Apa ada hal lain lagi?”

“Tidak ada.” jawab Samir.

“Aku tutup kalau begitu.” kata William.

“....oh.” jawab Samir.

William menutup teleponnya lalu meletakkan ponselnya di atas meja teh, lalu menatap Ellen.

“Paman Sumi pergi Ke Kota Yu untuk apa?” Ellen merapatkan bibir merah mudanya lalu menatap William dengan mata besar dan berbinar.

“Tidak tahu jelas juga.” ekspresi wajah William tampak tenang.

Ellen memicingkan matanya lalu mengedipkannya melihat William, tatapan mata kecilnya masih saja begitu tajam.

“Baiklah, dia ke sana seharusnya untuk mencari sahabat baikmu.” jawab William dengan tenang.

“Paman ketiga!”

Ellen membelalakkan matanya lalu menatap William dengan kesal.

Mata hitam William bersinar.

“Paman ketiga, kamu, kamu bagaimana bisa mengkhianatiku?” kata Ellen sambil mengerutkan keningnya.

“....mengkhianati?” sudut bibir Ellen terangkat.

“Iya benar sekali. Ini namanya berkhianat!” kata Ellen kesal, “Aku memberitahumu masalah Pani karena aku sepenuhnya percaya kepadamu. Tapi kenapa kamu bisa sekedipan mata langsung memberitahu hal itu ke orang lain?”

“Sumi, apakah orang lain?” William menatap Ellen.

Ellen dibantah oleh William dengan ucapan ini, wajah Ellen pun memerah kesal.

“Kamu harusnya mengatakannya kepadaku kalau di hatimu paman Sumi yang selalu kamu sayangi itu ternyata kamu anggap sebagai orang lain. Jika kamu telah mengatakannya, aku tidak akan memberitahunya yang adalah orang lain.” Kata William.

“Tidak masuk akal, dipaksa seolah masuk akal saja!”

Ellen melotot ke William dengan sangat marah.

William mengangkat tangan dan mau mengelus wajah mungil Ellen.

Tapi Ellen malah mundur dan menghindar, “Paman ketiga, bahkan aku saja tidak mau Pani beritahu. Sekarang kamu malah memberitahu ke Paman Sumi mengenai situasi yang mungkin terjadi pada Pani. Pani bisa salah paham denganku dan menganggapku bermulut besar yang memberitahu masalahnya kepada Paman Sumi, bagaimana dong?”

William tidak berhasil mengelus wajah mungil Ellen, dia pun akhirnya menyentuh pundak Ellen dan berkata, “Apa kamu tidak percaya dengan persahabatan kalian?”

Ellen menatap William, “Pani sangat sensitif terhadap semua hal tentang Paman Sumi. Sekarang Paman Sumi pergi ke Kota Yu. Aku khawatir jika Paman Sumi tiba-tiba muncul di depan Pani nanti Pani bingung, salah tingkah dan tidak tahu harus berbuat apa untuk menghadapi Paman Sumi.”

“Sumi daridulu tidak pernah bisa melupakan sahabatmu itu.” kata William.

“....juga tidak bisa melupakan Kakak Linsan.” Ellen mengerutkan keningnya.

William menarik tatapan matanya lalu menggenggam pundak Ellen dan memeluknya ke dekapan. Membuat Ellen bersandar padanya, menundukkan pandangan matanya dan berkata, “Kamu berharap Sumi bersama dengan Linsan atau dengan sahabat baikmu?”

Ellen memicingkan mata ke William dan tidak mengatakan apapun.

“Em?” William menggoyangkan lengan Ellen.

Ellen menghela napas, “Sejujurnya, aku tentu saja lebih berharap Paman Sumi bisa bersama dengan Pani. Pani...”

Ellen awalnya mau mengatakan kalau Pani sangat mencintai Paman Sumi. Tapi ketika ucapan itu sampai di mulutnya, dia menghentikan ucapannya itu tepat waktu dan menyimpannya dalam hati.

Dia akhirnya mengerti.

Hubungan pertemanan paman ketiga dan yang lainnya sangat baik.

Biasanya melihat mereka yang sok dingin satu dengan yang lain dan tidak suka mengurusi urusan satu dengan yang lain.

Tapi di saat waktu yang dibutuhkan, mereka masih saja memikirkan mengenai sahabat mereka sendiri.

Masalah Pani adalah salah satu contohnya.

Untuk menghindari ucapan ini didengar William, dia ingin mengucapkan ini langsung kepada Paman Sumi. Jadi Ellen pun menahan dirinya dan tidak mengucapkan apapun lagi.

William melihat Ellen yang seolah mau mengatakan sesuatu tapi ternyata tidak jadi mengatakan apapun. Dia menghela napas dan tidak bertanya lebih ke Ellen, dia berkata, “Kamu juga berharap bisa melihat sahabat baikmu bisa bersama dengan Sumi. Kalau begitu bukankah malah lebih harus untuk mengatakan hal ini kepada Sumi?”

Ellen mengangkat pandangan matanya lalu menatap William, “Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan?”

“Sahabat baikmu akhir-akhir ini kelihatannya mengalami masalah. Jika Sumi saat ini muncul di samping Pani dan membantunya menyelesaikan masalahnya, maka hubungan tegang dan canggung mereka tidak akan lagi berlanjut. Mereka berdua jadi bisa mengambil kesempatan ini untuk memperbaiki hubungan mereka dan memulai kehidupan baru bersama serta melupakan masa lalu yang kelam. Dengan begini, bukannya ini sesuai dengan harapanmu. Sekali bergerak mendapatkan dua hasil yang diinginkan.”

Suara William begitu santai dan suara seperti hipnotis melayang ke gendang telinga Ellen.

Selesai mendengarnya, Ellen berpikir sejenak lalu merapatkan bibir dan menatap William lagi, ekspresinya terlihat cukup serius, “Paman ketiga, tidak kelihatan ya ternyata kamu bisa juga dengan hal-hal seperti ini.”

Ellen selalu merasa kalau William adalah perwakilan pria yang kalau bicara langsung berterus terang. Trik-trik yang rumit dan berputar-putar ini, Ellen sama sekali tidak membayangkan William bisa memikirkannya!

Tidak disangka, trik yang dimiliki William tidak sedikit!

William menaikkan alisnya lalu menarik lengannya menggendong Ellen dan mendudukkannya ke pahanya. William menundukkan kepala lalu menempelkan keningnya ke kening Ellen dan menatap dalam dengan mata gelapnya ke Ellen, “Masih banyak hal yang bisa dilakukan oleh paman ketigamu ini. Kamu tunggu saja dan sadari itu pelan-pelan.”

Ellen menggigit bibir bawahnya lalu tangan lembutnya menyentuh wajah tampan William, “Karena kamu bisa melakukan banyak trik, lalu kenapa kamu selalu menggunakan trik singkat kasar dan sederhana kepadaku?”

Hidung mancung William ditempelkan ke wajah Ellen, tersenyum ringan dan berkata, “Karena lebih cepat.”

Wajah Ellen langsung memerah. Dia tidak ingin membiarkan dirinya jadi tidak serius dan tertawa begitu saja. Dia memicingkan matanya dan berkata, “Menurutku kamu bisa kalau membantu orang lain. Tapi kalau kamu sendiri, kamu hanya bisa melakukan trik itu, trik yang lainnya kamu tidak bisa.”

William tersenyum lalu bibir tipisnya mendekat ke Ellen dan mau mencium Ellen.

Ellen menyadari situasinya, dia pun langsung menarik kepalanya ke belakang. Melihat William yang bibir tipisnya merapat tidak senang, dia pun berkata dengan serius, “Aku sedang tidak dalam suasana hati ingin bermesraan dan melakukan hubungan seks denganmu. Kamu cepat turunkan aku, aku mau kembali ke kamar dan menelepon Pani. Menanyakan dan memahami situasinya di sana.”

“Apa harus sekarang?” tanya William mengerutkan keningnya.

“Harus sekarang!” jawab Ellen mantap.

William menghela napas berat dan menurunkan Ellen dari pahanya.

Ellen tidak berlama-lama di sana, dia langsung menggerakkan kakinya berjalan keluar ke ruang kerja.

William menatap punggung Ellen, “Jika sahabatmu mau menyalakan seseorang, kamu suruh dia menyalahkanku saja.”

“Kamu tidak bilang pun, aku juga akan menyalahkanmu. Tidak benar! Memang dasarnya ini salahmu!” kata Ellen mendengus kesal.

William memegang keningnya, melengkungkan bibirnya dengan ekspresi tak berdaya.

Kelihatannya wanita kecilnya ini benar-benar marah, tempramen buruknya begitu saja muncul.

....

Ellen kembali ke kamar lalu buru-buru membuka laptopnya. Dia sign in ke wechatnya dan menelepon Pani dengan video call.

Ketika koneksi video call hampir saja gagal, layar di sisi lainnya menyetujui undangan video call itu.

Ellen mengatur napasnya dan memikirkan apa yang harus dikatakan ketika muncul wajah Pani di layar.

Tidak disangka.

Ketika koneksi video callnya stabil tiba-tiba yang muncul di layar video bukanlah Pani tapi wajah seorang pria yang tampan sekali!

Begitu melihat wajah itu.

Ellen tertegun.

Tiba-tiba muncul satu kalimat yang biasa muncul di jalan, ‘Benar-benar pria tampan yang biasanya muncul berjalan dari dalam komik. Ketika melihatnya seolah melanggar hukum!’

“Hi.”

Telinga Ellen memerah.

Ya Tuhan.

Suara ini, terlalu renyahnya!”

Ellen menggigit bibirnya. Dia berusaha menenangkan hati gadis muda dalam benaknya. Ellen tenang, tenanglah. Kamu sekarang sudah ada yang punya, juga sudah berkeluarga. Tenang, tenang, tenang!

Ellen batuk dan mencoba menenangkan diri, dia tersenyum, “Hi, itu, aku sedang mencari Pani....”

“Kamu pacar kecilnya Pani itu ya?”

Pria itu mengenakan kaos rumah lengan pendek warna putih tulang. Walaupun pria itu saat ini sedang duduk, tapi melihatnya saja bisa menebak kalau tingginya tidak kurang dari 180 cm.

Parasnya sangat bersih, melihatnya saja bisa merasa nyaman.

Dia adalah tipe yang disukai oleh kebanyakan wanita.

Pacar kecil?

Ellen memutar bola matanya, mengangguk, “Harusnya sih begitu.”

Pria itu pun tersenyum.

Ellen menarik napasnya, merasa kepalanya sedikit pusing.

“Kenalkan namaku Riki Wijaya. Statusku sekarang adalah pak kos Pani. Tapi tidak lama lagi sudah bukan status ini lagi.” Riki menatap Ellen. Suaranya begitu lembut ketika didengar telinga memberikan rasa nyaman dan lembut.

“......em, Aku pernah dengar Pani menceritakan tentangmu.” Ellen menatapnya, “Tapi, Pani mau pindah ya?”

“Pindah?” Riki mengerutkan keningnya heran.

“Bukannya kamu bilang kamu sebentar lagi bukan lagi pak kos Pani kan? Pemahamanku dengan ucapan ini adalah Pani sebentar lagi akan pindah?” Ellen mengangkat bahunya.

Riki tersenyum lagi.

Ellen berkeringat.

Seperti ingin memberinya kartu kuning dan mengingatkannya, jika orang setampan dia, tidak bolej sembarangan tersenyum ke orang lain, itu melanggar hukum!

“Kamu salah paham. Maksudku. Sebentar lagi aku akan menikah dengan Pani. Jadi statusku berubah bukan lagi Pak kosnya. Tapi jadi suaminya!” ketika Riki mengatakan ini, tatapan matanya tampak sangat bersinar bagai bintang yang penuh dengan kebahagiaan dan masa depan.

“Su, sua, suami?!” Ellen terkejut dan menatap Riki dengan heran.

Riki tiba-tiba memajukan wajahnya ke layar.

Ellen terkejut sekali, dia pun langsung mundur dan menatap Riki dengan tatapan terkejut.

Riki membuka mulutnya dengan lebar lalu tersenyum. Senyum yang bisa memikat orang begitu saja!

Berbahaya, berbahaya sekali!

“Em.”

Riki menjawab “em”. Tolong wajahmu jangan terlihat terlalu bahagia dong.

Tatapan mata Ellen tanpa sadar bergetar.

Riki mundur dan bersandar di bangku. Wajahnya terlihat lembut tanpa serangan apapun karena kegembiraan dan kebahagiaan yang dia rasakan. "Pani mungkin khawatir jika memberitahumu, kamu akan terkejut. Jadi dia tidak mengatakannya padamu. Tapi menurutku dia akan memberitahumu hal ini secepatnya.”

“Tuan, Tuan Wijaya.....”

“Tidak apa, kamu bisa memanggilku Riki saja.” jawab Riki dengan lembut.

Ellen menyeka keringat di keningnya lalu menarik napas dalam-dalam. Lalu menatap Riki dengan tatapan mantap sambil berkata dengan serius, “Tuan Wijaya, apa yang kamu katakan ini benaran? Kamu dan Pani akan menikah?”

“Coba kamu lihat aku sekarang, apa aku seperti sedang menipumu?” kata Riki melipatkan kedua tangannya ke depan dan menarik sudut bibirnya tersenyum.

Ellen mengedipkan mata dan memandangi Riki beberapa detik.

Hasil akhirnya.... Riki memang benar-benar tidak terlihat sedang bercanda!

Jatung Ellen melompat dengan kencang menunjukkan dia sudah tidak bisa tenang lagi. Alis Ellen terangkat dan dia pun berkata, “Tuan Wijaya, dimana Pani? Dimana dia?”

Riki merapatkan bibirnya lalu menggerakkan kamera laptop ke sebuah sudut lain.

Tidak lama kemudian, Pani yang sedang berbaring tidur di ranjang muncul di layar video.

Ellen memfokuskan perhatiannya ke wajah Pani. Dia tidak memperhatikan yang lainnya.

Apalagi, baru saja mendengar kalau Riki memberitahu Ellen. Bagi Ellen, Kabar Pani yang akan menikah dengan Riki adalah kabar yang sangat mengejutkan. Ellen sekarang tidak dalam suasana hati bisa memperhatikan yang lainnya.

Dengan segera, wajah Riki muncul lagi di layar video.

Napas Ellen sedikit tercekat, memandang Riki dengan tatapan mata yang rumit sekali, “.....Tuan Wijaya, kamu, kamu dan Pani mulai kapan mendiskusikan mengenai pernikahan?”

Mata Riki sedikit tertutup. Diam sejenak lalu menarik sudut bibirnya dan berkata, “Pertama kali aku melamarnya adalah tiga bulan yang lalu.”

Novel Terkait

Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu