Hanya Kamu Hidupku - Bab 448 Aku Mencari Calon Istriku Pani

"Makan malam, mau makan dirumah atau diluar?" Tanya Riki sambil menyetir.

Mobil melaju pelan, mata Pani terbakar melihat bayangan yang pelan-pelan semakin menjauh, kedua tangan yang berada di atas kaki saling menggenggam sangat erat.

Tidak mendengar jawaban Pani, Riki menyipitkan matanya, membalikkan kepala melihatnya, "Pani."

"Pulang kerumah makan saja." Suara Pani pelan sekali.

Riki mengerutkan keningnya, melihat belakang kepala Pani beberapa detik, lalu mengalihkan pandangannya, fokus pada kaca spion.

Setelah cukup lama, Riki menutup matanya, lalu ekspresinya seperti biasa berkata, "Malam ini mau makan apa?"

Pani menarik tatapannya dari jendela mobil, bersandar pada kursi, menundukkan kepala, melihat kedua tangan yang dia jepit kuat diatas kaki, "Aku ingin makan hotpot, boleh tidak?"

"Ehn." Jawab Riki.

Pani terdiam sebentar, lalu tersenyum.

Tidak karena yang lain, karena sejak dia.......makanan pedas seperti hotpot, salah satu makanan yang Riki masukkan ke daftar makanan yang tidak boleh dia makan.

Oleh karena itu, sudah 4 bulan dia tidak makan hotpot.

Setelahnya, Riki mengantar Pani pergi ke supermarket membeli bahan makanan untuk memasak hotpot, lalu kembali ke apartemen Maujing tempat mereka tinggal.

Grup Black Tang tempat Pani bekerja sebenarnya dekat sekali dengan apartemen Maujing , naik kereta bawah tanah hanya butuh belasan menit, 2 atau 3 stasiu sudah sampai.

Di tambah di tengah jalan tadi waktu untuk membeli sayur, kembali ke apartemen totalnya menghabiskan waktu 40an menit.

Riki mendesign apartemen ini secara tingkat terpisah, dekorasi ruangan dalamnya didesign oleh Riki sendiri, dekorasinya gabungan dari gaya Eropa dan Amerika, sederhana dan luas, dan juga membuat suasana bagus.

"Kamu duduk istirahat sebentar/

Riki berkata sambil membawa sekantong plastik besar pergi ke dapur.

Pani melihatnya, "Apa butuh bantuan?"

"Tidak membantu, malah mengacau." Riki berdehem.

Pani mengerucutkan bibirnya, memegang pinggangnya dan berjalan ke sofa ruang tamu.

Baru saja pantatnya menyentuh sofa, suaranya terdengar menyuruh, "Aku tadi melihatmu membeli strawberry, kamu cuci dulu sedikit untukku."

"Sedang dicuci, ratu." Ucap Riki.

"......." Pani mengangkat tangannya, menggigip jempolnya, memutar kepalanya melihat tubuh tegak itu yang sedang mencuci strawberry, berkata, "Riki, tunggu nanti istrimu sudah punya anak, aku juga akan membantu istrimu mencuci."

Tangan Riki yang mencuci strawberry terhenti, tapi cepat sekali langsung melanjutkan, tidak bersuara.

Pani menundukkan bulu matanya, saat memutar kepalanya, tangannya diturunkan dari mulut, diletakkan di atas perut, menggigit bibirnya pelan.

Riki sudah selesai mencuci strawberry, lalu meletakkannya ke sebuah piring yang amat cantik dan mengantarkannya ke tangan Pani, meliriknya, "Kamu ini, tidak punya hati nurani!"

Bulu mata Pani bergetar, mengambil strawberry dari piring dan memasukkannya ke dalma mulut, dia makan dengan santai dan tidak berperasaan.

Riki setengah membungkuk melihat Pani, emosi di dalam matanya sangat dalam.

........

Kira-kira setelah setengah jam, Riki meletakkan panci yang berisi resep hotpot di atas kompor portable di atas meha, lalu meletakkan sepiring demi sepiring bahan hotpot yang sudah dicuci diletakkan diatas meja, mengangkat matanya melihat Pani yang dengan malas duduk di atas sofa, dengan lembut berkata, "Pani."

"Ehn?" Pani dengan bodohmembalikkan kepalanya melihat Riki.

Itu membuat ekspresi wajah Riki semakin lembut, "Hotpot yang mau kamu makan sudah siap."

Mata Pani langsung berbinar, dengan cepat berjalan ke meja makan.

"Pelan-pelan." Riki mengerutkan keningnya.

Pani berjalan kemari, melihat dasar panci dengan air panas diatas meja, wajah kecilnya langsung tertarik, melihat Riki, "Supnya bening?"

Riki melihat ekspresi wajah Pani yang keberatan, dengan elegan memutar bola matanya, "Sudah untung ada makan, masih komplen lagi."

"Mana enak kalau makan hotpot dengan sup bening?" Pani sepertinya tidak ingin makan.

Riki melototinya, kedua tangannya menahan bahunya dan mendudukkannya di atas kursi, "Dokter pernah bilang kalau tubuhmu sekarang tidak boleh makan pedas, makananmu harus yang bening."

Ucap Riki, sambil menepuk kepalanya, suaranya tiba-tiba berubah menjadi serius, "Tidak boleh memilih makanan! Beberapa waktu ini demi menjadi karyawan resmi kamu makan tidak baik, tidur juga tidak baik, ditambah reaksi yang kuat, tubuhmu menjadi kurus sekali, juga lebih rapuh. Sekarang kamu sudah diangkat menjadi karyawan resmi, sudah seharusnya mengganti gizimu."

"Riki, kamu cerewet sekali." Pani menghela nafas, mengambil sumpit dan menjepit daging masuk ke dalam panci.

Riki terdiam, melihatnya dengan kesal.

Daging Pani sudah masak, memauskkannya kedalam mulut lalu mengangkat kepalanya tersenyum kepada Riki.

Riki, "......" Masih bisa berbuat apa padanya?!

Riki menarik nafas dalam dan membuangnya, duduk di kursi, menjadi koki hidangan full time, merebuskan hidangan untuk Pani.

Pani menjepit labu dan meletakkannya ke dalam mulut, seperti tidak serius berkata, "Riki, kamu makan sendiri saja, jangan pikirkan aku, aku bisa buat sendiri aku mau makan apa."

Riki tersenyum melihatnya, tatapannya toleran, tidak mengatakan apa-apa, seperti biasa lanjut merebuskan makanan untuk Pani.

Pani melihat, tanpa terasa membuka bibirnya, menarik nafas dalam.

Ting------

Saat ini, handphone Pani di meja ruang tamu tiba-tiba berbunyi dua kali.

Pani dan Riki melirik ke arah ruang tamu.

Pani berkedip, "Pesan wechat. Biasanya yang mencariku diwechat adalah Ellen, aku lihat sebentar."

"Kamu duduk, aku ambilkan untukmu......"

"Tidak perlu, kamu cepat makan, aku sudha mau selesai, kebetulan bisa berjalan-jalan untuk melancarkan pencernaan, baru makan lagi." Ucap Pani sambil berdiri dan berjalan ke ruang tamu.

Riki melihat Pani sudah berjalan kesana, tidak mengatakan apapun, mumpung waktu ini, dirinya baru mulai makan.

.......

Pani berjalan ke meja di ruang tamu, memegang pinggangnya dan menunduk kebawa dengan pelan, mengambil handphone.

Saat dia membuka layar handphonenya, Pani mengira orang yang mengirim pesan padanya adalah Ellen.

Tanpa sadar begitu layarnya dubuka, Pani melihat orang yang mencarinya adalah......orang yang sudah 4 tahun tidak pernah muncul di wechatnya lagi.

Jari Pani menggenggam handphonenya tak terasa mengerat, melihat dua pesan wechat yang berbaris di handphonenya.

Yang pertama: "Aku mau bertemu denganmu!"

Yang kedua: "Dalam 10 menit, kalau aku tidak melihatmu, aku akan langsung naik."

"Dalam 10 menit, kalau aku tidak melihatmu, aku akan langsung naik."

Kalimat ini terulang dua kali di otak Pani.

Mendadak.

Pani menggenggam handphonenya, memutar kepalanya melihat ke arah kamar.

Jangan-jangan, dia sudah ada di bawah?!

Tanpa sadar Pani menggigit jempolnya, menarik pandangannya dari layar handphone.

"Pani......"

Baru saja Riki mau berbicara, Pani langsung berjalan ke kamarnya.

Mata Riki terdiam, melihat Pani berjalan masuk ke kamarnya, menutup pintu kamar, wajah tampannya perlahan membeku.

.......

Pani kembali ke kamarnya, dengan cepat membuka kunci handphone dan membuka wechat, jarinya menari-nari diatas layar, "Aku tidak ingin bertemu denganmu! Dan juga, kemarin di kota Tong aku sudah mengatakan kepadamu dengan jelas, untuk apa kamu datang sekarang?"

Jempol Pani terangkat, matanya melihat tombol kirim, dia malah mendadak menghapus semua kata yang sudah dia ketik, mengetik ulang, "Aku sudah tidur. Dan juga aku merasa kita sudah tidak ada keharusan untuk bertemu, aku......."

Pani belum selesai mengertik, pesan itu datang lagi.

"Masih ada 5 menit. Pani, lebih baik kamu jangan menantangku di waktu seperti ini, ayo cepat turun. Kalau tidak, aku tidak tau aku akan melakukan hal seperti apa."

Jari Pani bergetar, matanya penuh ketakutan dan tidak mengerti, sebenarnya dia mau apa? Mata Pani panas, menunduk melihat perutnya, kebingungan di matanya itu menghilang, hanya tersisa ketakutan.

Dia seperti ini, bagaimana mau turun? Dia begitu melihat langsung.......

"Pani, aku sudah memanaskan sayur untukmu, cepat keluar makan. Beritahu pacar kecilmu dulu, tunggu kamu siap makan, kalian baru lanjut mengobrol."

Suara kendur Riki bagaikan musim semi melewati pintu dan dengan santai tersenyum, "Aku tidak mengerti kalian para wanita ini, kenapa setiap hari ada rahasia yang tidak habis-habis dibicarakan."

Pani mengeratkan jarinya, otaknya tidak bisa berpikir, seperti sedang berperang.

Saat ini.

Tingtong------

Bel pintu tiba-tiba terdengar.

Pani membeku, tubuhnya menegang, matanya membesar melihat pintu papan itu.

Setelahnya dia mendengar langkah kaki Riki menuju pintu.

Pani berusaha kuat memejamkan mata, lalu membukanya, menahan nafas mendengar suara diluar.

........

Diluar pintu.

Kedua pintu Riki di dalam saku celananya, dengan santai berjalan ke depan pintu, melihat layar disebelah pintu, bibirnya tersenyum, mengangkat tangan dan membuka pintu, kebetulan cukup untuk dia sendiri menutupi ruang kosong di depan pintu, badan yang setinggi 180 cm itu bersandar di tepi pintu, bibirnya tersenyum melihat pria yang berwajah dingin berdiri di depan, "Tidak tau ada apa tuan ini menekan bel rumah kami?"

"Mencari orang." Biasanya Sumi selalu bersikap lembut kepada orang, saat ini melihat Riki juga tetap mempertahankan keangkuhannya yang melekat.

"Tidak datang mencariku kan?" Riki tersenyum.

Sumi melihat Riki, "Pani!"

Riki masih tersenyum, sudut matanya tak terasa semakin menegang, "Rupanya mencari Pani kami."

Kami?

Sumi mengangkat matanya, sudutnya yang tertutup rapat memunculkan sebuah senyuman, "Aku tadi mengatakan tidak jelas, aku datang mencari calon istriku, Pani."

"Begitu ya. Kalau begitu calon istrimu mungkin sama nama dengan pacarku. Tampaknya, tuan sudah salah rumah. Di rumahku hanya ada pacarku, Pani, tidak ada Pani yang calon istrimu!"

Begitu kata-kata itu terlontarkan, tatapan kedua pria itu saling berseteru begitu dingin.

Ekspresi wajah Sumi berubah, suaranya berubah serius, "Sebenarnya Pani pacarmu, atau Pani calon istriku, suruh dia keluar sebentar saja bukannya langsung jelas?"

"Tidak perlu repot-repot." Riki melihat jari kakinya, "Aku sangat yakin pacarku yang didalam, bukan calon istrimu. Dan juga......"

Riki tiba-tiba mengangkat kepalanya, menarik bibirnya melihat Sumi, "Aku ini pelit sekali, aku tidak senang pria lain melihat pacarku dihadapanku."

Sumi tersenyum, "Kebetulan, aku juga."

Riki tersenyum, "Kalau begitu kamu harusnya bisa mengerti aku."

"Aku mengerti kamu? He."

Sumi menyipitkan matanya, menatap Riki dengan tidak jelas lalu tersenyum, setelahnya membalikkan badannya.

Riki melihatnya, mengerutkan keningnya, sepertinya tidak menyangka Sumi semudah ini dikalahkan.

Dan juga disaat ini, Sumi yang awalnya memutarkan badannya mau pergi tiba-tiba berbalik, melompat dengan cepat ke arahnya.

Novel Terkait

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu