Hanya Kamu Hidupku - Bab 378 Cepat Gendong Aku, Aku Sudah Tidak Kuat Berdiri

Oleh karena itu, beberapa "rahasia" desa ini yang tidak nyaman untuk diungkapkan sudah diketahui !

Setelah Kepala Desa selesai berbicara, dia menatap William dan Samir dengan hati-hati. Setelah melihat bahwa ekspresi mereka yang sejak awal tenang tidak berubah, baru dalam diam menghembuskan nafas,dia membalikkan badan, sambil berjalan berkata, "Gua itu adalah rahasia desa, dilarang untuk membicarakannya kepada orang di luar desa, Aku sebagai kepala desa menjadi yang pertama melanggar dan membawa kalian kesini.... Sebenarnya tidak bisa disebut yang pertama, Bukankah pemilik rumah laki-laki itu juga membawa orang lain ke tempat ini. "

Baik William maupun Samir tidak berbicara.

Kepala Desa melanjutkan, "Jangan melihat wanita yang kami beli dan kami penjarakan disini, sebenarkan kami memperlakukan mereka dengan sangat baik, tidak pernah terlambat memberi mereka makanan, Hanya saja kami tidak bisa membiarkan mereka keluar dari gua. Desa kami adalah desa yang miskin. Sejak awal desa ini dibangun sudah seperti ini dan karena kami miskin, tidak ada orang yang ingin dinikahi dan masuk ke desa ini, sehingga kami harus membelinya dari orang yang menjual manusia secara ilegal.

"Masalahnya membeli wanita dari mereka tidaklah murah. Jika wajahnya bagus dan usianya masih muda membutuhkan jumlah ini."

Kepala Desa berbalik dan mengisyaratkan angka tujuh kepada William dan Samir.

William dan Samir hanya memandang Kepala Desa dengan datar.

Kepala Desa berbalik dan terus bergerak maju, "Tujuh ribu ! Tujuh ribu adalah uang hasil jerih payah kami selama beberapa tahun. Beberapa keluarga karena tidak memiliki uang, sehingga mereka hanya membayar seribu atau dua ribu untuk membeli wanita yang sedikit lebih tua atau menikahi wanita yang pernah melayani seadanya. "

Samir berbisik.

Jadi kita dirugikan!

"Jika saja ketika mereka datang, bisa dengan patuh dan tenang menghabiskan hidup mereka disini sebenarnya mereka bisa hidup dengan nyaman. Namun banyak dari mereka yang ingin melarikan diri. Apa yang harus dilakukan terhadap wanita yang ingin melarikan diri seperti ini? Kami membelinya dengan susah payah, Jika mereka melarikan diri bukankah kita rugi besar ? Kami tidak akan membiarkan mereka lari! Jika melarikan diri dan tertangkap harus dihukum, hukum dengan keras! Biarkan mereka memiliki anak, jika mempunyai satu masih ingin melarikan diri kami buat melahirkan dua anak, jika mempunyai dua anak masih ingin melarikan diri, buat mereka melahirkan tiga anak, jika setelah mereka melahirkan beberapa anak masih ingin melarikan diri apakah bisa disebut wanita? Bahkan anak kandung sendiri pun tidak dipedulikan, benar benar orang yang tidak mempunyai hati ! "

"Bajingan !"

Samir tidak bisa menahan diri, mengepalkan tinjunya dan memaki.

“Tuan Samir, apa yang barusan anda bicarakan?” Kepala Desa kembali menatap Samir dengan ekspresi bingung.

William melirik singkat Samir dan berkata, "Berapa lama lagi sampai ke tempat yang kamu sebutkan?"

"Oh... tidak jauh di depan."

Kepala Desa menggaruk-garuk kepalanya dan memandang Samir lagi yang masih memiliki ekspresi tidak baik, dengan bingung membalikkan kepalanya dan menunjuk tempat yang dia bicarakan di depan.

William yang melihat, berjalan cepat melintasi Kepala Desa dengan wajah cemberut.

"Aduh..."

Ketika Kepala Desa berteriak, pria itu jatuh ke tumpukan jerami di bawah lereng, walaupun beberapa kali memanjat, masih tidak bisa bangkit.

Samir berdiri di lereng dengan tangan yang dimasukkan ke dalam sakunya, menyipitkan mata nya yang dingin ke arah Kepala Desa yang jatuh di tumpukan jerami," Kepala Desa tidak apa-apa kan ?"

"Tuan Samir, mengapa Anda mendorong aku?"

"Salah Paham, aku tidak berdiri dengan baik dan tidak sengaja tersandung dan menyenggol anda, Maafkan aku ya Kepala Desa," kata Samir.

Kepala Desa, "..."

...

William berjalan dengan langkah yang stabil dan cepat di lereng bukit yang curam ini.

Ketika dia berjalan hingga tempat yang ditunjuk oleh Kepala Desa, William meliriknya.

Gua itu seharusnya ditutupi dengan penutup di depannya, tetapi sekarang penutupnya sudah berantakan di dua sisi, dan memperlihatkan sepenuhnya tangga tanah yang mengarah ke dalam gua.

Hati William terasa berat setelah tanpa ragu meneliti. dia pun melangkah masuk ke dalam.

Samir menyusulnya,dan dengan segera mengikutinya.

Karena merupakan gua lumpur, sehingga terasa sangat lembab dan dingin. dengan singkat terasa rasa tidak nyaman dan dingin di tulang belakang.

Gua ini diterangi oleh lampu batu bara, sehingga tidak sepenuhnya gelap, meskipun redup, tidak menghalangi dalam melihat jalan di depan.

Setelah berjalan menuruni tangga yang panjang, William dan Samir akhirnya mencapai bagian dasar gua.

Situasi di bagian dasar gua ini terlihat jelas.

Dibagi menjadi dua area.

Posisi di mana William dan Samir berdiri berbentuk bulat, melalui celah pintu dengan ukuran lebar dua orang pria,dan memiliki bentuk setengah lingkaran cekung yang dalam, lapisan luar dikelilingi oleh kayu solid dan ada pintu kayu dengan gembok di pintu.

William sekilas melirik situasi umum di dalam gua, dan kemudian berjalan dengan langkah besar ke arah pintu kayu.

Bagian ini tidak memiliki penerangan, dengan meminjam lampu dari luar untuk melihat kondisi di dalam namun penglihatannya tidak jelas.

Wajah William saat ini sangat takut, dia menaikan tangan dan mengambil kunci itu.

Boom...

Gembok itu tidak terkunci dan ketika William menggerakkannya gembok itu pun terbuka.

William mengepalkan tangannya,mendorong pintu kayu dan masuk ke dalam.

Samir yang berdiri di belakang William juga mengikuti masuk ke dalam.

Tidak menyangka ketika dua detik setelah William masuk ke dalam, dia dengan cepat segera berhenti!

Samir tertegun dan memandang William dengan bingung, "William?"

William menatap pria yang berbaring di ranjang sederhana yang terbuat dari jerami itu,mata hitamnya pun dengan perlahan menegang.

Samir melihat bahwa William belum menjawabnya, dia pun dengan penasaran berjalan masuk, berencana untuk melihat sendiri.

Namun.

Ketika Samir baru sampai di sisi William, kedua pasang mata menatap orang yang terbaring di tanah, dia terkejut. "Bukankah ini Samsu? Ada apa dengannya? Apakah dia sudah mati?"

William mengepalkan tinjunya dan menatap jauh ke arah Samsu.

Samsu sedang berbaring di "ranjang", dan setengah dari wajahnya berlumuran darah, bukan hanya itu, tetapi dahinya masih mengalir darah segar.

Melihatnya yang seperti tidak bernafas, seakan-akan... meninggal !

Samir melangkah maju dengan kaget, menendang Samsu dengan jari kakinya, "Samsu, Samsu..."

Samsu tidak menanggapi.

"... Apakah bajingan ini benar- benar mati ?"

Samir mengerutkan kening berkata sambil berjongkok, dia mengulurkan tangan untuk memeriksa pernafasan di hidung Samsu.

Belum.

Samir menyipitkan matanya dan menggelengkan kepalanya, "Kupikir dia benar-benar mati? Bukankah dia masih bernafas?"

William menatap dingin ke arah Samsu, tidak mengatakan apa-apa dan berbalik berjalan keluar.

Samir, "... William, bajingan ini apakah perlu diurus?"

William tidak menjawab.

Samir, "..."

...

Di pegunungan, langit menjadi gelap dengan cepat. Meskipun sudah bulan Juni, tetapi sebelum setengah tujuh sore, langit sudah menjadi gelap sepenuhnya.

Pegunungan ini tidak hanya gelap tetapi ketika malam hari, angin bertiup kencang, bahkan dianggap dapat membuat orang kedinginan hingga bisa melompat!

Pada saat ini,di suatu tempat di tanah pertanian dekat hutan, sesosok dengan tubuh yang mungil yang mudah diabaikan sedang duduk di tanah pertanian itu dengan memeluk kakinya.

Dia menggunakan lengannya memeluk kedua kakinya di atas lutut, dahinya bersandar pada lengannya, dia menyusut menjadi bola kecil dan tubuhnya menggigil.

Segala sesuatu di sekitarnya berwarna hitam seakan-akan ada seseorang yang menggunakan kain hitam dan menutup kedua bola matanya, membuatnya tidak dapat melihat sedikitpun cahaya, membuat orang menjadi putus asa dan dingin!

Tiba-tiba.

Terdapat suara jejak kaki yang tergesa-gesa di antara suara jangkrik yang berbunyi, cahaya putih yang terpancar itu secara tidak sengaja mengenai tubuh kecilnya.

Ellen bergerak sedikit, dan seluruh tubuhnya semakin gemetar.

Dia ingin melihat ke atas, tetapi setelah mencoba menggerakkan beberapa kali, punggungnya yang bengkok masih tidak bisa diluruskan.

Ellen melepaskan kedua tangannya untuk menahan, berjuang dengan menggunakan punggungnya untuk bangkit dari tanah.

Namun.

Karena dia terlalu lama berjongkok, setelah susah payah berdiri, Tubuh atasnya tanpa bisa dikendalikan bersandar ke belakang.

Ellen berusaha menahannya dengan kuat, Sepasang bola mata yang terang berkilau di kegelapan ini, seperti mutiara transparan yang diselimuti dengan air jernih, dia perlahan-lahan memutar pandangannya dan melihat ke arah tempat cahaya bersinar.

Hanya saja orang-orang itu bersembunyi di balik cahaya yang menyala, membuat Ellen tidak bisa melihat jelas penampilan mereka.

Dia khawatir mereka adalah orang dari desa ini.

Ellen mengedipkan matanya, dengan tangannya mengelus perutnya, dengan terhuyung berbalik ke depan di arah yang berlawanan.

Tidak tahu apakah dia ditemukan.

Namun langkah kaki di belakangnya menjadi semakin dekat dan dalam.

Cahaya di belakangnya pun sudah mengejarnya dan mengenai punggung dan sisi wajahnya.

Jantung Ellen berdetak lebih cepat dia sambil memegang lereng pertanian itu berjalan semakin cepat.

Langkah kaki itu sepertinya sudah berada di belakangnya dan Ellen yang bernafas keras, seakan mendengar suara yang bergetar, dia pun tanpa ragu membungkuk, meraih segenggam tanah dan berbalik memercikannya ke depan.

Orang yang mengejar di belakang sepertinya tidak menyangka perilaku yang dilakukan oleh Ellen disini.

Karena tidak melindungi diri, tanah yang dilemparkan Ellen barusan tidak sia-sia, dan semua jatuh di leher dan dada pria itu.

Pria itu berdiri di tempatnya.

Ellen benar-benar panik, merasa lemparannya masih belum cukup, dia membungkuk untuk melemparkannya lagi.

Saat pria itu melihat situasi ini, wajahnya berkedut beberapa kali, dia maju dengan cepat seperti sebuah anak panah dengan lembut menggenggam pergelangan tangan Ellen yang mungil yang akan menggenggam tanah, dan dengan sedikit tenaga, memeluk ellen yang panik hingga kehilangan akal ke dalam pelukannya dengan erat

Ellen bernapas lebih keras di dalam pelukannya, suara nafasnya semakin lama semakin besar, Tubuhnya yang ramping tidak berhenti gemetar, matanya melebar.

Ketika merasakan kekuatan dorongan di perutnya yang besar karena panik, pria itu semakin memeluk erat dirinya, menundukkan kepalanya dan mencium dahinya dengan dalam dan berkata, "Ini aku!"

Ellen masih terus mendorongnya.

William memejamkan mata dan menggertakan gigi belakangnya.

Setelah beberapa lama.

Kekuatan yang mendorong di perutnya perlahan-lahan berhenti.

William membuka matanya, menatap kepala gelap di bawah matanya, dan matanya dipenuhi belas kasihan.

Kemudian.

Ellen membenamkan wajahnya di pelukan William.

Tangan di perutnya mencengkram kemeja di samping pinggangnya, dan kedua bahu mungil itu dengan lembut terangkat dan menggigil.

William memeluk punggungnya dengan satu tangan,sementara satu tangannya yang lain mengelus lembut bahunya, sambil menepuk-nepuk dengan jarinya, "Anak baik."

Tidak mau.

Setelah mendengar suara "baik" William, emosi Ellen tiba-tiba meledak dan pecah hingga puncak.

"Hiks..."

Hati William seakan telah terpotong dengan pisau, hatinya sangat sakit!

"Paman, cepat gendong aku, aku sudah tidak kuat berdiri..."

Ini adalah kalimat pertama yang dikatakan Ellen sejak tangisan besarnya.

Tenggorokan William sakit dan dia menggendongnya dalam diam.

Ellen memeluk leher William dengan erat, wajahnya yang basah menempel di sisi lehernya, sambil terisak menangis bertanya, "Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin dipisahkan dari kamu..."

William membeku menatap Ellen di bawahnya.

Ellen tidak dapat melepaskan dirinya dari "ketakutan" yang kelam ini, suara tangisannya pun semakin keras, "Aku rindu dengan Nino dan Tino, aku ingin menemani mereka tumbuh besar, ingin menyaksikan mereka menikah dan mempunyai anak. selain itu Keyhan, aku rindu Keyhan... "

"Hiks... aku rindu nenek, aku rindu kakek, aku rindu kakakku..."

Samir yang datang kemudian bersama dengan Demian,Frans, Ethan, "..."

Beberapa orang itu memandang William dengan bingung.

William juga memberi beberapa orang itu wajah yang tercengang.

"Hiks... Paman Samir, kakak ketiga, kakak keempat dan kakak kelima..."

Semua orang, "..."

"Ellen, sudah tidak apa-apa, oke?"

William menghirup udara dengan dalam dan memaksa dirinya untuk menganggap keanehan Ellen dikarenakan peristiwa dua hari ini yang membuat dia sangat ketakutan menyebabkannya untuk sementara "berbicara omong kosong".

William awalnya ingin menenangkan Ellen.

Tanpa diduga, Ellen mengangkat kepalanya dari bahunya, matanya yang bengkak dengan air mata menatap William, "Aku telah membunuh Samsu!"

"..."

Novel Terkait

Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu