Hanya Kamu Hidupku - Bab 68 Kebiasaan Jelek Yang Suka Memeluk Orang

Terdengar suara getar dari ponsel.

Ellen dan Pani saling bertatapan, lalu menunduk melihat kantung masing-masing.

“Jadi bisakah dikatakan kita berdua berjodoh?” Pani mengerucutkan bibirnya, mengambil ponsel dari dalam kantungnya, begitu melihat kearah layar, kedua matanya langsung membelalak, berjalan kesamping untuk menerima telfonnya.

Ellen melihat Pani, lalu mengeluarkan ponsel dari dalam sweaternya, ketika melihat ke layar siapa yang menelfon, kedua alisnya yang indah langsung mengkerut.

Tiba-tiba dia merasa apa yang ia genggam bukan ponsel melainkan sebuah bara yang begitu panas ditangan.

Ingin sekali dia membuang ponselnya keluar!

ellen menarik nafas, buang nafas, menarik nafas lagi, buang nafas lagi, setelah mengulang beberapa kali, baru mengangkat telfon dan meletakkannya di telinga, “Kakek buyut…”

“Ellen, kamu sudah pulang sekolah?” suara Hansen yang begitu ramah terdengar.

“Hm.” Ellen menjawab dengan singkat.

“Paman ketigamu beberapa hari ini ada tugas dinas, aku sudah berpesan pada Pak Suno, dia akan langsung menjemputmu dan membawamu kemari. Oh iya, aku juga sudah menyuruh 张岚 untuk membawakan beberapa pakaian juga perlengkapan mandimu, selama paman ketigamu dinas diluar, kamu tinggal di rumah kakek. Kebetulan juga bisa memberikan Bibi Darmi libur sesekali.” Hansen berkata.

Tinggal dirumah utama?

begitu Ellen mendengarnya, kepalanya langsung terasa begitu sakit!

“Kakek, sebenarnya aku tidak apa tingga dirumah, Bibi Darmi bisa menjagaku dengan baik.” Ellen berkata dengan suara pelan.

“Huh, bocah ini ya, kelihatannya dimatamu sama sekali tidak pak tua ini!” Hansel tiba-tiba begitu marah.

Ellen, “……..” ini harus dikatakan darimana?

“Coba kamu sebutkan, dalam sebulan kakek buyutmu ini bisa bertemu denganmu berapa kali?” Hansel berkata dengan ketus.

Heeeeeee…………………

Ellen mengerti.

Hansen merindukannya.

Mengatakan paman ketiganya pergi dinas hanyalah alasan, tujuannya adalah ingin Ellen tinggal disana untuk menemaninya.

Ini merupakan harapan orang tua yang paling simple, Ellen tidak mungkin menolaknya, ia juga tidak tega menolaknya.

Sehingga tidak mengatakan apapun, hanya menyetujuinya dengan cara terdiam.

Sampai telfon dimatikan.

Hansel juga tidak mengungkit tentang membawa Bintang kerumah utama untuk bertemu dengannya.

Ellen menggenggam ponsel, mengetatkan bibir, ketika menghela nafas ada rasa murung.

Dia langsung menyerah untuk memintanya mengundang Bintang makan bersama?

Setelah Ellen berpikir, bagaimana pun Hansen tidak mengungkit masalah ini, tidak perduli apapun alasannya, ini semua merupakan hal yang sangat baik.

Dulu ketika dia meminta Bintang untuk berpura-pura menjadi pacarnya di acara ulang tahunnya saja sudah merasa tidak sesuai.

Hubungan dirinya dan Bintang hanya sebatas teman sekolah yang cukup baik hubungannya dan bisa dikatakan teman biasa.

Dan dia juga pernah menyatakan perasaannya.

Ketika itu memintanya untuk pura-pura menjadi pacarnya ya sudahlah.

Kalau memintanya untuk berpura-pura menjadi pacarnya lagi untuk bertemu dengan keluarganya, maka kesalahpahaman ini akan menjadi semakin besar.

Awalnya Hansen sudah mengira mereka berdua benar-benar berpacaran.

Kalau dia mengundang Bintang untuk datang ke rumah utama untuk makan malam bersama, kalau Bintang salah paham dirinya benar-benar menyukainya bagaimana?

Sebenarnya ketika dia memutuskan untuk meminta Bintang berpura-pura menjadi pacarnya, dia sudah memikirkan semuanya dengan baik.

Setelah hubungannya dan paman ketiganya kembali normal, dia akan mencari kesempatan untuk menjelaskan pada pihak Hansen kalau mereka berdua sudah putus karena sifat mereka yang tidak sesuai.

Kalau karena ini, hubungannya dan Paman Ketiganya masih belum bisa kembali seperti semula, maka biarkanlah mereka salah paham pada hubungannya dan Bintang, biarkan mereka menganggap dirinya dan Bintang berpacaran, sampai dia lulus SMA, kuliah diluar kota.

Perhitungan Ellen yang sederhana sebenarnya cukup masuk akal, hanya saja dia tidak menyangka, diacara seperti itu, memperkenalkan Bintang sebagai pacarnya dihadapan Hansen dan William bisa memancing emosi seseorang, sampai apa yang terjadi selanjutnya, semua jauh melampaui kuasa juga kemampuan Ellen untuk menerima semuanya.

‘Gagal mencuri ayam, malah harus rugi segenggam beras’ merupakan peribahasa yang cukup sesuai dengan kondisi Ellen sekarang.

Dan jujur saja, ini merupakan topic pembicaraan yang menyedihkan.

Ellen menghela dalam hati, mengangkat kepalanya melihat kearah Pani.

Pani juga sudah memutus telfonnya, hanya saja ekspresinya terlihat begitu serius, alisnya mengkerut, terlihat seperti penuh beban.

Ellen menyipitkan matanya, berjalan mendekat, tangannya merangkul lengan Pani, “Telfon dari siapa? Kenapa wajahmu seperti itu setelah mengangkat telfon?”

Pani menjilat bibirnya, menatap Ellen dengan heran, “Ellen, aku merasakan sesuatu yang sangat aneh.”

“…. Perasaan apa?” Ellen bertanya.

“….. ayahku.” Alis Pani mengkerut, nada bicaranya terdengar begitu berat.

Ellen tercengang, mengait tangannya dan berjalan kearah luar, “Kenapa ayahmu?”

“Barusan ayahku menelfon.” Pani berkata, “Heh, tiba-tiba dia mengajakku makan? Aneh bukan?”

“……”

Kalau dalam kondisi normal, ayah mengajak putrinya makan adalah hal yang wajar.

Namun, Sandy tiba-tiba mengajak Pani makan, jangankan Pani, bahkan Ellen pun merasa ini sangat aneh.

“Kenapa ayahmu tiba-tiba mengajakmu keluar makan?” Ellen penasaran.

“……. Mana kutahu?” Pani menghela nafas, “Aku saja tidak tahu harus berkata apa ketika berhadapan dengannya. Memikirkan harus berhadapan dengannya hanya berdua saja seperti ini, aku sudah merasa begitu berat, tidak ingin pergi.”

“Paham.” Ellen berkata.

Kalau dia berada diposisi Pani, dia juga tidak ingin pergi.

Hanya membayangkan keadaan itu saja, rasanya sudah canggung sekali.

Lebih baik membeli sebuah roti dipinggir jalan dan makan dengan bebas.

Pani tiba-tiba tertawa.

Ellen menatapnya dengan heran, “Apa yang kamu tertawakan?”

Pani tertawa sambil menatap Ellen, “Menurutmu mungkinkan ayahku menjualku? Jad berniat mentraktirku untuk yang terakhir kalinya?”

“Ngaco kamu.”

Ellen membalikkan bola matanya, “Ketika dirumahmu, Paman Ketigaku datang untuk menjemputku. Jujur saja, aku merasa ayahmu cukup perduli padamu. Kalau tidak untuk apa dia membelamu. Bahkan terlihat begitu khawatir Paman Ketigaku akan melakukan sesuatu padamu.”

Pani tersenyum dingin, “Awalnya aku juga merasa demikian. Namun belakangan aku baru sadar kalau aku yang kegeeran.”

“… apa maksudnya?” Ellen tidak mengerti.

Wajah Pani menjadi begitu serius, “Ayahku takut aku membuat masalah untuknya, menyusahkan Keluarga Wilman, makanya dia bisa sepanik itu. Heh, sejak aku berusia 3 tahun, dihati ayahku sudah tidak ada keberadaanku.”

“Tidak mungkin? Pani, apakah kamu sudah salah paham pada ayahmu? Ketika itu aku melihat langsung dia sangat khawatir padamu.” Ellen berkata pelan.

“Ellen, kamu tidak mengerti dirinya. Dia adalah ayahku, apakah aku masih tidak memahaminya?” Pani mengkerutkan alis, matanya agak memerah.

“Pani…..” Ellen tidak tahu harus mengatakan apa lagi baiknya.

Pani hanya menarik nafas, tersenyum sambnil menatap Ellen, “Tapi tidak apa, aku sudah terbiasa. Setengah tahun lagi, aku sudah bisa lepas dari rumah itu sepenuhnya. Ellen, bahkan dalam mimpi pun aku bermimpi meninggalkan keluarga itu.”

“…….”

……

Kediaman utama Keluarga Dilsen.

Ellen menggendong tas sekolahnya, baru masuk pekarangan rumah, ia sudah mendengar suara tawa yang begitu lembut, itu Hansen.

Ellen mengangkat alisnya dengan aneh, apa yang membuat kakek buyutnya begitu senang, kenapa dia bisa tertawa sampai begitu senang?

“Kakek buyut…..”

Ellen juga terpengaruh, memanggil dengan begitu gembira dari pekarangan.

Lagkahnya juga menjadi begitu ringan dan berjalan dengan cepat kearah pintu.

“Aiya, Ellenku suda kembali. Ellen….”

“Kakek buyut.”

Ellen berjalan sampai depan pintu, Hansen sudah keluar dari ruang tamu.

Ellen tersenyum sambil memeluk Hansen, memunculkan kepalanya didepan dada Hansen, “Kakek buyut, ketika aku baru masuk pekarangan aku mendengar suara tawamu, cepat ceritakan, ada hal menyenangkan apa?”

Hansel menepuk ringan kepalanya, berkata sambil tertawa terkekeh, “Kamu sudah 18 tahun, kebiasaan jelekmu yang suka memeluk orang tlong diperbaiki.”

“Aku mana suka sembarangan memeluk orang? Aku hanya memeluk kakek buyut yang paling kusayang ini saja kok.” Ellen berkata dengan begitu manis.

Hansen dibuat tertawa begitu lebar oleh Ellen, “Jujur sekali kamu!”

“Hehe.” Ellen tertawa.

“Huh, sudah sebesar itu, masih aja sok imut, geli banget! Ma, lihat bulu kudukku sampai merinding, iiiiih.”

“Vania.” Louis menyentuh ringan ujung hidungnya, matanya memberi isyarat padanya untuk melihat kearah dua orang yang duduk di sofa.

Vania terkejut, mengatupkan bibirnya tidak biara, namun matanya melirik ke arah luar dengan tatapan yang begitu tajam.

Begitu mendengar apa yang Vania katakan, ekspresi wajah Hansen langsung menjadi tajam, menundukkan wajahnya melihat Ellen.

Melihat gadis kecil didepannya tetap tersenyum, Hansen malah semakin tidak tega padanya, mengulurkan tangan mengelus kepalanya, berkata dengan pelan, “Ada kakek buyut disini, Ellen harus lebih berani, hm?”

Mata Ellen langsung berkaca-kaca, mengangguk dengan kuat.

Hansen tersenyum, satu tangannya merangkul lengan Ellen, tiba-tiba berkata, “Ayo, kakek buyut perkenalkan seseorang padamu.”

“Siapa….”sih…..

‘sih’ belum keluar dari mulutnya, Hansen sudah memutar tubuhnya, Ellen langsung melihat orang yang sedang duduk di ruang tamu…. Bintang!

“Bintang!”

Ellen sangat terkejut, matanya yang besar membelalak semakin besar, tiba-tiba melihat ada ekspresi kikuk di wajah Bintang yang duduk disofa dan melihat kedatangannya.

Bintang menggesek kedua tangannya diatas celananyya, lalu bangkit berdiri dari sofa, kedua matanya menatap Ellen, “Ellen.”

“… bagaimana kamu….”

“Kakek buyut tahu kamu malu, tidak akan mengikuti apa yang kakek buyut minta untuk mengundang Bintang. Jadi kakek buyut yang mengundangnya langsung.”

Ellen melihat Hansen dengan senyum yang begitu kaku.

Apa-apaan ekspresi ‘bangga’nya itu?

dan juga, Bintang….

Suasana hati Ellen menjadi begitu kacau!

dan Hansen menganggap reaksi Ellen sebagai ‘malu’.

Hansen menggandeng Ellen masuk sambil tertawa.

Kedua kaki Ellen terasa sangat kaku, kedua matanya dipenuhi dengan pergumulan juga rasa canggung.

“Bintang, jangan berdiri saja, ayo duduk duduk.” Hansen berkata sambil mempersilahkan Bintang duduk.

Bintang mengangguk, namun kedua matanya malah terus menatap Ellen.

Kepala Ellen terasa sakit.

Hansen melihatnya, hanya tersenyum penuh maksud, lalu menarik Ellen untuk duduk disamping Bintang.

Ellen, “…..”

Mengetatkan bibir dan melempar tatapan bingung kearah Hansen.

Namun siapa yang menyangka, Hansen malah berkedip padanya.

Ellen emnarik nafas, lalu mengalihkan pandangannya kearah Bintang dengan cepat, berkata, “Duduk, duduklah.”

“Baik.” Ketika Bintang berkata ‘iya’, ia tidak langsung duduk, malah tetap menatap Ellen.

Telinga Ellen terasa panas, terutama ketika melihat serombongan orang tua yang duduk di disofa ruang tamu.

Bulu matanya bergetar, Ellen duduk sambil mengetatkan bibirnya.

Begitu melihat Ellen duduk, Bintang baru duduk disampingnya.

Begitu Ellen melihatnya dari sudut mata, senyumnya langsung menjadi kaku disana.

Novel Terkait

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu