Hanya Kamu Hidupku - Bab 361 Kado Ulang Tahun

Ellen belum selesai berbicara, tiba-tiba terdengar suara gemetar datang dari arah belakang.

Mata Ellen sedikit menyipit, ia menatap batu nisan Rainar Nie selama beberapa detik, lalu berdiri dan berbalik.

“……”

Vima mundur beberapa langkah, matanya berubah merah seketika, ia menatap Ellen dengan wajah tdak percaya, dan juga kaget.

Raut wajah Ellen datar tidak berekspresi, mengerutkan bibirnya menatap Vima.

Mata yang polos dan tenang itu seakan melihat orang asing yang tidak berarti.

“Kamu, kamu adalah, Ellen?” Mata Vima terlihat berkaca-kaca, airmata menggenangi kelopak matanya.

Sudah hampir lima tahun berlalu.

Vima sedikitpun tidak berubah, waktu sepertinya tidak ada pengaruh padanya.

Dia masih cantik dan lembut.

Ellen menyipitkan matanya, “Datang melihat ayahku?”

Ayah ?

Vima mengangkat tangan dan menutup mulutnya, air matanya jatuh dengan deras, “Ell, Ellen, kamu, kamu benar-benar Ellen...”

“Aku datang kesini sudah cukup lama, sekarang sudah ingin pergi.” Kata Ellen dengan suara ringan.

“Ellen, Ohh…, Ellen….. ….. “

Vima bergegas maju dan memeluk Ellen dengan erat, kepalanya dibenamkan di pundaknya, menangis tersedu-sedu.

Ketika Ellen dipeluk olehnya, punggung Ellen sedikit tegang, tidak lama kemudian menjadi rileks, ia menunduk lalu menatap Vima tanpa bersuara.

“Apa aku sedang bermimpi? Ellenku, putri kesayanganku masih hidup… …. Aaa……” Vima tidak tahu ia harus sangat senang atau harus bagaimana, ia hanya menangis.

Mata Ellen membelalak lebar, mengerutkan kening.

……

Ellen berjalan keluar dari pemakaman dan hendak naik ke mobil.

Vima menyusulnya lagi lalu meraih tangan Ellen.

Ellen berbalik menatapnya, “Apa masih ada hal yang lain?”

Vima memandang wajah Ellen yang sekarang acuh tak acuh, air matanya mengalir tak terkendali, “Ellen, maukah kamu makan dengan ibu?”

“Lain hari saja. Aku kebetulan punya sesuatu untukmu.” kata Ellen.

“Untukku?” Vima Wen tertegun.

Ellen menatapnya, terdiam sebentar lalu mengangguk.

“... maksudnya hari lain?” Vima tampaknya takut jika Ellen meninggalkannya, ia tidak bersedaia melunak.

Ellen berpikir sejenak, “Besok saja. di Teh Bunga.”

“Ok..Ok…” Vima Wen menangis bahagia.

Ellen menatap wajahnya sebentar, “Aku harus pergi.”

Vima terdiam sesaat, baru menyadari bahwa ia masih memegang lengan Ellen, sehingga buru-buru melepaskannya.

Dengan tidak ragu-ragu, Ellen masuk ke dalam mobil.

Tidak sampai tiga detik, mobil Ellen melaju di depan Vima.

Vima masih berdiri di tempatnya, Air matanya mengalir memandangi mobil dimana Ellen berada, Ia menutupi mulutnya sambil menangis sesaat, baru beranjak dari sana.

……

Sekarang bulan Juni, dan satu bulan lagi adalah Ulang tahun ke 34 seseorang.

Bisa di katakan Ellen cukup merasa bersalah. Setiap di hari ulang tahunnya, orang itu akan dengan hati-hati mempersiapkan kado ulang tahun untuknya, Dimanapun ia berada, dia akan bergegas kembali untuk merayakan hari ulang tahunnya.

Tetapi ia sendiri bahkan tidak dapat menyiapkan hadiah ulang tahun yang special untuknya.

Begitu banyak hal telah terjadi baru-baru ini, ditambah lagi karena kematian Gerald, orang itu semakin murung.

Ellen berpikir untuk mempersiapkan kejutan ulang tahun untuk orang itu agar membuatnya senang.

Ellen berniat untuk diam-diam memberikan pesta ulang tahun kecil untuknya, tetapi setelah dipikir-pikir, Gerald belum lama meninggal, hal seperti ini mungkin tidak tepat untuk dilakukan, sehingga berlalu begitu saja.

“Hei nak, apa yang harus ibu lakukan?”

Ellen memegang perutnya dan menundukkan kepalanya ‘berdiskusi’ dengan janin di perutnya.

“Apanya harus bagaimana?”

Dalam keheningan, terdengar suara laki-laki datang dari arah samping, Ellen sampai tersentak, mengangkat kepala meliat kesamping.

Ketika melihat seseorang, Ellen hampir saja tersedak, lalu tersenyum, “Paman ketiga, kapan kamu datang? kenapa tidak ada suara sama sekali?”

William duduk di sebelahnya dan menatapnya dengan lembut, “ingin melakukan apa?”

Mata Ellen sedikit membelalak dan tersenyum padanya, “Bukan apa-apa, aku sedang berpikir, setelah ‘bongkar muatan’, ada pekerjaan apa yang bisa dikerjakan.”

“Bongkar muatan?” William mengulurkan tangannya dan memegang satu tangan Ellen, bola matanya menatap Ellen dengan lembut.

Ellen tersipu dan tersenyum, jarinya menunjuk ke perutnya, “Bongkar muatan ini.”

Wiiliam melirik perut Ellen, mengerutkan kening.

Ellen meringkuk ke dalam pelukan William, memegang kancing kemeja di dadanya, kemudian melihat ke jam di dinding, “Sudah jam sebelas malam. Apakah kamu tidak bekerja malam ini?”

William memeluknya dengan erat, ia menundukkan kepalanya mencium pelipis mata Ellen dan berkata dengan lembut, “Masih ada yang harus dikerjakan. Aku datang untuk melihatmu dulu nanti baru pergi ke ruang kerja lagi.”

Ellen mengerutkan kening, menundukkan wajah menatapnya, berkata dengan nada suaranya yang rendah, ia hampir tidak bisa menyembunyikan rasa tidak tega dihatinya. “Bagaimana mungkin tubuhmu kuat seperti ini setiap hari? Bagaimana dengan Asisten Aron? Apa dia masih cuti? Atau dia sudah bersiap untuk menghabiskan semua jatah cutinya untuk beberapa tahun ke depan?”

William membelai punggungnya, tertegun sebentar, baru berkata, “ Aron sudah Mengundukan diri!”

Ellen tercengang.

Perlahan-lahan ia menarik diri dari dekapan William, menatapnya dengan bingung, “Asisten Aron mengundurkan diri? Kenapa?”

William hanya menatapnya dalam-dalam dan tidak menjawab. Hanya mengulurkan tangan dan memegang dagunya lalu mengecup ringan bibir Ellen.

Ellen menarik napas, ia tetap tidak bisa memahami maksudnya.

……

Hari berikutnya, sore hari di kedai teh Teh Bunga.

Ellen dan Vima bertemu untuk pertama kalinya di kedai teh ini seorang diri.

Setelah Ellen duduk, tanpa berbasa-basi ia mengeluarkan sesuatu dari tas yang ketika itu Nurima titipkan padanya di kota Rong, ia lalu memberikannya kepada Vima, sambil menatapnya berkata,” ini adalah permintaan nenek untuk memberikannya padamu, katanya hanya menantu keluarga Nie yang memilikinya.”

Vima tertegun, ia menatap Ellen dengan tatapan kosong.

Ellen menatap kebawah dan meletakkan gelang giok di tangannya, “Selama empat tahun lalu aku tinggal di kota Rong bersama nenek dan kakak sepupu.”

Mata Vima perlahan memerah, bibirnya bergetar, tertunduk melihat ke arah gelang di tangannya, “Maksudmu adalah ibu dari Kak Rainar, nenekmu?”

“Hmm.”

“Dia, apakah dia tidak menyalahkanku?” Vima berkata dengan cuara yang tercekat.

“Nenek tidak tahu bahwa kamu menikah lagi.” Kata Ellen sambil menunduk.

Vima memejamkan matanya dan menitikkan airmata.

Ellen tidak menatapnya, “Melihat penampilanmu sekarang, seharusnya kamu hidup cukup baik selama beberapa tahun ini.” Ia terdiam sesaat lalu berkata lagi, “Baguslah.”

Vima membuka matanya kemudian menatap Ellen dengan sedih, "Ellen, hari-hari yang kulewati sama sekali tidak baik, setiap harinya aku selalu teringat padamu dan juga ayahmu, Aku berharap aku bisa bersatu kembali dengan kalian detik ini juga.”

Ellen tertawa, matanya menyala seperti obor menatap ke arah Vima, “Kamu tidak perlu mengucapkan hal itu, asal kamu bisa hidup dengan baik itu sudah cukup.“

”Ellen, kamu sedang menyalahkanku?”

Vima dengan mengulurkan tangannya meraih tangan Ellen dengan panik, berkata sambil menangis.

Ellen hanya memandangnya datar, “Itu dulu, sekarang sudah tidak lagi. Sungguh, jalanilah hari-harimu dengan baik. hal lain tidak penting lagi.”

“Ellen, jangan berkata seperti ini Ellen. Ibu tahu kamu berkata seperti itu karena ingin melampiaskan kekesalanmu!” Vima menggenggam tangan Ellen dengan erat sambil menangis dan berkata “Waktu itu Ibu benar-benar bukan sengaja membuangmu, Ibu juga tidak tahu kenapa, bagaimana ibu bisa turun dari mobil dan meninggalkanmu, ibu benar-benar minta maaf kepadamu, benar-benar minta maaf…… ……”

Ellen menarik napas dan menarik tangannya dengan kuat. Matanya menatap jelas Vima, "Benda yang nenek titipkan kepadaku sudah kuberikan kepadamu, Itu artinya tugas yang diberikan nenek kepadaku sudah selesai. Kelak, kita jalani hidup masing-masing.”

Setelah Ellen selesai berbicara, ia hendak berdiri.

Vima bergegas ikut berdiri, ia buru-buru duduk bersimpuh di depan Ellen kemudian tiba-tiba berlutut.

Wajah Ellen langsung menjadi tegas, ia bangkit dari kursinya, “Apa yang kamu lakukan?”

Vima membungkukkan badannya, malah tertegun oleh reaksi Ellen, sambil menatap wajah Ellen yang dingin, dengan berderaiair mata berkata, “Aku...”

Ellen mengerutkan bibirnya dengan kuat, lalu meraih lengan Vima dan mengangkatnya.

Ellen menarik tangan dan menatapnya, “Untuk apa kamu seperti ini? Sekarang kamu memiliki seorang suami yang sangat mencintaimu, juga seorang anak perempuan yang memperlakukanmu seperti ibu kandungnya, keluargamu telah dipenuhi kebahagiaan. Kamu tidak perlu memperdulikan aku akan menjadi orang yang seperti apa.”

“Bagaimana mereka bisa dibandingkan denganmu? Kamulah orang yang paling penting. Kamu adalah putri kandungku.” Vima memohon dan memegang tangan Ellen sambil terisak.

“Orang paling penting katamu?” Ellen menatapnya dengan heran, “Seharusnya empat tahun yang lalu aku sudah harus memahaminya. Kamu masih hidup dan kamu tahu di mana aku berada, tetapi kamu sama sekali tidak datang mencariku. Mengapa kamu tidak datang? Karena kamu tidak bisa melepaskan suami dan anakmu? Kamu takut aku akan melukai putrimu sekarang? Alasan mengapa kamu menyerah mencariku tidak hanya lebih dari itu, aku ada di hatimu, tetapi itu tidak lagi sama pentingnya dengan suami dan anak perempuanmu. Tidak perduli ada atau tidaknya diriku, bagimu itu tidak penting.”

“Bukan seperti itu…. ….”

“Benar atau tidak, hatimu yang tahu. Kamu bersikeras menyangkal, namun kamu tidak bisa membohongi dirimu sendiri, juga tidak bisa membohongiku. Kamu terus mengatakan bahwa yang paling kamu cintai adalah ayah dan aku, mungkin iya waktu aku berumur lima tahun. Tapi sekarang, yang ada di rumahmu saat ini adalah yang paling penting.” Kata Ellen.

“Sungguh bukan, bukan seperti yang kamu katakan. Ellen, percaya pada ibu, di dalam hati ibu, kamu selamanya yang pertama.” Vima terlihat gelisah sambil menjelaskan, tangannya terus menggenggam tangan Ellen dengan kuat.

Ellen mengerutkan keningnya dan menatap Vima, “Aku tadi menyebut keluarga Nie di kota Rong, menyebut nenek. Tetapi kamu tidak menunjukkan keraguan dan kebingungan. Setelah kupikir, kamu seharusnya sudah tahu keberadaan nenekku.. Dalam kecelakaan mobil saat itu, setelah dirimu diselamatkan, mengapa kamu tidak berpikir untuk pergi ke kota Rong mencari nenek?”

“Situasi keluarga Nie juga tidak baik, aku...”

“Empat tahun lalu kamu berkata padaku bahwa kamu seorang wanita yang tidak punya uang dan tidak punya apa-apa, tidak tahu harus berbuat apa. Mendengarmu berkata seperti itu, aku bisa mengartikannya sebagai, saat itu kamu hanya bisa bergantung dengan suamimu yang sekarang. Tetapi meskipun waktu itu keluarga Nie berada di bawah kendali Boromir Zang, bagaimanapun orang-orang dari keluarga Nie adalah keluarga ayah. Dibandingkan dengan suamimu saat ini, yang harus kamu pikirkan terlebih dahulu, bukankah menghubungi keluarga Nie? Sekalipun nenek tidak bisa melakukan apa-apa, tetapi apakah kamu pernah terpikiran ingin menghubungi?”

Ellen menatapnya lurus dan berkata padanya, “ Tidak, benar kan?”

Mata Vima penuh dengan air mata membatu dan terus memandang Ellen.

"Jika aku tidak salah tebak, suamimu yang sekarang ini tidak tahu hubunganmu dengan keluarga Nie di kota Rong. Dia hanya mengira kau adalah wanita yang tak berdaya dan tak punya siapa-siapa, seorang wanita yang membutuhkan perlindungan. Kamu berkata bahwa kamu menikah dengannya adalah suatu pilihan untuk membalas budinya? Aku rasa tidak. Pernikahanmu dengan suamimu sekarang, meskupin terlihat seperti yang suamimu menggunakan kelemahan dan ketidakberdayaanmu untuk memaksamu menikah dengannya. Tetapi pada kenyataannya, kamu sama sekali tidak merasa dipaksa, karena kamu juga bersedia. Kamu hanya ingin melindungi imagemu di depannya.”

Berbica sampai disini, Ellen dengan tajam menatap Vima, “Akui saja, kamu sudah tidak mencintai ayahku lagi.”

“……”

Novel Terkait

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu