Hanya Kamu Hidupku - Bab 631 Hidup Bersama

“Ya, aku tidak pergi.” Sumi menggenggam tangan Pani dan berkata dengan lembut.

Pani menatap wajahnya “Tidak ada hubungannya denganmu, jangan menyalahkan dirimu lagi ok?”

“Bagaimana mungkin tidak ada hubungannya denganku? Kalau bukan karena aku tidak menjaga baik dirimu, kamu juga tidak akan……” Wajah Sumi sangat tegang.

“Aku tidak menyalahkanmu.” Pani menghela nafas “Kita adalah manusia, bukan dewa, tidak dapat mengetahui kecelakaan seperti apa yang akan kita alami hari ini.”

Sumi mengerutkan kening “Aku seharusnya mengirim orang melindungimu!”

“Aku bukan tokoh-tokoh besar, harus membawa pengawal, lagipula sekarang adalah negara hukum, siapa yang akan tahu aku keluar seperti biasanya, akan begitu sial dipukul?” Pani berkata dengan santai.

Begitu kata “dipukul” keluar dari mulut Pani, tatapan Sumi langsung menjadi ganas “Mereka berani bertindak padamu, aku akan membuat mereka hidup lebih susah daripada mati dan menyesal hidup di dunia ini!”

Pani menatap Sumi dan berkata “Aku percaya kamu akan membalas dendam untukku!”

Sumi mengangkat sudut bibirnya.

Mata Pani berkedip “Makanlah, setelah mengetahui diriku terjadi sesuatu, kamu pasti tidak makan apapun.”

“Aku tidak lapar!” Sumi berkata dengan suram.

“Aku ingin melihatmu makan!” Pani berkata.

Sumi mengerutkan kening, menatap Pani.

Pani menarik tangannya “Aku masih sangat lelah dan ingin tidur. Setelah kamu makan, aku bisa tidur dengan tenang.”

“Pani……”

“Makanlah.” Pani berkata dengan lembut.

Sumi menggerakkan bibirnya “……. Aku makan.”

Setelah melihat Sumi makan bubur yang tidak habis dia makan, Pani merasa lega.

………

Tengah malam.

Pani tiba-tiba membuka matanya.

Sumi segera mengetahuinya dan memegang erat tangannya “Ada apa? Sangat sakit?”

Pani mengedipkan matanya dan mengerutkan kening menatapnya “Tidak.”

“Haus?” Sumi bertanya.

Pani menggelengkan kepala.

“Apakah kamu merasa dingin?” Sumi menatapnya dengan gugup.

“Tidak dingin.” Pani berkata.

“…….. Jangan takut.” Sumi berkata.

Pani menggigit bibir dan menatapnya.

Sumi bangkit, memegang tangan Pani “Aku akan menemanimu.”

Mata Pani memerah dan mengangguk pelan-pelan.

Kemudian, Pani memejamkan matanya.

Melihat luka di wajah Pani, hati Sumi bagai ditusuk pisau.

Sumi mendekatinya dan mencium telinga Pani “Aku menjamin, tidak akan terjadi lain kali.”

Bulu mata Pani sedikit bergetar.

………

Setelah satu malam, memar di wajah dan leher Pani mulai menghilang.

Sumi mengambilkan air hangat untuk menyeka wajah dan tubuh Pani, lalu mengoleskan obat.

Setelah mengoles obat.

Begitu mengangkat kepala, Sumi langsung melihat wajah Pani yang memerah, alisnya berkerut “Bagian manamu yang tidak pernah dilihat dan disentuh olehku? Masih perlu malu-malu?”

Apa maksudnya tidak perlu malu-malu?

Tentu harus merasa malu, oke!

Lagipula, dia tersipu juga bukan sepenuhnya karena ini…..

Sumi menundukkan kepala dan mencium bibirnya.

“Paman Nulu.”

Bulu mata Pani terus berkedip dan terlihat sulit mengatakannya.

Sumi menatapnya dengan tatapan aneh “Ada apa?”

Pani menarik lengan baju Sumi “Aku, aku…..”

“Sakit?” Melihat penampilannya seperti ini, hati Sumi terasa sakit, dia menyangka dirinya kesakitan.

“Aku….. ingin pergi ke toilet.” Selesai berkata, wajah Pani memerah.

Sumi tertegun, kemudian wajahnya yang tampan menegang, dia meletakkan obat di tangannya dan memapah Pani dengan hati-hati.

“Shhhhh……….”

Begitu bergerak, Pani langsung merasa sakit di bagian pinggang, baru saja duduk, wajahnya langsung menjadi pucat dan tidak menahan diri menarik nafas.

Sumi menatapnya.

Pani perlahan-lahan bergerak dan berkata padanya “Sudah oke.”

Sumi memeluk bahunya dan mengambil cairan infus.

Setelah Pani menuruni ranjang, dia memapahnya berjalan masuk ke dalam toilet.

Pani bergerak dengan sangat lambat dan satu tangan memeluk pinggangnya.

Setelah tiba di toilet.

Pani sudah keringatan.

Sumi meletakkan tiang infus di samping dan menyeka keringatnya, kemudian membungkukkan tubuh ingin melepaskan celana Pani yang longgar.

“Apa yang ingin kamu lakukan?” Pani terkejut dan mundur selangkah, gerakannya agak besar, menarik luka di pinggang, membuatnya kesakitan.

Sepasang mata yang indah menatap Sumi dengan penuh waspada.

“Tidak melepaskan celana bagaimana buang air?” Sumi berkata dengan serius.

“……. Aku, aku tidak perlu. Aku….. aku bisa melakukannya sendiri.” Telinga Pani memerah dan berkata dengan gagap.

Sumi mengerutkan kening, pinggangmu patah tulang, bisakah kamu membungkukkan tubuhmu? Bahkan jalan kaki juga membuatmu kesakitan.”

Pani dapat merasakan kasih sayang Sumi yang dalam, tapi….. dia tidak dapat membiarkannya melepaskan celananya.

Pani memegang erat celananya, berkata: “Kamu, panggilkan seorang perawat untukku, meminta perawat membantuku.”

“Perlukah begitu repot? Ayolah.” Sumi melangkah maju dan pura-pura ingin bertindak.

“Kamu, kamu jangan datang!” Pani sangat segan.

“Tapi…..sudah tidak sempat. Sumi telah melepaskan celananya.

“……..” Pani terkejut dan tertegun!

Pandangan Sumi tertuju pada paha Pani yang putih, jakunnya tanpa sadar bergerak, dia berdiri dan memegang bahu Pani “Hati-hati.”

Ah!!!

Pani berteriak dalam hati dan tidak sabar ingin menendang Sumi keluar!

Benar-benar bisa gila!

Pani merasa atas kepalanya mengeluarkan asap.

Dengan tidak mudah, Pani duduk di atas toilet, karena gugup Pani sama sekali tidak dapat membuang air, dia merasa sangat tidak nyaman.

Sumi berdiri di samping Pani, menundukkan kepala menatapnya.

Meskipun Sumi berusaha ingin menunjukkan dirinya sedang melakukan sesuatu yang sangat serius, tapi pandangannya yang tertuju Pani tanpa sadar berkedip dan nafasnya juga tidak teratur.

“Kamu, bisakah kamu keluar dulu?” Pani mencubit telapak tangannya dan berkata dengan gemetar.

“Aku mengkhawatirkanmu.” Suara Sumi agak serak.

Sumi di sini, Pani baru merasa khawatir!

Pani ingin sekali menangis.

Dia berkata dengan gemetar “Aku baik-baik saja. Kamu keluar dulu.”

“…….” Sumi berpikir “Kamu mens?”

Pani “……..” Benar-benar akan menjadi gila!

“Tidak apa-apa, aku tidak akan merasa jijik!” Sumi berkata seperti begini.

“……. Kamu, kamu salah paham. Aku, aku tidak……. ahhhh……..”

Pani benar-benar tidak tahan lagi, dia melampiaskan emosi dengan berteriak.

Sumi “……..”

“…….. Keluarlah kamu, kamu di sini, aku sama sekali tidak dapat melakukannya.” Pani memejamkan matanya dan berkata dengan kesal.

Sumi melihat telinga Pani yang memerah, sepertinya mengerti sesuatu, dia memegang hidungnya berkata “Kalau begitu aku keluar menunggumu, setelah selesai kamu memanggilku.”

Pani sama sekali tidak ingin berkata.

………

Setelah keluar dari toilet, tidak peduli apa yang dikatakan Sumi, Pani tetap tidak melayaninya.

Ketika Ellen dan William tiba di bangsal, mereka melihat Pani berbaring di ranjang dengan kesal dan Sumi berwajah polos duduk di kursi samping ranjang dan menatap fokus pada Pani.

Ellen dan William saling bertatapan dan terlihat bingung.

William harus pergi ke Perusahaan Dilsen, jadi tidak tinggal terlalu lama di dalam bangsal.

Ellen duduk di tepi ranjang dan menatap wajah Pani dengan sakit hati “Sakitkah?”

“Lumayan.” Pani berkata.

“Bohong.” Ellen mengerutkan kening.

“Tidak bohong.” Pani tersenyum “Kulitku tebal, ini bukan apa-apa bagiku.”

Begitu Pani mengucapkan kata-kata ini.

Hati Sumi dan Ellen menimbulkan perasaan rumit yang tak terkatakan.

Tidak lama setelah Ellen datang, Siera dan Samoa juga membawa Lian datang.

Sehari dan semalam tidak bertemu putranya, Pani sangat rindu dengannya, jadi meminta Siera meletakkan bocah kecil di sampingnya.

Mungkin bocah kecil juga rindu dengan ibunya, begitu berbaring di samping Pani, dia langsung menggerakkan tangan dan mendekati tubuh Pani, lalu terus berkata 'yiyi yaya'.

Pani menatap Lian dengan wajah lembut, sepertinya ada saraf yang tertarik, agak sakit.

Dia tidak menahan diri berpikir.

Kalau semalam tiga orang itu bertindak lebih kejam lagi, mungkin dirinya tidak akan bisa bertemu dengan Lian lagi.

Pani menatap Lian dengan tatapan dalam, tenggorokannya sepertinya menyangkut sesuatu, tidak dapat mengatakan apapun.

Sumi berdiri di samping dan menatap fokus pada Pani, melihat Pani mengerutkan kening, hati Sumi langsung terasa sakit.

Bangsal dipenuhi dengan bau air disinfektan, jadi tidak lama kemudian, Pani mendesak Siera dan Samoa untuk membawa Lian pergi.

Begitu Siera dan Samoa pergi, Sumail dan Lira langsung datang.

Melihat penampilan Pani saat ini, mata Lira memerah dan tidak berhenti memarahi kumpulan bajingan itu.

kali ini.

Sebelum Sumail dan Lira pergi, Samir datang lagi.

Bangsal tidak terlalu kecil, tapi beberapa pria jangkung berdiri di dalam bangsal, langsung membuat Pani merasa tidak hanya ruangnya menjadi kecil, tapi udaranya juga menjadi berkurang.

Pani merasa sakit kepala.

Sumi melihat sekilas ketidaknyamanan Pani, dia segera mulai mendorong orang keluar.

Samir dan lainnya juga melihat wajah Pani yang pucat, jadi mereka segera pergi.

Dalam bangsal tiba-tiba menjadi sunyi.

Sumi memandang Ellen dan berpikir Si Ndut ada di rumah, jadi memintanya untuk kembali.

Tapi sebelum dia berkata.

Duluan terdengar suara Pani "Paman Nulu, tidakkah kamu pergi ke firma hukum?"

Sumi menatapnya dan alisnya terangkat.

Penampilan Pani seperti begini, bagaimana mungkin dia bersuasana hati pergi ke firma hukum?

Kedua mata Pani berkedip "Pergilah bekerja di firma hukum, Ellen akan menemaniku."

Sumi "…...."

"Ya, Paman Nulu, kalau kamu sibuk, aku bisa menjaga Pani." Ellen berkata.

Sumi menutup bibirnya dan menatap Pani "Akhir-akhir ini, tidak ada hal besar di firma hukum….... Lagipula, tidak ada yang lebih penting darimu."

Pani tertegun, lalu tersipu.

Ellen memandang Sumi, lalu menatap Pani.

Apakah dirinya tidak sengaja menjadi nyamuk pengganggu?!

Ternyata Paman Nulu juga pandai merayu.

Akhirnya.

Ellen pergi dengan bijak dan Sumi tetap tinggal.

Sumi melirik wajah Pani yang tegang, dia tentu mengetahui alasannya.

Namun, dia tidak merasa itu memalukan.

Sekarang mereka adalah suami istri, mereka akan hidup bersama seumur hidup dan hidup tidak bisa dihindari harus makan, minum dan buang air, untuk apa harus merasa segan?

Sumi duduk di sampingnya dan menatap mata Pani yang berkedip selama puluhan detik.

Ketika Pani tidak menahan diri mencibir, Sumi membungkukkan tubuh menciumnya. Dan itu adalah ciuman hangat!

Pani tertegun.

Novel Terkait

His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu