Hanya Kamu Hidupku - Bab 414 Sami Nulu Rupanya Telah Pergi ke Kota Yu!

Samir memuntahkan darah dan menggeram, “Apa hati nurani kalian tidak sakit?”

“Kamu begitu bersemangat, kenapa? Apa kamu menyukainya?” Frans berkata dengan senyum sinis sambil melihat Samir.

“Huh, dia bukan tipeku!” Samir mengernyitkan mata, menatap William, “Aku hanya berpikir bunga desa yang begitu cantik seharian bergelayangan didepan matamu, sampai suatu saat, dia akan berkeliaran sampai ke hatimu…”

“Daripada mengkhawatirkan hal yang tidak mungkin terjadi, lebih baik kamu menggantikan aku mengawasi Venus Rimoa” William berkata sambil melirik Samir.

Samir berkata, “Bukankah aku hanya khawatir karena Ellen kecil?”

“Kalau bukan begitu, kamu sudah kuusir keluar dari awal!” kata William dengan dingin.

Samir tersedak, diam-diam dia memutar bola matanya.

Sumi melihat Samir sambil tersenyum, “Dasar, khawatirmu berlebihan!”

"Namanya juga lelaki, Siapa yang tahu. Aku hanya membantu Ellen kecil berjaga-jaga, apakah kalian mengerti?" Samir bersandar di sofa, cemberut.

“Kamu berkata seperti kamu bukan laki-laki!” Frans menendangnya.

Samir terdiam, menatap Frans dengan tatapan jengkel, "Kenapa kamu seperti wanita, sedikit-sedikit memukul."

"Wanita!"

Frans mengertakkan gigi, meraih bantal dan bergegas mendekat menutupi wajah Samir.

"Ugh... Kakak, kakak, berbelas kasihlah, berbelas kasih..." Samir berkata dengan tidak nyaman di bawah bantal.

Frans menyeringai, lalu mengambil bantal itu dan kembali duduk.

Samir bersandar di sofa, menatap Frans dengan marah sambil terengah-engah.

William melirik Samir, raut wajahnya yang dingin menjadi semakin serius, “Katakan hal yang sebenarnya.”

Samir mengerutkan kening, merapikan bajunya, dan duduk tegak.

“Apa sudah ada yang terselidiki tentang Rosa?” William memandang Frans.

Frans meletakkan satu kaki di atas meja kopi, "Venus memberinya 200.000 sebelum Rosa meninggal, untuk mencoba membantunya melalui rasa malu. Hal ini sudah tersebar di sekitaran, semua orang mengatakan bahwa Venus adalah orang yang perhatian dan setia. "

“Di mana Venus pada malam kematian Rosa?” Kata William.

"Setelah berpisah dengan Vania di kedai teh, dia langsung pulang ke kediaman keluarga Dilsen" jawab Frans.

"Zaenab dan Damar," William menatap Frans.

Frans seperti tersadar, "Seharusnya saat itu mereka sedang sibuk mencari tempat untuk menyekap Vania."

"Jadi, sejauh ini, tidak ada sedikitpun informasi berguna yang ditemukan?" ucap William.

Frans terdiam, "meskipun setelah pulang Venus tidak lagi keluar, tetapi Vania ada berhenti di tengah jalan untuk mampir”

Mata William bersinar dan sedikit menyipit.

"Untuk apa yang terjadi disaat itu, aku khawatir hanya mereka berdua yang tahu." kata Frans.

"Jika Vania pergi menemui Venus di Kediaman Dilsen, mungkin saja Tuan Dilsen tidak tahu, tetapi Nyonya Dilsen tidak mungkin tidak tahu. Mungkin kita dapat mengetahui situasi di saat itu dari dia" Sumi melihat William.

William semakin fokus, dia tidak mengatakan apa-apa.

“Kemampuan Venus menyembunyikan hal-hal jauh lebih hebat dari kemampuannya memainkan piano” Kata Samir.

Sumi menunduk, "Venus sangat cerdas, teliti, logis, berpengalaman dalam perubahan, dan cukup tenang. Tidak mudah menemukan celahnya ketika orang seperti itu melakukan kejahatan. Tetapi semua orang memiliki kelemahan."

Sumi menekankan

William dan yang lain saling melirik, mereka juga tidak mampu memahami apa yang sedang terjadi.

Tatapan William meredup.

Tampaknya untuk menemukan bukti dari kesalahan Venus, mereka harus "merepotkan" Bintang!

Sampai disini.

Mereka pun terdiam.

Setelah beberapa menit.

Frans menurunkan kakinya dan berdiri dari sofa, "Aku pergi."

Kemudian, dia benar-benar pergi.

Samir teringat bahwa film barunya akan segera mulai syuting. Sebelum dimulai, ada beberapa hal yang perlu dia konfirmasi, dia pun bangkit dari sofa. "Aku juga pergi. Kabari aku lewat telepon jika ada masalah”

Kemudian.

Samir juga pergi.

Setelah Frans dan Samir pergi.

Sumi menatap pintu sebentar, mengangkat alisnya untuk melihat di William yang sedang duduk di kursi besar, bibir tipis berwarna terangnya berkata, "Aku tidak melakukan apa-apa hari ini, aku hanya akan duduk sebentar lagi saja. Kamu tidak perlu menghiraukanku "

Dia terdiam, tertawa, "Tenang, aku tidak akan mengganggumu."

William hanya melirik dan mengambil laptop di sebelahnya, "Akhir-akhir ini bukankah kamu dan Linsan sangat akrab, kamu tidak pergi mencarinya untuk menghabiskan waktu?”

Sumi tertegun dan menatap William dengan aneh. Raut wajahnya terlihat kusut.

"Ada apa?" William meletakkan kedua tangannya di atas meja, memalingkan muka dari komputer, dan mendarat di wajah Sumi yang sedikit suram. "Kamu bertengkar dengan Linsan?"

Sumi menatap William.

William juga menatap Sumi kembali.

Kedua pria itu saling menatap, diam-diam saling bersaing.

Sampai akhir.

Sumi yang tersenyum lebih dulu, senyum yang sedikit enggan. melihat William, dia berkata, "Aku tahu, kamu sedang berpikir dengan keberadaanku pun kamu sudah terganggu, aku pergi sekarang, sudah kan?"

Orang lain selalu menganggap bahwa Sumi memiliki temperamen yang terbaik di antara mereka, paling lembut. Bahwa dia selalu menjadi penengah saat mereka sedang bertengkar atau berkelahi.

Sebenarnya, kepribadian Sumi tidaklah sebaik itu.

Tetapi ia sangat mementingkan saudara-saudaranya ini.

Karena itu, selalu bersabar menghadapi mereka, dia tidak terlalu meributkan hal-hal kecil.

Poin ini lah yang orang luar tidak tahu

Tapi, dalam hati William dan beberapa orang, mereka tahu jelas.

Melihat postur Sumi yang elegan tetapi juga susah menyembunyikan kesepiannya, mata William beralih dan berkata, "Tadi malam Ellen berdiskusi denganku dan ingin pergi ke Kota Yu."

Tangan Sumi yang terulur untuk mengambil jaketnya terdiam, punggungnya masih menghadap William.

"Alasannya adalah bahwa teman baiknya, Nona Wilman, terlihat aneh akhir-akhir ini dan dia terlihat makin kurus. Ellen bertanya padanya, tapi dia juga seperti enggan untuk menjelaskan. Ellen mengkhawatirkannya, jadi memohon padaku untuk membiarkannya pergi ke Kota Yu. "William berkata dengan suara rendah.

Sumi melihat ke lantai, mengambil mantel dan menggantung jaket di lengannya, berbalik ke samping, dan menatap ke William, nada suaranya sangat tenang, setenang-tenangnya . "Apa?"

William menatap Sumi dengan dalam, dan setelah beberapa saat, berkata perlahan, "Nona Wilman adalah sahabat Ellen. Ellen selalu menganggapnya sebagai saudara perempuan.Sebenarnya, jika Ellen mengkhawatirkan dia, aku seharusnya mengizinkannya. Kalau tidak, aku akan terlihat terlalu kejam. Tapi dengan keadaan Ellen sedang mengandung. Demi keselamatannya dan anak itu, aku mau tidak mau harus bertindak kejam kali ini. "

Sumi menatap mata William yang disaat itu terlihat kacau tapi tenang di saat yang sama.

Sesaat sebelum berbicara, Sumi menutup mulutnya kembali, tidak mengatakan apa-apa, berbalik, dan berjalan menuju pintu kantor.

William menyaksikan Sumi keluar, dan kemudian dengan tenang mengalihkan pandangannya kembali ke laptop.

...

Malam hari.

Setelah makan malam, William beranjak ke ruang kerja, tidak sampai lima menit, sesosok yang lembut diam-diam masuk ke dalam ruang kerja.

William melirik sejenak ke arah pintu ruang kerja, wajahnya tidak berubah sedikitpun.

Ellen pindah ke sofa dan duduk, dia mengambil buku yang dibacanya di sore tadi dari meja kopi dan membukanya.

Buku itu terbuka, tetapi matanya bukan tertujubuku itu. Dia terus menatap William.

William tidak mempedulikannya.

“…… Paman ketiga, apa kamu haus? Atau, aku akan membuatkanmu secangkir teh? "

Beberapa saat berlalu.

Seseorang akhirnya tidak tahan dan berbisik.

William mengalihkan matanya dari pekerjaannya dan menatap Ellen dengan serius "Aku tidak haus."

“Oh.” Ellen mengerutkan bibirnya.

William mengernyitkan matanya, sekitar sepuluh detik kemudian, ada lengkungan dangkal di sudut mulutnya.

Ellen melihatnya, matanya berkedip kebingungan, menatap William dengan penuh tanya.

William menatapnya sambil tersenyum tipis, dan bersenandung, "Ellen, selain umurmu yang bertambah, kamu benar-benar tidak berubah sedikitpun.”

"Ah?" Ellen membeku, "Paman ketiga, apakah kamu sedang memuji atau menyindirku?"

"Memuji." kata William sambil tersenyum.

Ellen mengernyitkan kening dan menatapnya dengan tatapan curiga.

Senyum William semakin merekah. Dia bangkit, berjalan mengitari meja menuju Ellen.

Ellen hanya menatapnya.

William duduk di sebelahnya, mengambil salah satu jari dan mencubitnya dengan main-main.Sepasang mata hitam menatapnya dengan lembut. "Apa yang ingin kamu lakukan, eh?"

"......" Wajah Ellen menjadi panas, dia baru mengerti apa yang tadi dimaksud oleh William.

Ellen yang tersadar pun cemberut. Dia menatapnya dan berkata, "Kamu tidak bisa menyalahkan aku tidak tumbuh, kamu saja yang terlalu mendominasi dan terlalu kuat, jadinya aku merasa tertekan dan tidak bertumbuh!”

William tidak bergeming.

Ellen menarik bahunya dengan frustrasi dan bersandar pada William.Matanya menatap William dalam-dalam. Dia berbisik manja, "Paman, kamu tahu apa yang ingin aku lakukan. Aku benar-benar khawatir tentang Pani dan ingin mengunjunginya. Kalau tidak, hatiku terasa tidak nyaman setiap harinya, dan aku tidak bisa makan dengan baik ataupun tidur dengan nyenyak. Lihatlah, jika aku tidak makan dan tidur yang benar, bayi di perutku juga akan terganggu. Tidak apa jika kamu tidak mengkhawatirkanku, tapi apa kamu tidak khawatir pada bayi kecil dalam perutku ini? Paman~”

William mengangkat alisnya, meletakkan tangannya di dagu Ellen, menunduk dan mencium hidungnya. Dia tersenyum dan berkata, "Di dunia ini, jika aku tidak peduli padamu, maka aku benar-benar tidak akan menemukan orang yang bisa membuatku peduli padanya”

Hati Ellen terasa hangat, senyumnya bahkan sampai ke kedua matanya yang besar, dan dia berkata dengan lembut, "Jadi, paman telah mengizinkan aku untuk pergi ke kota Yu bukan?”

"Justru karena paman menyayangimu.” William mengangkat tangannya dan membelai pipinya "Maka aku tidak bisa mengizinkanmu untuk pergi"

Ellen cemberut dan sedikit kecewa, tetapi tidak mengatakan apa-apa, jadi hanya memandang William diam-diam.

William membelai wajahnya dan berbisik, "Akhir-akhir ini pamanmu ini tidak bisa meninggalkan pekerjaannya, jadi tidak bisa menemanimu. Dan aku tidak tenang jika orang lain yang pergi denganmu. Jadi, kamu mengertilah, tetap berada di sisiku dan jangan kemana-mana.”

"Paman..."

Ellen masih ingin mencoba.

Meskipun dia tergerak dan bahagia, karena William peduli dan melindunginya.

Tapi dia juga benar-benar khawatir tentang Pani Wilman.

Hanya saja saat Ellen baru saja memanggil pamannya, suara telepon yang berdering terdengar dari saku celana William.

Ellen pun terhenti.

William menundukkan kepalanya dan mencium wajah Ellen, merogoh saku celananya dan mengambil telepon.Dia melirik ID penelepon di layar, dia mengangkat telepon ke telinga, “Asep…”

"William, dengarkan aku. Aku, aku awalnya menelpon Sumi dan ingin mengajaknya keluar untuk minum. Coba tebak apa yang terjadi? Tebak!"

Samir terdengar sangat bersemangat.

Saat William baru saja akan menjawab,

Tanpa menunggu jawabannya, suara Samir terdengar lagi di telepon, "Sumi rupanya telah pergi ke Kota Yu!!”

Setelah William mendengar ini, dia menatap Ellen.

Novel Terkait

Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu