Hanya Kamu Hidupku - Bab 507 Tidak Tahu Malam Apa?

Dia menggendong Pani berjalan ke kamar mandi, menaruhnya dengan lembut di wastafel, dengan satu lengan panjang di pinggangnya, dan tangan yang lainnya dengan lembut membelai wajahnya, lalu sepasang matanya menatap Pani, “Pani, apakah aku membuatmu begitu tidak memiliki rasa aman dan tidak bisa dipercaya?”

Hati Pani bergidik, mengelak tatapannya, dan menjawab, “Kalau tidak, aku yang tidur di teras. lagipula……”

“Pani.”Sumi menghela nafas, lengannya yang panjang mengencangkan pinggangnya, dan kepalanya menunduk lebih rendah, nafasnya yang berapi-api mengendus ke kening dan mata Pani, “Aku tidak pernah berpikiran untuk menyakitimu, aku bersama denganmu, benar-benar karena ingin bersama denganmu. Aku sangat mencintaimu……mungkin, mecintaimu lebih dari yang aku bayangkan.”

Apakah Pani masih bisa menipu dirinya, berpura-pura tidak mendengarnya?

Tidak mungkin!

Pani mengepalkan tangannya dengan erat, mengangkat bulu matanya yang panjang menatap wajah tampan tegas Sumi, dengan gemetar berkata, “Paman Sumi, apakah menurutmu aku mencintaimu?”

Sumi mengencangkan matanya dan menatap Pani dengan teliti, dan dengan lembut berkata, “Menurutmu?”

“Aku mencintaimu.”Pani menatap matanya, tatapan tegas dan berbinar itu, seolah-olah tidak pernah terjadi, setiap saat, seyakin dia sekarang.

Sumi memandang Pani, wajahnya tidak banyak berubah, tetapi dia tahu sukacita yang tidak terbatas menyebar dari hatinya ke seluruh tubuhnya, membuat seluruh tubuhnya mati rasa, “Pani……”

Satu kata “Pani”, terdengar sangat menyentuh, seolah-olah itu berisi semua emosi yang dimiliki Sumi pada Pani.

Pani duduk lurus, melepaskan pegangan bahu Sumi, dan menatapnya, “Paman Sumi, benar, aku mencintaimu, aku yakin, rasa cintaku tidak kurang dari milikmu. Tapi paman Sumi, kalau malam ini kita berhubungan,mungkin aku tidak menyesalinya, tapi itu bukan keinginanku.”

Sumi sedikit bergetar, menatap Pani, “Keinginan?”

“Iya, keinginan.”Pani menatap Sumi dengan serius, “Paman Sumi, aku yakin kamu mencintaiku, kalau tidak kamu tidak akan menghabiskan begitu banyak waktu untukku dan melakukan banyak hal untukku. Aku akan menyimpan semuanya di hatiku, aku sangat berterima kasih padamu. Jadi Paman Sumi, kalau malam ini kamu benar-benar ingin berhubungan seks denganku, aku akan memberikannya padamu, semua akan aku berikan. Hanya saja, aku yang seperti ini, Paman Sumi yakinkah kamu masih menginginkannya?”

Tatapan Sumi yang mendalam mengeluarkan suara suram, dan suaranya sedikit dingin, “Pani, apa yang aku lakukan untukmu, semuanya atas dasar keinginanku sendiri. Bahkan jika aku ingin mendapatkan balasan darimu, itu hanya sebatas perasaan, bukan yang lain.”

“Tapi sekarang aku tidak bersedia. Paman Sumi, apakah kamu masih ingin melanjutkannya?”Mata Pani berair, menatap Sumi, dan suaranya sedikit serak.

Sumi tiba-tiba mengencangkan pinggang Pani.

Pada saat itu, Pani seolah berpikir pinggangnya akan rusak, dan rasa sakit membuatnya mengerutkan kening.

Sumi seperti binatang lapar, menggigit bibir bawah Pani dalam satu gigitan, dan berkata, “Bagaimana kalau aku menginginkannya?”

Pani bergidik, bibirnya tertutup rapat dan tidak mengatakan apa-apa.

Sumi tiba-tiba menundukkan kepalanya dan dengan kuat menutup bibir Pani.

Pani kesakitan mengerutkan alisnya, hatinya terkejut, tanpa sadar air matanya yang jernih mengalir keluar.

Sumi menutup matanya, menggenggam bagian belakang kepala Pani, memaksa mengangkat kepalanya untuk menerima ciumannya.

Pani menggenggam erat bahunya, air matanya terus mengalir, tapi dirinya tidak bisa melawan.

Sumi menatap air mata yang mengalir dari sudut mata Pani dengan marah, dan menggigit bibirnya lebih gila, “Begini saja sudah sedih? Apa yang akan aku lakukan padamu selanjutnya akan membuatmu lebih tidak nyaman dan bahkan lebih sulit untuk menerimanya!”

Pani menatapnya dengan linangan air mata, dan ekspresi menyedihkan.

Hati Sumi sakit dan marah, dia mengulurkan tangannya mengangkat wajah Pani. Meskipun gerakan menciumnya masih berat, tapi itu masih jauh lebih lembut, “Pani, sejak awal, semua hal yang aku lakukan untukmu membutuhkan keiklasanmu. Menurutmu, kalau kamu tidak bersedia, bagaimana aku melanjutkannya? Selain menunggu, apalagi yang bisa aku lakukan?”

Mata Pani memerah, jantungnya berdebar dan perlahan melepaskan bahunya, dan kedua lengan kurus kembali mengitari leher Sumi.

Sumi memejamkan matanya, dan ada kesabaran dalam suaranya, “Pani, jangan biarkan aku menunggu terlalu lama.”

Pani meneteskan air mata dari sudut matanya, dan tangan Sumi yang ada di bagian belakang lehernya dengan lembut membelai rambut pendeknya, dan berbisik di telinganya, “Kamu, yang jangan membuatku menunggu terlalu lama.”

Sumi terdiam, dan memeluk Pani dengan erat.

……

Setelah itu, Sumi tidak tidur di sofa, dan Pani tidak mengungkitnya lagi.

Setelah mandi, keduanya secara alami berbaring di tempat tidur.

Awalnya, keduanya berbaring terlentang, lalu ada perasaan canggung.

Hingga akhirnya, Pani berbalik ke samping, membelakangi Sumi, menutup matanya dan mulai menghitung pangsit di dalam hatinya.

Sumi juga berbalik, menghadap belakang Pani, matanya diam-diam menatap kepala Pani.

Keduanya berbaring di ranjang yang sama dengan selimut tipis yang sama, tetapi tidak ada kontak fisik antara satu dengan yang lainnya.

Tapi ketika udara penuh dengan nafas masing-masing, serta suhu tubuh masing-masing, ini memberitahu mereka keberadaan pihak lawan.

Pani tidak bisa mengabaikan orang yang berbaring di belakangnya, jadi dia mencoba segala macam cara untuk membuat dirinya tertidur, tapi dia tidak berhasil, karena hatinya selalu memberontak dan …… berpikir sembarangan!

Pani saja sudah seperti ini, apalagi monster seks tua itu.

Sumi menatap kepala Pani, terus dan terus menatapnya, seakan mencoba menatap lubang di kepalanya!

Setelah sekian lama.

Lampu di ruangan tiba-tiba mati dan menjadi gelap.

Pada saat yang sama, Pani dengan sensitif menyadari ada sumber panas yang menyelimutinya dari belakang.

Punggung Pani tidak bisa diregangkan dengan lurus, matanya tiba-tiba melebar, seolah ada bayangan hitam yang melototinya

Sebuah lengan panjang melingkar dari belakang dan memeluknya dengan erat.

Jantung Pani bergidik, matanya melebar besar, dan dia tidak berani keluar dari atmosfer ini.

Ini berlalu cukup lama tanpa suara. Pani mengira orang di belakangnya tidak akan melakukan hal lain, tiba-tiba tubuhnya dibalik dengan kencang.

Dalam sekejap, keduanya saling memandang.

Bulu mata Pani bergetar, hatinya tidak bisa memastikan apakah ini perasaan panik, gugup atau lainnya, jantungnya berdebar dengan sangat cepat.

Ketika bibir pria ini menciumnya, satu tangannya ditahan oleh pria ini.

Pani hanya bisa menutup matanya secara naluriah, sepasang bola mata di bawah kelopak matanya bergerak dengan gelisah.

Sampai tangannya menyentuh sumber panas yang tidak biasa.

“Humm……”Pani tiba-tiba membuka matanya lebar-lebar ketakutan, dan meronta.

Sumi memeluknya dengan erat, tidak membiarkannya meronta, “Pani yang baik, aku tidak akan seperti itu …… kamu yang patuh, sebentar lagi akan selesai.”

Telapak tangannya secara spontan tersulut dalam koboran api, Pani gelisah, dan mengubur kepalanya di dada Sumi, menangis terisak-isak.

“Pani paling baik, paling baik……”Sumi mencium rambutnya, suara seksi pria bercampur dengan sedikit getaran.

Hingga akhirnya, Pani tidak tahu lagi apa yang terjadi pada malam itu.

Dia hanya tahu Sumi membawanya ke kamar mandi, lalu memeluknya keluar.

Ketika dia diletakkan kembali di ranjang olehnya, semua kesadarannya tiba-tiba kembali ke kandang.

Wajah Pani memanas dan merasa malu, dia merasa apa yang baru saja mereka lakukan, tidak berbeda dari apa yang sebenarnya mereka lakukan!

Jadi.

Ketika Sumi berbaring di samping Pani dengan puas, Pani tiba-tiba menggulung dirinya seperti seekor ikan, lalu bangkit, meraih bantal dan melemparkannya ke arah Sumi, Mata besarnya yang jernih memancarkan kobaran api dan melototi Sumi, “Keluar!”

Sumi menangkap bantal yang dilemparnya, dan meletakkannya dengan tenang di sisi ranjang Pani, lalu berkata, “Tengah malam begini, kamu ingin aku keluar pergi ke mana?”

Pani menendang Sumi, wajah kecilnya memerah dan berkata, “Aku tidak peduli kamu pergi kemana, cepat keluar, keluar, keluar!”

“Jangan buat onar!”Sumi menatapnya dengan malas, lalu menatapnya dengan tidak berdaya, “Anak ini kenapa tidak begitu pengertian.”

Pani menangis dengan marah, “Sumi, kamu menjijikkan sekali.”

Setelah Sumi meletakkan lengan panjangnya di belakang kepalanya, sepasang matanya perlahan terbuka menatap Pani, “Kalau tadi sudah termasuk menjijikkan, kalau begitu di seluruh dunia ini kamu tidak akan pernah menemukan yang tidak menjijikkan!” (Hello? Sumi, apakah seluruh pria di dunia ini telah menyinggungmu?)

“Kamu pengacara hebat, fasih berbicara, aku tidak akan berdebat denganmu, sekarang, segera keluar dan menghilang dari pandanganku!”Pani menendang kedua kakinya dengan sangat marah.

Sumi mengerutkan kening, memegang kaki Pani yang terus menendangnya, menggunakan sedikit kekuatan menariknya ke tempat tidur, lalu menyeretnya ke sisinya.

Dan tangan lainnya merangkul bahunya, membuat sebagian tubuh atasnya bersandar di dadanya.

Lalu tangannya yang besar di taruh di atas bahu Pani, menekan kepalanya, dan kemudian menjepit kaki Pani dengan kakinya yang panjang.

Serangkaian tindakan seperti awan bergerak dan air yang mengalir, semuanya terjadi dalam satu jalan.

Pani,“……” Setengah tercengang!

Sumi menutup matanya dan menaruh dagunya di rambut Pani, berkata dengan suara malas, “Sekarang kamu sudah tidak bisa melihat wajahku, dan sudah bisa tidur."

Pani,“……”

Pani sangat kesal sampai bernafas terengah-engah.

“Lembut sedikit, itu menyentuhku!” ucap Sumi dengan suara serak.

Pani linglung, tidak mengerti apa yang dia maksud.

Bibir tipis Sumi terbuka, dan mengucapkan sepatah kata, meskipun dia tidak bersuara, tapi Pani bisa melihatnya dari bentuk mulutnya.

Wajah Pani langsung memerah, tatapannya gemetar dan menatap tubuh bagian atas keduanya yang berdekatan.

Pani buru-buru menarik nafas, memegang bahunya dengan panik, dan mencoba untuk mundur.

“Gerak, terus bergerak.” ucap Sumi, “Tiba waktunya jangan takut.”

Pani tercengang, karena dia jelas merasakan sesuatu memantul di perutnya.

Pikiran Pani tiba-tiba menjadi kosong, merebah di tubuhnya tidak berani bergerak.

Sumi mengencangkan kening, kedua tangannya memeluk Pani dengan erat, lalu menundukkan kepala, dan mengusap kepala Pani dengan dahinya, “Aku benar-benar menginginkannya.”

Pani kesulitan bernafas, seluruh tubuhnya kaku, dan dia tidak berani bertindak gegabah.

“Pani, kamu tidak pernah mengalaminya, aku memelukmu seperti ini, apakah kamu bisa merasakannya?”suara Sumi sedikit melemah.

Apa masih perlu dikatakan? Tentu saja bisa merasakannya! Dia sekarang ketakutan setengah mati, takut monster ini melampiaskan kebutuhan seksualnya!

Tapi Pani tidak mengatakan apa pun, karena dia tahu, ketika dia ingin berhubungan seks, kalau dirinya mempedulikannya, Sumi akan semakin berani.

Jadi, demi menghindari hal seperti ini terjadi, Pani merasa hal yang paling aman adalah mengabaikannya!

Novel Terkait

1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu