Hanya Kamu Hidupku - Bab 645 Sumi Sangat Mencintaimu

Setelah selesai menelepon, Sumi melirik Mbok Yun dengan tatapan dalam, kemudian langsung naik ke lantai atas.

Riki duduk di atas sofa dan sedikit meringkuk punggungnya, kedua tangannya sedang menyandar di atas lutut, tatapan matanya yang dalam sedang melotot pada kamar di samping kamar bayi yang berada di lantai dua.

……

Pada lantai dua.

Sumi masuk ke dalam kamar dan melirik Pani yang sedang mengerut alis sambil menatap dirinya, dia beranjak duduk di samping kasur dan berkata dengan nada ringan, “Aku sudah menyuruh orang menyelidiki keberadaan Snow, kalau tidak ada kendala lain, seharusnya hari ini akan ada kabarnya.”

“Snow juga hilang di kemarin ya ?” Pani bertanya.

“Iya.” Sumi menatap Pani dan menjawab.

Pani mengerut bibir dan berkata, “Jangan-jangan berhubungan dengan Rusdi juga ?”

“…..” Tatapan mata Sumi muncul sedikit jejak kaget, “Apa maksudnya ?”

Pani menatap bawah dan menjawab, “Sebelumnya aku ajak Linsan keluar dan ingin menggali informasi, agar dia dapat mengatakan sendiri bahwa anaknya bukan keguguran karena aku, setelah itu dapat merekam percakapan kami dan dijadikan sebagai bukti. Saat itu aku sudah curiga kalau anaknya Linsan sebenarnya bukan anak Thomas. Jika bukan demikian, dia mana mungkin tega menjebak aku dengan mengorbankan nyawa anaknya ? Jadi pada saat itu, aku diam-diam memberikan isyarat kepada Linsan. Linsan sepertinya juga pantang terhadap hal seperti ini, sehingga mengakui sendiri kalau anaknya yang keguguran sebenarnya tidak berhubungan denganku.”

Pani mengangkat mata dan menatap Sumi, “Meskipun aku sudah merekam percakapan, tetapi setelah itu terjadi kecelakaan, ponsel dan tas aku hilang semua, sehingga buktinya juga hilang. Pada hari aku keluar, Snow juga ikut bersamaku. Setelah itu aku bertanya padanya apakah dia sudah mendengar isi percakapan aku dan Linsan, dia menjawab kalau dia sudah mendengar semuannya. Sedangkan Linsan seharusnya juga tahu kalau Snow telah mendengar semuanya, dia khawatir kejadian ini akan ketahuan, sehingga tidak berani lengah terhadap segala hal. Jadi mungkin saja apabila dia yang memantau Rusdi untuk bertindak terhadap Snow.”

Setelah menceritakan semua ini secara sekaligus, nafas Pani menjadi sedikit menyesakkan, alisnya juga semakin mengerut.

Sumi yang melihat demikian langsung menggenggam tangannya dan berkata dengan nada lembut, “Aku sudah mengerti, aku akan menyuruh orang yang menyelidiki.”

Pani memutar bola matanya dengan panik, “Seandainya Rusdi yang turun tangan, terus kita juga tidak tahu hasutan apa yang digunakan Linsan terhadap Rusdi. Rusdi sangat kejam, aku takut kalau Snow akan ….”

Bukan hanya Pani saja yang tidak mengerti, bahkan Sumi yang teman-teman lainnya juga tidak tahu alasan apa yang digunakan Linsan kepada Rusdi.

Semua ini dikarenakan mereka sama sekali tidak dapat menyangka kalau kenyataannya akan begitu menjijikkan.

Tatapan mata Sumi menjadi kejam.

……

Tiba pada sore hari.

Rusdi tetap saja tidak mengembalikan Lian, hal ini membuat seluruh bangunan terpenuhi dengan kesan suram.

Frans, Samir, beserta Ethan yang jarang muncul juga turut berkunjung kemari, semuanya mengenakan pakaian yang sederhana.

William dan Demian tiba pada akhirnya.

Tatapan Riki melirik sekilas pada tubuh Frans dan beberapa orang lainnya, akhirnya berhenti dan melekat pada tubuh Demian untuk beberapa detik.

Kelihatannya lelaki ini adalah orang yang jarang memperlihatkan kehebatannya.

“Setelah lewat jam dua belas nanti, apabila Rusdi masih belum mengembalikan Lian, kita terpaksa harus berantem dengannya!” Frans berkata dengan nada kejam.

Mata William dan beberapa teman lainnya juga muncul tatapan yang kejam.

……

Pada kamar di lantai dua, suasana hati Pani sangat tidak tenang, sejak pulang dari rumah sakit, dia pertama kalinya menangkap tangan Sumi dan berkata, “Kalau Rusdi masih tidak mengembalikan Lian pada tengah malam nanti dan kalian langsung berdebat di rumah Rusdi, bukannya Rusdi akan bertindak terhadap Lian dalam keadaan emosi ya ?”

Sumi menatap tangan yang sedang digenggam Pani, lalu berkata dengan nada rendah, “Kita memegang gambar tata ruang rumah Rusdi yang diberikan oleh Thomas, ditambah lagi informasi yang kami dapat dalam tiga hari ini, kami lebih kurangnya dapat mengetahui posisi keberadaan Lian, tujuan kami semua fokus pada tempat itu. Aksi malam ini harus berhasil, meskipun harus mati bersama Rusdi, aku juga akan mengantar Lian ke hadapanmu dalam keadaan selamat!”

“…. Kamu jangan sembarangan bicara ?!”

Wajah Pani pucat karena panik, dia mengulur tangannya untuk menutupi mulut Sumi, “Siapa yang meminta kamu mati bersama orang tua itu ? Tidak boleh bilang, jangan bilang kata-kata yang membawa sial ini!”

Bibir Sumi dapat merasakan kelembutan dan kesejukan telapak tangan Pani, mata Sumi yang sedang menatap Pani menjadi sedikit hangat.

Dia menggenggam tangan Pani yang sedang menutupi bibirnya, lalu membungkus tangan Pani ke dalam telapak tangannya, setelah itu mengerut alis dan berkata dengan suara yang serak, “Pani, seandainya malam ini aku dapat membawa Lian kembali dengan selamat, kamu boleh mencoba untuk memercayai aku lagi ….”

Mata Sumi terus menatap Pani, “Boleh memberikan satu kesempatan lagi kepadaku ?”

Kedua mata Pani bagaikan telah ditusuk berkali-kali oleh jarum, sehingga air matanya terus mengalir melalui matanya.

Dia mengerut alis dengan tampang sengsara, lalu menatap wajah Sumi yang begitu kesepian, “Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kamu katakan, apanya yang memercayai kamu lagi ? Apanya yang memberikan satu kesempatan lagi ?”

“Pani …..”

“Sejak kapan aku tidak percaya padamu ? Kita sekarang sudah bersama, kamu mau kesempatan apa lagi ? Kamu bilang apa ?”

Pani berkata dengan suara serak.

Sumi menangkap tangan Pani dan meletakkannya pada bibir sendiri, kedua matanya yang hangat terus menatap wajah Pani.

Hati Pani sangat sakit, “Sumi, kamu tidak boleh memiliki rencana yang tidak baik, mengerti ?”

Sumi terus mengecup jari Pani dan terus menatapnya, tatapan matanya sangat dalam.

“Kamu bicara, kamu harus jawab!”

Pani sangat panik, satu tangannya lagi terus menyeret kemeja di bagian pinggang Sumi dan tidak mau melepaskannya.

“Kamu akan meninggalkanku ?”

Suara Sumi sangat serak.

Pani sangat kaget, dia menatap Sumi dengan mata yang kemerahan, “Kita sudah bilang akan bersama selamanya. Jadi, bukan hanya harus menyelamatkan Lian, kamu juga harus pulang dengan selamat. Berjanji padaku, paman Nulu, kamu harus janji padaku!”

Setelah selesai bicara, suara Pani penuh dengan nada panik dan tegang.

Wajah Sumi yang tampan muncul sebuah senyuman kepuasan, setelah itu dia membungkuk badan.

Kedua bibir yang sejuk saling bersentuhan.

Pani memegang wajah Sumi, dia berusaha mengedipkan mata untuk menghilangkan kabut di matanya, lalu memperhatikan wajahnya, “Paman Nulu, aku tidak pernah berpikir untuk meninggalkanmu. Tanpa dirimu, aku tidak sanggup bertahan hidup.”

Hati Sumi sangat tersentuh, dia menangkap pergelangan tangan Pani dan berkata, “Katakan lagi sekali!”

Pani melilit leher Sumi dengan satu tangannya, lalu menatapnya dengan mata yang berlinang dan suara yang kasihan, “Kalau kamu terjadi sesuatu, aku juga tidak mau hidup lagi.”

Kalimat Pani pada terakhirnya hampir saja membuat Sumi meneteskan air matanya!

Sumi tiba-tiba memeluk pundak Pani, kedua bibirnya saling menempel, “Aku tidak akan terjadi sesuatu! Aku mencintaimu Pani, sangat sangat mencintamu!”

“Aku juga.”

……

Pada jam sebelas lewat tiga puluh.

Sekumpulan orang yang duduk di ruang tamu pada sebelumnya telah pindah ke luar pintu dan bersiap-siap untuk beraksi.

Pada jam sebelas lewat empat puluh, Sumi keluar dari kamar Pani dan turun ke lantai bawah, aura pembunuhan sudah menebar dari tubuhnya.

“Sumi.”

Siera menghampiri dan memeluk lengan Sumi dengan hati yang tidak tenang, lalu menatapnya dengan kedua mata yang merah.

Sumi melepaskan tangannya dengan tenang, “Ibu, bantu aku menjaga Pani. Aku akan pulang dengan membawa Lian.”

Setelah selesai bicara, Sumi tidak memberikan kesempatan berbicara kepada Siera, malahan langsung melangkah keluar dengan gaya yang nekat.

Siera menatap punggung Sumi dengan penuh kecemasan, air matanya berlinang-linang di dalam mata Siera.

Samoa mengerut alis dan menatap pintu rumah dari tempat jauh.

“Berangkat!”

Sumi keluar dari pintu dan berkata.

William dan teman-teman lainnya mengangguk dan ikut melangkah.

Sumi sedikit memejamkan mata dan menoleh ke arah pintu, setelah itu bersiap-siap untuk melangkah ke depan.

“Aku juga mau pergi!”

Pada saat ini Riki berkata pada Sumi dengan nada yang tegas.

Sumi menghentikan langkahnya, reaksi wajahnya sangat serius, “Tidak boleh membiarkan Rusdi melihat keberadaanmu, kalau tidak mungkin saja nyawamu akan hilang di kota Tong.”

“Aku bukan pengecut yang takut mati!”

Riki mengeluh dengan sinis.

“Kamu tinggal di sini, membantu aku menjaga tempat ini.” Setelah itu Sumi bersiap-siap untuk melangkah maju.

Riki mengabaikan kata-katanya dan terus mengikutinya.

“Riki!”

Sumi menghentikan langkahnya dan melotot Riki dengan tatapan emosi, “Kalau tidak mau aku memukulmu hingga pingsan dan melempar ke rumah, mendingan kamu sadar diri dan pulang sendiri!”

Reaksi wajah Riki sangat serius, dia menegapkan punggung dan berjalan melalui tubuh Sumi.

“Riki!”

Sumi beranjak ke depan dan menangkap pundak Riki, “Dalam waktu sekarang, di sisi Pani harus ada orang yang menemaninya!”

Riki menghentikan langkahnya dan menatap Sumi dengan tatapan yang rumit.

Reaksi Sumi sangat kaku, “Sedangkan kamu, adalah orang yang dipercaya oleh Pani. Kalau ada kamu yang menemani di sisinya, mungkin saja dia tidak akan cemas dan panik.”

Pani adalah titik kelemahan Sumi, pada saat yang sama juga merupakan titik kelemahan Riki.

Riki mengetahui bahwa Pani hanya sebagai alasan yang digunakan Sumi untuk menahan dirinya, namun apabila mengungkit tentang Pani, Riki tetap saja akan ragu.

Sumi menyadari hal ini dan berkata dengan nada ringan, “Riki, tolong!”

“……”

……

Riki kembali ke rumah dan beranjak ke kamar lantai dua.

Adegan di depan matanya adalah Pani yang berbaring di atas kasur dengan tubuh yang kaku.

Hati Riki terasa sakit, dia duduk di samping Pani, lalu menatapnya dan berkata, “Tidak tahu kenapa, aku percaya dengan Sumi.”

Bulu mata Pani bergerak sekilas.

Riki menatap Pani yang sedang mengerut bibir, “Pani, aku selalu merasa selain diriku, dunia ini tidak ada orang yang lebih mencintaimu dan lebih peduli denganmu lagi. Namun saat ini ternyata aku salah, karena Sumi benar-benar sangat mencintaimu. Heh… hampir saja setara denganku.”

Tatapan mata Pani muncul sedikit jejak kaget.

Sejenak kemudian, terdengar suara Pani yang berkata, “Aku tidak mau apapun dan boleh tidak memedulikan apapun lagi, aku hanya ingin dia dan anakku dapat kembali dengan selamat.”

Riki menatap air mata yang mengalir dari sudut matanya.

Riki tidak jelas bagaimana perasaannya pada saat ini.

Saat ini bagian jantungnya sangat sakit, namun tidak seperti rasa sakit yang dibayangkan oleh dirinya lagi.

Dia mengulur tangan dan menggenggam tangan Pani dengan kuat.

Sejenak kemudian dia langsung melepaskannya, “Pasti akan selamat, pasti!”

……

Pada tengah malam, mobil berkendara laju pada jalan raya yang gelap.

Lalu berbelok di jalan raya dan berhenti di tempat yang memiliki jarak ratusan meter dengan gedung rumah lama.

Beberapa pria berpakaian warna hitam turun bergiliran dari mobil dengan gerakan yang lincah.

Mereka telah saling mengerti dalam hasil kerja sama beberapa tahun ini, sehingga tidak perlu menggunakan bahasa lisan, mereka sudah bisa mengerti niat sesama hanya dengan tatapan mata.

Sejenak kemudian mereka langsung menyelip ke tempat tujuan masing-masing.

Bayangan yang hitam diam-diam bergerak di bawah langit yang gelap, bagaikan serigala buas yang menanti mangsa.

Tiba-tiba ada ponsel yang bergetar.

Suara deringan ponsel terkesan jelas di dalam malam yang sunyi ini.

Sekumpulan orang langsung menghentikan langkahnya, tatapan matanya yang tajam terus menusuk ke sumber deringan ponsel.

Meskipun pada malam yang gelap gulita, namun penglihatan sekumpulan pria ini sama sekali tidak terpengaruh.

Sedangkan tempat perkumpulan dari tatapan mereka, kebetulan berada di posisi keberadaan Samir.

Satu tangannya Samir menekan pada saku celananya dan berdiri tegap, keringat dingin terus timbul di punggungnya seiring dengan tatapan tajam dari sahabatnya.

Sialan.

Dalam masa yang begitu serius, dia bahkan lupa memadamkan ponsel! Dia mau mati ya! ?

Novel Terkait

Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu