Hanya Kamu Hidupku - Bab 392 William Menempel Padanya, Membuat Dia Sangat Menyukainya

Tiga Hari kemudian, Vania kembali dari luar negeri, dan akan muncul di bandara, tapi dia dibawa pergi oleh dua pria berpakaian hitam yang menutupi mulutnya.

Vania tertegun karena dia tidak bisa mengeluarkan suara.

Perusahaan Dilsen, Kantor Presdir William.

Vania ditangkap dan dilempar masuk ke dalam kantor.

Vania tersungkur di lantai dengan menyedihkan, tubuhnya gemetaran dan wajahnya putih pucat.

Khuaaang.

Pintu kantor ditutup dari luar.

Seluruh tubuh Vania gemetar, menatap William yang berdiri menghadap jendela, memegang telepon sambil berbicara.

Tubuh William seolah dilapisi satu lapisan cahaya hitam, wajahnya yang dingin memberikan orang semacam perasaan misterius, tapi tatapan yang melihat tubuhnya, seolah memberi sebuah tekanan bagai pisau tipis yang tajam.

Vania berdiri dari lantai sambil gemetar, kakinya gemetar ketika dia menginjak lantai.

Vania sejak kecil dekat dengan William, tapi pada saat yang sama juga paling menakutinya.

Sejak mengetahui dirinya adalah saudara tirinya, dia bahkan lebih takut padanya.

Dirinya baru kembali dari luar negeri, entah kenapa sudah dibawa ke sini.

Dan kedua orang tadi sangat kasar padanya.

Vania asal memikirkannya saja sudah mengetahui tidak ada hal baik, ini membuatnya menjadi lebih takut.

Membuatnya tidak bisa mengendalikan gemetaran pada dirinya.

Sekitar dua menit kemudian, William mengakhiri pembicaraan di telepon, berjalan ke samping meja meletakkan telepon di atas meja, “Apakah ada yang ingin dikatakan?”

Suara William terdengar berat dan keren.

Vania mencengkram rok pendeknya, gemetaran memandang William, “Kak, Kakak ketiga, aku tahu, beberapa hari ini aku keluar negeri, sudah terjadi masalah. Tapi, tapi aku bersumpah, masalah ini bukan aku pelakunya. Di luar negeri dia tidak bisa melakukan ini. Lagipula, aku sekarang mana berani melakukan hal seperti ini.”

“Semua rumor itu dikirim dari luar negeri.”William pergi ke kursi dan duduk, matanya yang hitam menatap Vania dengan dingin.

Wajah Vania mendadak putih pucat, dia sibuk menggelengkan kepala, “Bukan, bukan, kakak ketiga, benar bukan aku, benar bukan aku……percayalah padaku, percaya padaku, aku sekarang tidak berani, aku benar-benar tidak berani!”

“Bukan kamu, lalu siapa?”tanya William menyipitkan mata.

“Aku……”Vania menggelengkan kepala, air matanya menetes ke bawah, “Aku……akankah, akankah Rosa?”

William menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya, “Tidakkah kamu takut menyalahkan orang yang sudah mati?"

Orang mati?

Vania terkejut, menatap William dengan cemas, “Siapa, siapa yang mati?”

“Rosa.”ucap William dengan nada bicara yang sangat tenang.

“Aa……”

Vania menutup mulutnya, berjalan mundur beberapa langkah, dan memandang William dengan ketakutan, “Dia, dia sudah mati?”

“Rosa sudah mati. Menurutmu di dunia ini, siapa lagi yang akan mencelakai Ellen?”ucap William dengan ekspresi dingin seperti batu tidak berperasaan.

“Uhhm……”tidak tahu apakah Vania ketakutan, atau karena mendadak sedih mendengar kematian, dia berdiri gemetaran di sana sambil menangis.

William menatap dengan mendalam tanpa ekspresi, “Selain kamu, siapa lagi yang mungkin mencelakai Ellen?”

Vania yang mendengar ini, tiba-tiba mengangkat kepalanya, bergegas maju beberapa langkah, dan meletakkan tangannya di atas meja, menatap William dengan mata bengkak dan cemas, “Kakak ketiga, kakak ketiga, percaya padaku, benar bukan aku? Kamu pikirkan, kamu pikirkan baik-baik, sekarang aku masih punya alasan apa menyerang Ellen? mencelakai Ellen? Bulan depan aku akan menikah dengan Bintang, bagaimana mungkin di saat ini aku melakukan hal ini, aku tidak akan, tidak akan.”

“Kalau begitu katakan, masih ada siapa lagi?”ucap William.

“……a, akankah Rosa……”

“Apakah kamu ingin mengatakan Rosa mengatur drama fitnah ini sebelum dia meninggal?”suara William tiba-tiba terdengar kejam.

“Kakak ketiga……”Vania menggelengkan kepala, dan bimbang beberapa kali, dia berjalan mengitari meja ke sisi William dan berlutut, menangis memohon dan menatapnya, “Kakak ketiga, aku tidak ada alasan menyerang Ellen, meskipun aku tidak tahu siapa yang melakukannya, tapi bukan aku. Kakak ketiga, benar bukan, bukan ……”

Dia benar-benar takut William menguncinya lagi, Vania menangis dengan sangat menyedihkan.

William memandangnya dengan mendalam, seolah tidak bisa menebak apa yang sedang dia pikirkan.

“Kakak ketiga, kakak ketiga, aku bersumpah, aku bersumpah, kalau masalah ini benar aku yang melakukannya, aku Vania seumur hidup ini tidak akan bisa menikah dengan orang yang paling aku cintai, hidup sendirian, dan mati kesepian!”Vania tiba-tiba berlutut, mengangkat tangan, menangis, dan bersumpah!

“Baiklah.”

William tiba-tiba memalingkan mata dan wajah dinginnya, “Kamu pergilah.”

Vania tertegun, tangannya yang diangkat di udara kaku menatap William, “Kakak ketiga……”

“Bukan kamu yang melakukannya, aku percaya. Tapi lebih baik kamu ingat, jangan ganggu Ellen!”William mengerutkan kening dalam-dalam dan berkata dengan dingin.

Vania tersedak dan mengangguk dengan penuh semangat, “Aku ingat. Aku tidak akan kakak ketiga.”

William tidak berbicara lagi.

Vania mengulurkan tangan mengelap matanya, berdiri, dan hati-hati melihat William, “Kakak ketiga, aku, aku pergi.”

William tetap diam tidak bersuara.

Hati Vania sangat sedih, dia meremas tangannya dan perlahan berjalan menuju pintu.

Ketika sampai di pintu, dia mengulurkan tangannya membuka pintu kantor, dan ketika dia mengangkat kaki hendak melangkah keluar, tiba-tiba dia menarik kakinya ke belakang kembali, menoleh menatap William, “Kakak ketiga, bulan depan adalah pernikahanku dengan Bintang. Kakek mengatakan pesta pernikahan akan menyusul, tapi saat penandatangan surat nikah, kita sekeluarga akan makan bersama. Apakah, apakah kamu akan datang?”

William membuka satu dokumen, “Tidak akan.”

Wajah Vania pucat, bulu matanya bergetar, dan air matanya jatuh.

Dia menggerakkan bibirnya ingin mengatakan sesuatu, tapi pada akhirnya, dia tidak bisa mengatakan sepatah kata pun.

Dia berbalik, dan melangkah keluar dengan cepat.

Suara pintu tertutup terdengar lagi.

William dengan tenang mengambil telepon yang ada di samping, dan menelepon sebuah nomor.

Setelah dijawab, dia berbicara dengan nada lembut dan berkata, “Nanti siang pulang temani kamu makan siang, ehn?”

……

Dia hamil sekitar lima bulan, perut Ellen semakin bertambah besar, William yang melihatnya merasa itu sedikit aneh, setiap kali bersama dengan Ellen, dia selalu ingin memeluk perutnya “Memeriksa” kondisi kandungannya.

Tidak hanya itu, William juga semakin bersedia pulang ke rumah.

Jamuan yang kalau bisa ditunda akan ditunda.

Dulu ketika pulang ke rumah, juga akan lembur di ruang baca sampai dua tiga jam, sekarang sudah jarang, begitu ada waktu selalu mendekat ke sisi Ellen.

Dulu Ellen tidak merasakan William melekat padanya, bahkan membuatnya begitu senang dan bahagia.

Tentu saja hati Ellen senang, tapi di mulut tetap mengatakan William jangan hanya menemaninya, tetap harus menjalankan bisnis dengan baik.

Hari ini, setelah satu keluarga selesai sarapan, William secara pribadi mengantar ketiga anaknya ke sekolah.

Nurima dan Ellen berdiri di depan Villa dan memandang mobil yang melaju pergi.

Nurima menepuk tangan Ellen dengan nyaman dan berkata, “Nenek sangat beruntung, kala itu tidak menentangmu bersama dengan William.”

Ellen tertegun sejenak, menatap Nurima, “Nenek kenapa tiba-tiba mengatakan ini?”

Nenek menggandeng tangannya berjalan masuk ke Villa, “Nenek juga tidak akan menyembunyikan darimu. Sebenarnya kali ini datang ke Kota Tong, pertama-tama nenek sangat merindukanmu dan anak-anak, di sisi lain, nenek khawatir padamu dan anak-anak.”

“Kamu baru beberapa bulan kembali ke Kota Tong, sudah terjadi begitu banyak kejadian, terutama masalah kecelakaan mobil waktu itu, nenek ketakutan. Bukan nenek tidak percaya dengan kemampuan William, nenek merasa William harus mengurus perusahaan yang begitu besar, biasanya pasti lebih sibuk dari kakakmu, nenek khawatir dia tidak bisa melindungimu pada waktunya.”

Berbicara sampai ini, Nurima tertegun, tersenyum menatap Ellen dan berkata, “Dan di sisi lain, aku tidak khawatir bagaimana tuan besar Dilsen memperlakukanmu, aku takut ibu mertuamu tidak memperlakukanmu dengan baik……”

“Nenek……”

Nurima tersenyum melambaikan tangan, berjalan masuk ke Villa di bawah papahan Ellen, duduk di sofa, tersenyum melihat Ellen, “Sekarang tidak usah dikatakan lagi. Selama tinggal beberapa hari, nenek tidak sepenuhnya paham ibu mertuamu, tapi mengerti sedikit. Ibu mertuamu adalah orang yang rasional, mungkin dia tidak begitu murah hati, tapi dia pasti orang baik. Jadi nenek tidak takut dia akan mencari masalah padamu tanpa sebab. Dan kali ini, bagaimana dia memperlakukanmu, bagaimana memperlakukan aku seorang nenek tua, aku selalu melihatnya di mata. Untuk ibu mertuamu, tidak ada yang perlu aku khawatirkan.”

Ellen tersenyum bersandar di bahunya, “Nenek, ternyata kamu datang sebagai seorang detektif.”

“Dasar kamu ini menjadikanku candaan?”Nurima menyentil hidung Ellen dengan penuh kasih, selang sesaat, berkata, “Sekarang nenek melihat William sangat baik padamu, juga melihat kasih sayang tuan Dilsen padamu, perhatian ibu mertua padamu, tidak ada yang perlu nenek khawatirkan.”

Mata Ellen bersinar, mengangkat kepala dari bahunya, dan menatapnya dengan gugup, “Nenek kamu tiba-tiba mengatakan ini padaku, apakah……”

“Nenek tidak bisa tinggal disini seumur hidup!”ucap Nurima tersenyum.

“Kenapa tidak bisa? Kamu boleh.”ucap Ellen gegabah.

Nurima mengulurkan tangan meraba wajah Ellen, “Sekarang kamu punya keluarga sendiri, ada suami yang mencintaimu, orang tua yang menyayangimu, dan anak-anak yang penurut. Tapi abang dan kakakmu orang tidak mampu.

“Nenek, aku mengerti.”Ellen memegang tangan Nurima, meskipun tidak rela, tapi dia memahaminya.

Lagipula, dia bukan neneknya seorang diri.

Jadi meskipun tidak rela, Ellen tidak memaksa untuk menahannya tinggal di sini, hanya berkata dengan suara serak, “Nenek, tunggu bayi dalam perutku lahir, aku akan membawa anak-anak pergi melihatmu. Kamu tidak perlu datang lagi, aku kasihan padamu.”

Nurima berbalik memegang tangan Ellen, air matanya berlinang di depan hendak menetes keluar.

Satu dua bulan ini, ada dia yang menemani, terkadang dikelilingi ketiga bocah, dan mengobrol dengan Louis, setiap hari dilewati dengan bahagia.

Begitu kembali ke kota Rong, rumah yang begitu besar, sering seorang diri duduk diam di sana.

Siapa yang tidak ingin melewati hari dengan ramai?

Tapi dua anak di rumah selalu membuat onar tidak bekerja keras, selalu membuatnya khawatir tapi apa boleh buat?

Nurima menghela nafas berat, menatap Ellen dengan penuh keengganan, dia menghela napas dan berkata, “Ellen, sebelum nenek kembali ke kota Rong ada satu hal yang ingin dilakukan.”

“……”

Novel Terkait

Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu