Hanya Kamu Hidupku - Bab 282 Menghapus Kegalauan Dengan Alkohol

282

Ellen melihat layar telepon yang masih dalam sambungan telepon, lalu kembali menempelkan telepon ke telinga dengan sedikit kesal, berkata dengan perlahan, “ Paman Ketiga.”

“ Sudah belum?” suara William yang berat dan serak terdengar dari balik telepon.

Ellen tercengang, “ Kenapa?”

“ aku sudah berada dilantai bawa hotel.”

“ ………” Ellen langsung refleks melihat kearah Pani.

Pani bingung.

“ Aku segera turun.” Ellen menarik kembali pandangannya, berkata pada ponselnya.

Pani melihat Ellen mematikan teleponnya, matanya yang sedikit bengkak berbinar, ketika Ellen mengangkat wajahnya dan melihat kearahnya, ia hanya tersenyum padanya.

……

Lantai bawa hotel.

William duduk didalam mobil, melihat Ellen berjalan keluar dari hotel membawa dua bocah, ia membukakan pintu mobil.

Nino melihat William, tangan kecilnya langsung dia tarik dari genggaman Ellen, lalu berlari kearah William.

William tersenyum, ketika Nino berlari kearahnya, ia sedikit membungkukkan tubuhnya dan mengangkatnya tinggi.

Tiba-tiba diangkat begitu tinggi, membuat Nino menarik nafas dalam-dalam, ekspresinya terlihat begitu excited memeluk leher William.

William mengeluk kepalanya, matanya yang hitam melihat Ellen yang berjalan mendekat sambil menggandeng Tino dengan lembut.

Ekspresi wajah Ellen sedikit canggung.

William menyipitkan mata, “ Naiklah.”

Sambil bicara, William menjulurkan tangan satunya kearah Tino .

Tino meletakkan tangan kecilnya di tangan William.

William menggenggam tangan kecilnya yang lembut sambil berjalan menuju mobil.

“ Paman ketiga.”

Disaat ini Ellen memanggilnya.

William terhenyak sesaat, melihat kearah Ellen dengan bibir yang sedikit mengetat.

“ ………. Malam ini aku boleh tidak pulang?” Ellen berkata lirih.

“ Tidak!” William hanya mengatakan satu kata yang begitu dingin, lalu membawa Tino Nino naik ke mobil.

Ellen tersenyum, mengikutinya dari belakang sambil menggerutu, “ Aku tidak tenang Pani seorang diri di hotel, dan kondisinya sekarang sedang tidak stabil, aku ingin menemaninya.”

William seolah tidak mendengar, mendudukkan Tino Nino di kursi belakang dan mengikatkan sabuk pengaman, menutup pintu, berbalik, menatap Ellen dengan matanya yang hitam pekat.

Ellen memegang lehernya dengan canggung, “ Pam…….”

Kaca jendela belakang mobil terbuka.

Sebuah kepala kecil muncul dari dalam, membelalakkan mata mesr yang bulat dan jernih melihat William dan Ellen.

Ellen terlihat kehabisan kata-kata.

Menggigit bibirnya menatap bocah itu.

Nino mengetatkan bibirnya sambil tersenyum terkekeh.

Wajah Ellen begitu merah, melirik kearah wajah tampan yang dingin dengan kesal, berkata dengan bingung, “ Didepan anak-anak, bisa tidak beri aku sedikit harga diri? Bagaimanapun aku ibu dari anak-anak. Kamu tidak bisa menggunakan cara mengatur anak yang dulu untuk mengaturku.”

William menoleh melihat bocah yang menopang dagunya di jendela mobil sambil menguping dengan terang-terangan, sudut matanya sedikit terangkat.

“ Kamu masih tahu kalau kamu adalah ibu dari anak. Apa kamu pernah melihat ibu mana yang meninggalkan anaknya dan tidak pulang semalaman?” William melangkah kehadapan Ellen, mencengkram satu tangannya dan membawanya ke arah mobil.

Ellen melihatnya membuka pintu samping pengemudi, segera memegang lengannya, menatapnya dengan tatapan memohon, “ Paman ketiga, aku dan Pani sudah bertahun-tahun tidak bertemu, biarkanlah aku menemaninya sesaat. Kali ini dia sengaja datang ke Kota Tong memang khusus datang demi menengokku, aku malah meninggalkannya seorang diri di hotel, apakah ini pantas?”

“ Kalau kamu tidak ingin membiarkannya tinggal seorang diri di hotel, aku punya sebuah saran.” Tiba-tiba William berkata.

Ellen menjadi blank, membelalakkan matanya yang hitam dengan besar, “ Ada ide apa?”

William menyipitkan mata, terlihat seperti seekor rubah tua yang sangat licik.

Membuat Ellen yang melihatnya langsung bergidik.

……

Mobil yang kembali ke Pavilion Coral.

“ Pani, aku tidak tahu harus mengatakannya atau tidak?”

Ellen menggenggam ponselnya, wajahnya yang mulus dan berkilau menatap keluar jendela mobil dengan murung.

William hanya melirik Ellen sekilas, ada senyum tipis yang terukir dalam bibirnya.

Bodoh.

Duduk didalam mobil dan murung untuk apa, apakah Pani bisa melihatnya?

Namun ini juga membuktikan kalau gadis ini tidak bisa mengacuhkan orang.

“ Kalau begitu, aku akan bilang dan kamu tidak boleh marah padaku ya.” Ellen berkata dengan hati-hati.

“ Paman Sumi sekarang sedang berada di Club Bintang minum dengan perasaan gundah. Sudah berturut-turut menghabiskan berbotol-botol alkohol. Tidak perduli bagaimana membujuknya ia tetap tidak mau dengar. Bahkan mengusir kita semua. Aku sungguh takut terjadi sesuatu pada Paman Sumi. Kata Paman ketiga, tiga tahun yang lalu, Paman Sumi-ku sempat masuk rumah sakit cukup lama karena terlalu banyak mengkonsumsi alkohol, bahkan karena akhohol yang terlalu keras menyebabkan lambungnya berlubang.”

“ Pani, seharusnya kamu mengerti bagaimana sifat paman Sumi, meskipun kamu mengirim 8 ekor kuda untuk menariknya juga tidak akan berhasil. Ketiga pamanku tidak ada yang berani mendekati ruang vip. Paman Sumi berkata, siapa yang berani mencegahnya minum, maka ia akan putus hubungan dengan orang itu!”

“ Kali ini kakak ketiga meninggalkan Club lebih awal karena masih ada urusan. Tino Nino jam 10 sudah harus tidur, aku dan paman ketiga tidak bisa berada lama disini. Kami juga tidak berani memberitahu orang tua Paman Sumi.”

“ Pani, menurutmu……..”

“ Tidak ada hubungannya denganmu ya? Akku bisa mengerti sih kalau kamu berkata demikian. Sekarang aku dan paman ketiga akan membawa Tino Nino kembali ke villa. Paman Sumi juga pertama kalinya minum-minum seperti ini, aku yakin tidak akan terjadi apa-apa.”

“ Kalau begitu Pani, kamu istirahatlah lebih awal. Besok aku akan ke hotel untuk melihatmu lagi.”

Setelah memutuskan telepon Pani.

Tangan Ellen langsung ia letakkan didada dan mengelusnya beberapa kali, mulutnya terbuka dan menarik nafas panjang.

William hanya tersenyum tanpa suara.

“ Paman ketiga, bagaimana aktingku?” Ellen melihat William dengan wajah begitu penasaran, “ Apakah terlalu kelihatan bohongnya?”

William mengangkat alis dengan suara yang santai, “ Lumayan.”

Ellen bersandar di tempat duduk, menarik nafas dalam, matanya yang besar memandang lurus ke depan, “ Ini merupakan pertama kalinya aku berbohong pada Pani, hatinya sungguh tidak tenang.”

Dan dia tidak lupa, tadi di westafel hotel, Pani menangis dengan begitu sedih.

Dia benar-benar menyukai Paman Sumi.

Kalau Paman Sumi tidak bisa tulus pada Pani, maka ia sama saja menjurumuskan Pani kedalam api!

memikirkan ini, Ellen langsung mengkerutkan alis, menoleh melihat William, “ Paman ketiga, menurutmu apakah Paman Sumi benar-benar menyukai Pani?”

William melihat Ellen dari balik kaca spion, nada bicaranya begitu datar, “ Kamu pikir tadi ketika aku mengatakan Paman Sumi-mu sedang minum alkohol dengan sedih di Club, minum sampai lambungnya bolong dan masuk rumah sakit itu hanya untuk membujukmu?”

Ellen langsung membelalakkan mata, “ …….. ini semua beneran?”

William menoleh, melirik Ellen dengan lurus sesaat.

Hati Ellen terasa seperti hampir meloncat keluar, dan terasa begiitu tidak nyaman, alisnya yang indah mengkerut, berkata sambil menatap William, “ Kamu bilang Paman Sumi seperti ini karena Pani?”

“ Kalau tidak?” William kembali bertanya.

“ ………. Mungkin saja karena Kak Linsan.” Ellen berkata dengan pelan.

William hanya melirik Ellen sesaat, “ Linsan sudah hampir bercerai dengan Thomas Mu, orangnya sekarang sedang berada disisi Paman Sumi-mu, kalau hatinya masih ada pada Linsan, kondisi seperti ini, maka untuk apa lagi dia memanfaatkan alkohol untuk menghilangkan kegalauan hatinya.”

Benar juga!

Ellen menarik nafas dalam.

Kalau benar Paman Sumi masih menyukai Kak Linsan, asalkan dia menunggu Kak Linsan bercerai dengan Paman Mu, maka mereka berdua sudah bisa bersama-sama dengan bebas.

Sekarang Paman Sumi seharusnya merasa senang, untuk apa membuat dirinya mabuk sampai seperti itu.

Begitu mendengar William berkata demikian.

Hati Ellen menjadi jauh lebih tenang.

“ Paman Ketiga, kalau benar Paman Sumi sudah tidak menukai Kak Linsan, kalau begitu dirinya dan Kak Linsan bagaimana? Ada lagi, bukankah Kak Linsan sangat menyukai Paman Mu ? Kenapa dia bersedia bercerai?” Ellen berkata.

“ Pertanyaanmu tidak sedikit juga.” William berkata padanya.

Ellen menjulurkan lidah.

“ Ini semua adalah masalah Paman Sumi-mu, Kak Linsan dan Paman Mu . Aku sendiri juga tidak begitu jelas.” William berkata.

“ Kamu saja tidak tahu?” Ellen memancungkan bibirnya.

Tatapan mata William menjadi dalam.

Beberapa tahun sudah berlalu, dirinya saja sudah sibuk, mana mungkin sempat memikirkan hubungan orang lain.

Ellen menatap sisi wajah William dari samping dengan dalam, seolah mengerti sesuatu, ada rasa sakit yang muncul sekelibat didalam matanya yang indah, ia menarik kembali pandangannya, tidak bertanya apapun lagi.

Tidak lama, satu tangan Ellen yang berada diatas lututnya digenggam oleh sebuah tangan yang besar dan hangat.

……

Malam hari, hampir jam 12 malam.

Sepatu heel tinggi melangkah diatas jalan setapak pekarangan, melangkah masuk ke rumah yang gelap bagaikan tidak berpenghuni.

Ctakk!

Pintu kayu coklat rumah didorong dan terbuka.

Sepatu heels merah melangkahi ambang pintu, dan melangkah masuk.

Wanita berbalik, kedua tangan memegang pintu ingin menutup pintu.

Sebuah suara yang berat dan serak terdengar dari ruang tamu yang begitu sunyi, “ Sudah kembanli.”

Wanita terkejut sampai mengangkat bahu, melihat kearah ruang tamu dengan terkejut.

Dan tepat disaat ini, lampu model kuno yang berada diatas ruang tamu menyala.

Mata Vania menyipit karena belum beradaptasi dengan cahaya, samar-samar melihat sosok tua yang duduk di sofa utama ruang tamu.

Vania mengetatkan giginya, menutup pintu, mengganti sepatu, tangannya menenteng tas berandednya berjalan masuk perlahan.

Berjalan ke sofa ruang tamu.

Vania terhempas ke sofa bersama dengan tasnya, satu tangannya diletakkan di sandaran sofa, memijat pelipisnya, menyipitkan matanya terias menor melihat kearah orang tua yang duduk disofa, nada bicaranya begitu santai, “ Sudah begitu malam, kenapa kakek masih belum tidur?”

Kedua tangan Hansen menggenggam tongkatnya, tubuhnya duduk dengan tegak, matanya yang tajam bagaikan harimau menatap mata Vania lurus, “ Kamu sekarang adalah calon istri Bintang, setiap gerakanmu harus kamu pertimbangkan.”

Vania menyipitkan mata, senyum terukir dibibirnya, “ Kakek, kakek urus diri kakek sendiri saja, jangan mengurusku. Toh kakek bukan benar-benar memperhatikanku.”

“ Kurang ajar!”

Hansen menggenggam tongkat dan menghentakkannya dengan keras ke lantai.

Hanya suara sentakan yang nyaring ini saja sudah cukup untuk bergema cukup lama di ruang tamu ini.

Vania terkejut sampai membelalakkan matanya, ketika pandangannya jatuh pada mata Hansen yang begitu tajam, ia segera sibuk menurunkan tangannya, duduk lurus, “ Kakek……”

“ Vania, kalau bukan karena gossip yang masuk ke dalam telingaku semakin banyak, kamu pikir aku akan senang mengurusmu? Kamu yang ngotot harus menikah dengan Bintang. Sekarang pernikahan kalian sudah ditentukan, kamu tidak mengikuti Bintang dengan baik, malah sepanjag hari berkeliaran diluar, bergaul dengan para anak yang tidak benar. Kamu menaruh Bintang dimana? Menaruh harga diri dan martabat keluarga kita dimana?”

Hansen memelototi Vania sambil membentak tertahan.

Vania melihat wajah Hansen yang begitu galak, tubuhnya sampai gemetar tanpa sadar, “ Kakek, kamu, kamu salah paham.”

“ Salah paham atau bukan, kamu tahu, aku juga lebih jelas lagi!”

Hansen mengetatkan bibirnya, mengangkat tongkatnya menunjuk Vania, “ Vania, selagi kamu masih punya hari yang baik, sebaiknya kamu hargai. Tidak ada yang tahu kapan semua akan berakhir! Ketika itu, kamu mau menangis juga tidak akan ada gunanya!”

Ucapan Hansen ini, membuat Vania teringat akan hal itu, jatungnya seolah terhenti, wajahnya juga langsung menjadi pucat.

Novel Terkait

Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu