Hanya Kamu Hidupku - Bab 93 Jangan Ganggu, Aku Cuci Muka

Malam ini, Ellen ke kamar utama William.

Satu persatu mereka mandi, setelah itu pergi tidur.

Ellen agak malu, tubuhnya meringkuk di pelukan William, wajahnya merah bagaikan kepanasan.

William memeluknya lembut, diam tanpa suara.

Dari awal Ellen gelisah, berangsur-angsur rileks.

Hampir bertempur hingga tengah malam, Ellen merasakan capek, menyandarkan diri di penyandaran yang terpecaya, sekilas, kelopak matanya mulai berkedut ingin tidur.

Sewaktu dia hampir tertidur, badannya di luruskan, ciuman lembut tertuju ke bibirnya.

Napas Ellen bergetar, dia menbuka matanya lebar, keinginan tidurnya hilang semua.

William berdiri seketika, sosok tubuhnya ditutupi dengan bayangan gagah perkasa.

Ellen dengan gelisah menarik piyama dia, dengan alis mata yang bergetar.

Tidak seperti dua kali sebelumnya, Kali ini William melakukannya dengan lembut. Ellen bagaikan berbaring di kolam hangat dengan sentuhannya. badannya lemas bagaikan segenang air.

Tetapi kali ini, dia hanya menciumnya dengan lembut, dengan kelembut terbaik, tanpa langkah yang terakhir.

Dia berguling melewati badannya dan berbaring, sekali lagi merangkul didalam pelukannya, Badan Ellen berkeringatan, bernafas dengan mulut kecilnya dan mukanya yang panas menempel didadanya yang lebar sedikit terbuka dari piyamanya.

Telinganya basah, suaranya yang serak mengalir ke telingannya, "tidurlah."

Alis mata Ellen bergetar beberapa kali, badannya yang kecil menyusut di pelukannya, mengetahui kegagahannya dan terdiam, Ellen tidak berani bergerak.

Keduanya diam tidak berbicara.

Pernafasan masing masing sesak dan cepat.

Badan Ellen sedikit bergerak, beberapa saat kemudian, dengan suara kecil didadanya,"Paman ketiga, aku pulang tidur di kamarku saja."

"Tidur disini saja." William diam sebentar dan berkata.

Pinggang Ellen dipindah sedikit kebelakang, dalam kegelapan mukanya merah, "Paman ketiga, Kamu tidak panas?"

Mata William sedikit terbuka, menatap ke gadis kecil yang bergerak mundur ke belakang, bibirnya menipis, menbuka selimut bulu dari leher belakangnya, turun dari tempat tidur, menuju ke kamar mandi.

Ellen menghelakan nafasnya yang panjang.

Dia merasakan makin panas, kalau dia tidak melepaskannya.

.......

Keesok harinya, Sewaktu Ellen bangun, Seseorang telah berdiri depan jendela dengan pakaian rapi menerima telepon, mukanya dingin dan serius.

Ellen menggosok matanya, tanpa menganggunya, dengan gerakan pelan-pelan turun dari tempat tidur, menuju ke kamar mandi.

William membalikkan kepalanya melihat ke Ellen, sambil bertelepon, "Frans, kamu adalah kamu, Karlos adalah Karlos, masalah ini, aku tidak akan menyalahkan ke keluarga Domingo atau kepadamu, Karlos berani menpunyai pemikiran lain, itu dia cari mati!"

Frans bersama William, Ethan adalah teman baik, sama-sama adalah teman senasib, Belakang ini Frans mengurus bisnis keluarganya, tidak pulang ke Kota Tong, jadi dalam waktu dekat mereka tidak saling kumpul.

Keluarga Domingo, keluarga Dilsen, keluarga Hunt, termasuk 4 besar keluarga di Kota Tong.

Frans adalah penguasa terbesar di keluarga Chu, Karlos adalah adiknya, karena umurnya lebih muda dari Frans, dikelurganya Karlos adalah emas, semua keluarganya memanjakannya, menbuat dia memiliki sifat yang sombong, mengerjakan segala tergantung emosionalnya.

Diluar.

Dalam tiga hari Karlos tidak melakukan sesuatu, keluarganya tidak terbiasa.

Ditambah Frans adalah orang yang bertanggung jawab, masalah yang dilakukan oleh Karlos, masalah kecil atau besar semuanya diatasi oleh Frans.

Karena tidak perlu memikirkan akibatnya, Memikirkan walaupun masalah apa, selalu ada yang mengatasinya, beberapa tahun ini, Kelakuan Karlos makin arogan tanpa batasnya.

Jadinya apa yang dilakukan Karlos diluar, mereka tidak peduli, dan tidak mau mengurusnya.

Tetapi dia seharusnya tidak menyentuh Ellen.

Di Kota Tong, semua mengetahui Ellen adalah milik William, siapa yang berani menyentuh Ellen berarti menyentuhnya!

Karlos kalau tidak mengetahui Ellen adalah milik William masih tidak apa-apa, tetapi dia mngetahuinya dan melakukannya, kesalahannya makin tidak bisa dimaafkan.

Tidak tahu apa yang dibicarakn di telepon sana, William dengan diam memutuskan jaringan teleponnya.

Berdiri di jendala sebentar, Willam Dilsen membalikan badannya, melemparkan teleponnya ke tempat tidur, berjalan menuju ke kamar mandi.

Dikamar mandi.

Ellen mengumur mulutnya, mukanya dioles susu pembersih, pintu kamar dibuka dari luar.

Ellen terdiam, melihat William dengan mukanya yang penuh busa sabun.

Willam melihat Ellen, alis matanya bergetar, berjalan menuju kebelakang Ellen, dua tangan merangkul ke pinggangnya, dengan merangsang mencium leher belakangnya, menatapnya lewat cermin didepannya.

Ellen menyusutkan lehernya, sedikit malu, " Paman ketiga, aku sedang cuci muka."

"Em, kamu cuci saja." William berkata lembut, meneruskan ciumannya dileher dan telinganya.

Ellen tidak bisa tahan, dia begini, bagaimana dia bisa cuci muka?

"Paman ketiga jangan mengganggu." Ellen dengan manja berkata, "aku lagi cuci muka."

William mengetahui tidak bisa berbuat apa-apa terhadap dia.

Akhirnya melepaskan rangkulannya.

Tetapi tetap menempel di belakang punggungnya.

Orangnya tinggi, berdiri di belakang Ellen, dengan mudah Ellen terlihat seperti orang kerdil.

Ellen mengerutkan mulutnya, membungkukkan badannya, membersihkan mukanya dengan air bersih.

Sewaktu membungkukkan pinggangnya, di pinggulnya mengenakan sesuatu, Ellen terdiam, tiga detik kemudian, berteriak dan segara membalikkan badannya, pinggang menempel ke kaca dekat wastafel, mukanya merah dilapisi dengan busa yang tersisa.

Sambil menjerit Ellen memperhatikan bagian perut bawah William.

Makin menatap, suara jeritan makin besar.

Karena itu, reaksi dia semakin besar terhadap frekuensi tatapannya.

Ellen ingin menangis, segera menutup mata dan muka dengan tangannya, dengan suara tangisan, "Paman ketiga, kamu keluarlah!"

William menatap lehernya yang ternampak sedikit dari piyamanya, tenggorokan terasa kering.

"Paman ketiga!" dengan menjijitkan kakinya malunya makin bertambah.

"ehm." William batuk kuat, sebenarnya dia takut suara gadis kecil ini akan hilang kalau berjerit terus, meraba-raba hidungnya, dan keluar dari kamar mandi.

Keluar dari kamar mandi tidak jauh, William terhenti sejenak.

Sepasang alis mata terhimpit, dua keping bibir tipis melurus.

Kenapa harus keluar? Langsung begini begitu bukannya sudah beres?! Dan sekarang dirinya juga sulit menahannya!

Pemikiran begitu, William membalikkan badannya.

Tetapi, kaki belum sepenuhnya balik, pintu kamar terdengar suara tertutup.

Dan, William mendengarkan suara terkunci dari dalam kamar mandi.

William, "......."ini apakah termasuk sudah terlambat?"

Alis mata William makin merapat, menundukkan kepala melihat ke sesuatu tempat, menghelakan nafasnya.

.........

Setelah kejadian di KTV, Ellen sudah tiga hari tidak keluar rumah.

Bukan tidak diperbolehkan William, tetapi karena hatinya perlu lambat laun membaik, jadi dia tidak keluar rumah, tetapi dia selalu berkomunikasi dengan Pani.

Rumah sakit Yihe adalah milik grup Hunt, Sumi dan Ethan Hunt adalah teman dekat, dirumah sakit Yihe, Pani mendapat pelayanan istimewa, memakai obat yang terbagus.

Jadi penyembuhan Pani lebih cepat, dua hari lagi dia sudah boleh keluar dari rumah sakit.

Sore ini, Ellen mengambil satu buku ke taman untuk membacanya, sudah lama tidak keluar dari villa, tetapi Rosa datang.

Sebenarnya dia tidak merasa aneh, kalau Rosa datang.

Anehnya, dia datang di waktu Paman ketiga tidak ada villa.

Dan Rosa melihatnya, sangat antusias, memegang tangannya tidak ingin lepas.

Ellen merasakan aneh menghadapi dia, karena kasus provokasi didepan Hansen Dilsen.

Baguslah, sebenarnya menghadapi dia, selalu merasakan aneh.

Karena alasan apa, dia tidak bisa menyukainya.

"Ellen, Tadi siang baru mendengarkan kamu terluka, apakah sudah baikan?" Rosa menatapnya dengan perhatian.

Terluka?

Ellen dengan heran melihat dia.

Dia mengetahui kejadian di KTV?

"Ai, Vania mengeluarkan tangan tanpa pikir, aku mendengar darinya, dan menasehati dia." Rosa terus berkata.

Uhh......

Ternyata Vania yang melukai mukanya.

Dia barusan bilang kan.

Paman ketiga melarang kejadian ini disebarkan, mungkin takut diketahui media, dijadikan topik pembicaraan.

Tetapi.

Dia dilukai Vania sudah kejadian satu setengah bulan yang lalu.

Dengan hubungan Rosa dan Vania, mungkinkah sekarang baru tahu?

Ellen mengerakkan alis matanya, melihat ke Rosa, "bibi Rosa, tante mudaku bukan sengaja, dan luka di mukaku sudah hampir sembuh.”

Rosa memperhatikan wajah kanan Ellen.

Benar menurut katanya, sudah hampir sembuh, sekarang hanya bekas tipis, kemungkinan beberapa lama lagi, sudah sembuh total.

Rosa mengerutkan keningnya, dia menyangka muka Ellen akan cacat seperti kata Vania.

Ellen sudah mengatakan begitu, Rosa tidak meneruskan pembicaraan ini lagi, berkata: "Ujian sudah selesai?"

Ellen mengangguk, "sudah selesai."

"Gimana hasilnya? lancar?" Rosa seperti memperhatikannya.

"......lumayan lancar." Ellen berkata.

Rosa menatap Ellen, "Benar juga, kamu begitu pinter, hanya ujian kecil saja tidak sulit bagimu."

Ellen tersenyum.

Sama sekali tidak bisa berkomunikasi dengannya, tak ada yang mau dibicarakan.

Rosa mengedip mata sekilas, tiba-tiba berkata, "Habis ujian beberapa hari ini, kamu berada dirumah? tidak keluar jalan-jalan, tidak merayakannya?"

"Di rumah lebih baik." Ellen menatap kepada Rosa, dengan wajah was-was dan berkata.

Sebenarnya.

Dia tidak merasakan Rosa mau bicara sama dia.

Hari ini dia mencarinya ketika Paman ketiga tidak berada dirumah, dia merasakan aneh. sekarang kelakuannya yang sangat memperhatikan dia, menbuat dia lebih canggung.

Yang pasti, Ellen tidak menghubungkan kejadian di KTV dengan alasan kedatangan tiba-tiba Rosa.

Juga tidak memikirkan, Rosa adalah pelaku utama dibalik kejadian ini.

"Semester berikutnya adalah semester yang paling penting di SMA, mulai semester baru sudah tidak ada waktu bermain, kenapa tidak berjalan-jalan semasa liburan musim dingin ini?"Rosa berkata.

Ellen sedikit menutupkan matanya, ekor mulut sedikit miring, "Sepuluh hari lagi sudah hari raya Imlek, waktu jalan-jalan, tunggu semester berikutnya baru bicarakan."

Rosa buka mulut, ingin mengatakan sesuatu, tiba-tiba Ellen berdiri dari sofa.

Rosa terkejut, diam seketika.

Novel Terkait

Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu