Hanya Kamu Hidupku - Bab 662 Kisah Manis Sumi Dan Pani 1

Setengah tahun telah berlalu, saat ini sudah mendekati tahun baru.

Pada tahun lalu, dikarenakan berbagai permasalahan yang terjadi di luar dugaan, seluruh keluarga Nulu sama sekali tidak berselera untuk merayakan tahun baru. Oleh sebab itu Pani juga tidak merayakan tahun baru pertamanya ketika menjadi anggota keluarga Nulu.

Dikarenakan demikian, seluruh anggota keluarga Nulu memutuskan bahwa tahun ini akan dianggap sebagai tahun baru pertama yang dirayakan mereka bersama Pani, sehingga harus merayakannya dengan penuh kegembiraan dan menghebohkan.

Oleh sebab itu pada setengah bulan sebelum hari raya, Siera sudah mulai mempersiapkannya.

Pani berniat membantu, namun Siera selalu merasa dirinya telah kelelahan karena menjaga Lian, sehingga nekat mengerjakan sendiri.

Sebenarnya Pani tidak terlalu sibuk dalam menjaga Lian, pada pagi harinya ada kedua mertuanya beserta Mbok Yun yang membantu, pada malam harinya, Siera juga akan menidurkan Lian untuk terlebih dahulu, setelah itu baru kembali ke kamar sendiri.

Sementara pada malam harinya ketika Lian kelaparan, Sumi juga sudah terlatih dalam menyiapkan susu, pada setiap kalinya sebelum dirinya bangun dari kasur, Sumi sudah terlanjur melangkah terlebih dahulu, kemudian menyiapkan susu dengan gerakan lincah dan lancar, setelah itu baru meletakkan botol susu ke tangan Lian.

Sedangkan Lian juga sangat gampang diatasi, sejenis anak-anak yang hanya memerlukan susu.

Seandainya membuat peringkat orang santai di rumah ini, Pani pasti akan menduduki peringkat pertama !

Pada hari ini.

Pada saat Lian masih tidur nyenyak, Pani melipat kedua kaki dan duduk di depan ambang jendela, tangannya masih memegang buku bahasa Prancis yang diberikan oleh Ellen, saat ini dia sedang melakukan persiapan untuk kembali ke dunia kerja.

Saat ini Snow mengetuk pintu dan masuk ke kamar.

Pani melirik sekilas ke arahnya, setelah itu hanya fokus menatap buku, “Nona Snow hari ini tidak mencari idolamu, kenapa malah datang menjenguk orang santai sepertiku ?”

Rambut Snow sudah agak panjang dan sedang mengikat dengan bentuk bulat, sweter kuning di tubuhnya agak longgar, di luarnya mengenakan jaket berbahan jeans, celananya berwarna hitam ketat. Snow selalu begitu bersemangat dan awet muda, membuat orang yang melihatnya merasa iri dengannya.

“Orang santai kenapa juga ? Cita-cita terbesar dalam seumur hidupku adalah menjadi orang kaya yang santai !” Snow berjalan ke depan ambang jendela dan duduk berhadapan dengan Pani, kemudian mengangkat dagu dan melirik buku bahasa Prancis yang berada di tangan Pani.

“Semoga cita-citamu dapat tercapai.” Pani berkata.

Snow mencibir bibir.

Sebenarnya Snow juga tidak memiliki urusan apapun, dia hanya sekedar ingin mengobrol dengan Pani dan membuang kebosanan.

Sejenak kemudian ketika Pani terus membaca bukunya dan tidak mendengar suara pembicaraan Snow, sehingga Pani mulai merasa aneh dan meliriknya, “Oh ya, kamu dan Mbok Yun bagaimana merayakan tahun baru ini ?”

“Mungkin seperti tahun lalu.” Snow menggerakkan pundak sendiri, sepertinya tidak menaruh harapan dengan acara tahun baru.

“Kalau begitu mendingan kalian ikut merayakannya dengan kami, kita semuanya kumpul bersama, kesannya juga lebih ramai.” Pani sambil membaca buku sambil berkata.

“Aku tidak dapat mengambil keputusan, mesti meminta persetujuan ibuku.” Snow menjawab.

“Iya, kalau begitu nanti aku bilang dengan Mbok Yun.” Pani berkata lagi.

Snow memutarkan bola matanya dan tiba-tiba membungkuk badan, kemudian menghampiri tempat Pani yang sedang memegang buku, setelah itu membuka kedua matanya dengan lebar dan terus menatap Pani.

Pani menarik sudut bibir dan membalikkan bola mata, “Ada apa bilang aja, buat apa berlagak manis.”

Snow mencibir bibir, “Aku memang sudah manis, tidak perlu berlagak lagi.”

“Kalau mau begini lagi, aku akan bertindak.” Pani berkata dengan nada dingin.

“Kamu orangnya membosankan sekali !” Snow mencibir bibir dan berkata dengan nada kesal.

Pani melirik sekilas dan menarik sudut bibir sendiri, tidak menjawab apapun lagi.

Snow menyandar di dinding dan mengerut bibir sendiri, kemudian terus menatap Pani, matanya penuh dengan kesan penasaran dan juga ragu.

“…. Snow, aku kasih tahu dulu ya, kalau kamu mati terpendam, aku tidak bertanggung jawab ya.” Pani sedikit menarik sudut bibir dan berkata dengan nada datar.

Snow sedikit canggung.

Pani mengalihkan tatapannya dari buku dan menatap Snow, kemudian tertawa dan berkata, “Bilang aja, benar-benar mau mati terpendam ya ?”

Mata Snow muncul tatapan ragu, kemudian menggigit gigi dan menarik nafas dalam, setelah itu duduk tegap dan sedikit mendekati Pani, tatapannya fokus menatap mata Pani, akhirnya baru berkata dengan suara serak dan perlahan-lahan, “Kak Pani, ada sebuah kejadian, aku sudah lama memendam di hatiku.”

“Kejadian apa ?” Pani bertanya,

“….. itu, itu.” Wajah Snow bahkan sudah keriput karena terlalu ragu.

Pani tersenyum dan menatapnya, “Sebenarnya apa ?”

“Sudahlah, menurutku tuan Nulu dan nyonya Nulu pasti tidak kasih tahu kamu, aku lanjut memendam saja.”

Snow mengerut alis dan melirik Pani dengan tatapan berhati-hati, kemudian berbisik dengan nada ringan.

Pani memiliki firasat yang buruk, dia mengulur tangan dan menangkap lengan Snow yang ingin melarikan diri, “Sudah memancing rasa penasaranku, tetapi mau pergi begitu saja ya, cepat duduk !”

Snow sudah terlanjur ‘takut’ dan terus menatap Pani.

“Jadi ?” Pani bertanya dengan suara geram.

Snow memejamkan mata dan diam-diam duduk kembali, kemudian lanjut menatap Pani.

“Kamu bilang ada kejadian yang disembunyikan Sumi dan ibuku, kejadian apa ?” Pani melotot Snow dengan tatapan tajam.

“… Seharusnya aku hari ini tidak datang mencarimu kan ?” Reaksi wajah Snow seolah-olah sangat menyesal.

“Jangan bertele-tele. Mendingan jujur saja sebelum aku mulai beraksi.” Pani berkata dengan nada sinis.

Snow menggenggam tangan Pani dan berkata dengan tampang kasihan, “Kalau aku kasih tahu kamu, tuan Nulu dan nyonya Nulu pasti akan menyalahkanku.”

Pani berpikir sejenak dan berkata, “Aku tidak akan kasih tahu mereka kalau kamu yang memberitahuku, tenang saja.”

“Kak Pani, kamu jangan menipu aku lagi. Kejadian ini hanya beberapa orang saja yang mengetahuinya, tuan Nulu begitu cerdik, dia pasti dapat menebak sendiri !” Snow berkata dengan tampang pengecut.

Rasa penasaran Pani sudah berhasil terpancing oleh Snow, sehingga ketika melihat dirinya yang masih bertele-tele, dia langsung mengancamnya, “Kamu mau bilang atau tidak ? Kalau tidak mau bilang, jangan mengakui aku sebagai kakakmu lagi !”

Begitu kejam ? !

Snow menatap Pani, namun sejenak kemudian dia langsung mengalah.

Setelah selesai menceritakannya, Snow dan mengelus bagian jantung sendiri, saat ini dia masih sedikit merinding ketakutan apabila membahas masalah tersebut.

Mata Pani masih kering, namun hatinya merasa sangat sedih.

Rupanya sebelumnya Sumi mengatakan bahwa dirinya akan perjalanan dinas, ternyata memang hanya sekedar alasan untuk membohongi dirinya !

Pada saat itu dia tidak keluar negeri, malahan sedang dalam keadaan menderita luka parah ……

……

Pada malam harinya, Pani keluar dari kamar mandi dan melihat Sumi yang sedang duduk di samping kasur, matanya sedang menatap Lian dengan tatapan penuh kasih sayang.

Pani menarik nafas dan berjalan menghampiri, kemudian naik ke atas kasur dari sisi lain dan berpindah ke belakang tubuh Sumi, setelah itu mengulur tangan dan memeluk lehernya.

Aroma wangi beserta tubuh yang lembut sedang melekat pada punggungnya, Sumi mengangkat alis dan menarik satu tangan Pani, kemudian meletakkan pada bibir sendiri dan mengecup ringan.

Sementara satu tangannya lagi berpindah ke belakang tubuh dan menepuk pinggul Pani, kemudian berkata dengan nada lembut, “Aku mandi dulu.”

“Kamu tidak bermaksud kasih tahu aku lagi ya ?” Suara Pani yang sedikit serak langsung menyelip ke dalam telinga, Sumi sedikit kaget dan ingin menoleh ke arah Pani.

Namun Pani malah mengulur tangan untuk menghalanginya, tidak membiarkan Sumi melihat wajahnya.

Hati Sumi terasa sakit, sehingga langsung menangkap satu pergelangan tangan Pani dan menarik tubuhnya ke dalam pelukan.

Pani sedikit kaget, seluruh tubuhnya jatuh ke dalam pelukan Sumi, setelah itu terus menatap wajah tampan yang muncul di hadapannya.

Sumi menahan dagu Pani dan menatapnya dengan tatapan dalam, “Apa maksudnya pula ?”

Pani mengerut bibirnya dengan erat, kemudian terus menatap Sumi dan tersenyum pahit, “Kalau kamu tidak mengelabui sesuatu padaku, kamu mana mungkin bereaksi seperti saat ini ? Kamu lihat saja reaksimu sendiri, betapa paniknya.”

“Aku hanya panik padamu.” Sumi menunduk kepala dan mengecup bibir Pani, kemudian menatap matanya dan berkata dengan suara yang serak.

Pani menarik nafas dan duduk di atas pahanya, kedua tangannya sedang melilit leher Sumi, hidungnya yang mungil sedang berdempetan dengan hidung Sumi, matanya sudah sedikit memerah, “Kamu sudah luka parah, kenapa malah tidak kasih tahu aku ? Kamu memang ingin melihat reaksiku sekarang yang begitu sakit hati dan merasa bersalah kan ?”

Sumi sangat terkejut dan menatap Pani, di dalam mata Pani memiliki tatapan kelembutan, tidak tega, dan juga rasa bersalah.

Sumi menelan air ludah dan memeluk tubuh Pani dengan erat, kemudian menatapnya dan berkata dengan nada dingin, “Siapa yang kasih tahu kamu ?”

“Kenapa ? Kamu masih mau menghajar orang itu ya ?” Pani mengelus wajah Sumi dengan satu tangannya, matanya sudah bergenang dengan air mata.

“Iya !” Sumi menatap Pani dengan penuh kasih sayang dan berkata dengan nada serius.

Pani menatapnya, rasa bersalah dan sakti hati sudah memenuhi lubuk hatinya, “Paman Nulu, maaf, aku tidak tahu …..”

Sumi menatap air mata yang berlinang di dalam mata Pani, sehingga mengerut alis dan berkata, “Jangan berpikir seperti ini, aku khawatir kamu akan mencemaskanku, makanya tidak kasih tahu kamu.”

“Aku yang terlalu bodoh, seharusnya aku sudah bisa menebak. Dalam keadaan seperti itu, kalau kamu tidak mengalami kesulitan, kamu tidak bakal tega meninggalkan aku dan Lian.”

Meskipun sudah kejadian pada setengah tahun yang lalu, saat ini Sumi juga telah sembuh total dan berdiri di hadapannya, namun apabila Pani membayangkan Sumi yang sudah menderita luka parah dan harus menyembunyikan diri untuk mengobati lukanya, setelah itu mesti menerima amarah dari dirinya dan tekad menghubungi dirinya pada setiap harinya, Pani merasa dirinya benar-benar tidak layak menjadi seorang manusia, setelah itu dia merasa sangat bersalah terhadap Sumi …..”

“Tidak boleh menangis di hadapanku.”

Pada saat melihat air mata Pani yang hampir menetes, Sumi mengerut bibir dan mengangkat wajahnya, “Pani, aku sudah terlalu sering melihatmu menangis di hadapanku, kamu tidak tahu betapa bencinya aku pada diri sendiri, aku selalu membuat kamu menangis. Jadi, jangan menangis di hadapanku lagi.”

“Paman Nulu, benar-benar maaf, maaf.” Pani menatap Sumi dengan tatapan bersalah dan berkata dengan suara serak.

“Bodoh.”

Sumi mencium sudut mata Pani untuk menghapus semua bekas air matanya.

Pani menatap Sumi dan berkata, “Di mana bekas lukamu, aku mau lihat bekas luka tembakan peluru.”

Sumi mengerut bibir dan berkata, “Kelihatannya orang yang memberitahukan kenyataan ini kepadamu, telah menceritakan kejadian ini dengan detail ya.”

“….. Aku yang memaksa dia untuk memberitahukan detail ceritanya.” Pani berkata dengan suara ringan.

Sumi memeluknya dan berkata, “Benaran mau lihat ?”

Mata Pani mulai memerah lagi, dia berkata dengan nada sedih, “Paman Nulu, biasanya aku tidak baik padamu ya ?”

Mereka setiap harinya akan tidur bersama, namun Pani malahan tidak menyadari luka tembakan yang ada di tubuhnya !

Seandainya bukan karena Pani sangat yakin dengan perasaan sendiri, dia bahkan sudah mencurigai kepedulian dirinya terhadap Sumi.

“Iya.” Sumi tertawa.

Pada kenyataannya, sejak mereka pulang dari tempat pemakaman pada setengah tahun yang lalu, Pani sudah sangat inisiatif dan mulai lemah lembut terhadap dirinya.

Dulunya apabila dia ingin membuat Pani bermanja-manja kepadanya, dia mesti terus menggunakan segala cara dan strategi agar Pani dapat menuruti keinginannya.

Pada setelah hari itu, frekuensi Pani dalam bermanja-manja kepadanya sudah melebihi apa yang dapat dia bayangkan.

Namun Sumi tetap saja sedikit penasaran, bagaimana tindakan Pani yang lebih baik dan lembut terhadap dirinya ?

Oleh sebab itu Sumi hanya bisa melontarkan jawaban yang berlawanan dengan isi hati.

Pani yang mendengar demikian merasa semakin sedih dan bersalah.

Oleh sebab itu dia mengedipkan mata dan memegang wajah Sumi, kemudian mencium kuat pada bibirnya, setelah itu menatap Sumi dan berkata dengan penuh tekad, “Paman Nulu, mulai hari ini, aku akan baik padamu, aku akan menggantikan semuanya kepadamu !”

Sumi menatap wajah kecil Pani yang sangat serius, sehingga matanya muncul jejak senyuman dan berpura-pura kasihan, kemudian mengangkat ailis dan berkata dengan perlahan-lahan, “Kalau begitu malam ini aku ingin coba di balkon, boleh ?”

Pani membuka lebar kedua matanya. Wajahnya, lehernya beserta telinganya juga ikut memerah.

Pani tidak menjawab apapun, sehingga Sumi hanya mengeluh nafas dan berkata, “Kamu tidak mau …..”

“Boleh.”

“……” Hati Sumi sedikit gemetar, dia tidak mengatakan apapun dan hanya memeluk Pani ke atas kasur, kemudian langsung berlarian ke kamar mandi.

Pani duduk di atas kasur sambil terbengong, matanya terus melotot ke arah kamar mandi.

Sejenak kemudian Pani membuka bibirnya dan berbisik sendiri, “Sepertinya mereka lari dari topik ya ? Barusan seharusnya sedang membahas masalah luka, kenapa ….”

Apa pula ~

Pani memejamkan mata, lalu mengambil sebuah bantal dan meletakkannya pada paha sendiri, kemudian memendam seluruh wajahnya ke dalam bantal.

Novel Terkait

Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu