Hanya Kamu Hidupku - Bab 313 Kalau Aku Sudah Tidur, Bagaimana ?

Saat ingin naik tangga, Hansen tiba-toba berkata, “Tadi kamu panggil aku apa?”

“Ah?” Ellen terbengong, melihat Hansen dengan tatapan tidak jelas.

“Panggil aku apa?” Hansen tersenyum dengan menyipitkan mata.

“Ka…” Ka aa

“Ka aaa” belum selesai berkata, wajah Ellen sudah merah, dengan malu dan segan menatap Hansen.

“HAHA.”

Hansen tertaw-tawa, dia memukul telapak tangan Ellen sebanyak dua kali, menariknya dan berjalan ke dalam villa.

Ellen merasa alisnya sendiri terbakar.

……

Di dalam ruang tamu, Ellen meletakkan teh di atas meja, dirinya duduk di sebelah Hansen, tangan merangkul lengannya, “Kakek, kenapa kamu datang tidak meneleponku dulu? Jika saat kamu datang, aku sudah tidur, bagaimana?”

“Uhm, kalau sudah tidur, aku akan memanggilmu dari selimut untuk menemaniku.” Hasen Dilsen bercanda.

“Aku tidak percaya.” Ellen mengedipkan mata, “Kamu pasti tidak tega untuk membangunkanku.”

Hansen melihatnya sambil tersenyum, dia tidak berbicara.

Ellen mengulurkan tangan, mengambil teh dan menyerahkan kepada Hansen, “Minum kakek.”

Hansen mengambilnya, setelah minum dua tekuk, dirinya meletakkan teh di atas meja.

Ellen melirik cangkir teh, kemudian melihat Hansen, “Kamu habis dari rumah sakit kah?”

Hansen mengangguk, “Iya. Aku menunggu nenek kamu… mama, sudah bangun, aku baru datang ke sini.”

Wajah Ellen sedikit merah, namun sekarang bukan waktunya untuk peduli dengan masalah ini, “Kakek, apa yang sebenarnya terjadi?”

Tentu saja, maksud Ellen, kenapa Louis memilih untuk bunuh diri.

Hansen terbengong, tatapannya terlihat kacau, dia melihat Ellen dan tidak berbicara.

Saat tahu William pergi ke tempat Louis semalam, dia langsung menanyakan William.

Tapi saat itu, William tidak mengatakan apa-apa.

Sebaliknya saat Louis bangun, perkataannya pada William, membuat Hansen mengerti alasannya.

Hanya saja semua ini… bagaimana mungkin dia memberitahukannya kepada Ellen?

Ellen melihat Hansen hanya menatapnya tanpa berbicara, mengulurkan tangan dan memegang tangan Hansen, berkata dengan nada tidak senang, “Kakek, apakah kamu tahu aku sedang bertanya?”

“… Ellen aa.” Hansen langsung menarik napas, dia tersenyum pada Ellen, “Kakek sudah tua, selalu termenung. Apa yang kamu bicarakan tadi?”

Mendengar perkataan Hansen seperti ini.

Ellen merasa sedikit sedih dan tak berdaya, dia berkata dengan sabar, “Aku bertanya…”

“Ellen.”

Belum menunggu Ellen selesai berbicara, Hansen tiba-tiba memotong perkataannya, “Malam ini, Kakek datang ke sini, untuk mengatakan beberapa hal kepadamu.”

Ellen penasaran, “… Apa?”

Hansen mengerutkan alis, menatap Ellen dengan tatapan bersalah, “Setelah berpikir, kakek merasa masalah ini tidak boleh membohongimu. Kalau tidak, hati kakek ini akan tidak tenang.”

“Kakek, apa yang ingin kamu katakan kepadaku, langsung saja.” Ellen memegang tangan Hansen dan berkata sambil melihatnya.

Hansen melihat tangan Ellen, matanya tiba-toba merah, tanpa adanya keraguan, dia berkata dengan nada dalam, “Empat tahun lalu, telepon dari penculik yang mencuri kamu untuk meminta uang, aku yang mengangkatnya!”

Wajah Ellen langsung putih seperti kertas, hatinya tiba-tiba kaku seperti es, membuatnya kedinginan hingga gemetar, melihat Hansen dengan mata merah dan penuh dengan kaca-kaca.

Tangan Ellen yang sedang memegang Hansen, tiba-tiba menjadi longgar, tapi Ellen tidak melepaskannya.

Hanya saja suhu tangannya sangat dingin.

Hansen bisa merasakannya, hidung merah dan menurunkan kepala, membalik tangannya dan memegang tangan Ellen dengan erat, mengusap telapak tangan dengan lembut, dia berkata, “Aku tahu, setelah kamu tahu masalah ini, kamu pasti akan membenciku. Ini hal biasa. Jika aku adalah kamu, aku juga akan benci!”

“Namun Ellen, Kakek memohon padamu, maafkanlah Kakek, Kakek juga tahu, permohonan ini sangat tidak masuk akal, tapi kakek benar-benar berharap kamu bisa memaafkan Kakek.”

“Kakek tidak hanya ingin meminta kamu memaafkanku, tapi Kakek juga berencana untuk menjadi sekali orang jahat.”

“Kakek sudah berumur sembilan puluh tahun lebih, orang yang sudah setengah tubuhnya masuk ke dalam tanah, Kakek sudah tidak banyak waktu lagi. Kalau kamu tidak ingin memaafkan Kakek, Kakek akan mati dengan tidak tenang.”

“Ellen paling baik, kamu pasti tidak tega Kakek mati dengan tidak tenang, iyakan?”

Hansen Dislen menyelesaikan perkataan ini dengan menurunkan kepala, tidak tahu sudah berapa banyak air mata yang dikeluarkannya.

Ada sedikit yang jatuh pada telapak tangan Ellen, begitu dingin!

Ellen perlahan-lahan menutup mata, seperti hal yang sama, menetes air mata seperti hujan.

Dalam waktu yang lama, setelah dia, Ellen perlahan-lahan membuka mata, dia melihat Hansen, “Kalau aku tidak mau?”

Hansen tersenyum pahit, mata yang merah mendongak dan melihat Ellen, “Kamu tidak melihat aku menyuruh Paman Sobri pulang kah? Kakek berencana, jika Ellen tidak ingin memaafkan Kakek, Kakek langsung berdiri di luar villa, berdiri hingga Ellen ingin memaafkan Kakek.”

“Kakek!”

Ellen berteriak, tapi saat ini, Ellen menangis lagi, dia berkata, “Kakek pikir aku benar-benar sangat baik kah? Kamu merasa hatiku bisa lembut kah? Dulu, kamu tidak mempedulikan nyawaku, untuk apa aku peduli berapa lama kamu berdiri di luar villa? Kamu bilang kamu tidak tahu malu, iya, kamu benar-benar tidak tahu malu!”

“Ellen…”

Hansen mengangkat tangannya, dia ingin mengusap air mata Ellen.

Tangannya belum terangkat, sudah disingkirkan oleh Ellen.

Tangan Hansen tiba-tiba jatuh ke sudut sofa, dengan panik melihat Ellen, “Ellen.”

“Kamu selalu mengatakan kamu sayang padaku, semua itu hanya membohongiku kah? Kamu biasanya memperlakukanku dengan baik, melindungiku, semua itu juga tindakan palsumu kah?”

Ellen sedih hingga menggunakan telapak tangannya untuk menutup mata, menangis sambil berkata.

“Bukan, bukan seperti itu.” Hansen panik, “Ellen, Ellen, Kakek sudah berbuat salah, maaf.”

“Wuu…” Ellen menutup wajahnya dengan kedua tangan, membungkuk badan dan bersandar di paha. “Kalau bukan, kenapa kamu mengatakan perkataan itu untuk membujukku? Kemapa kamu harus menanggung ketidakadilan itu? Apakah kamu pernah berpikir? Kalau aku benar-benar membencimu, kamu sakit, aku juga sakit? Kakek, kenapa kamu ingin berbohong, kenapa?”

Mendengar perkataan Ellen, Hansen langsung kaget, melihat Ellen dengan mata besar.

Ellen bersandar di pahanya dan menangis sejenak, kemudian mengusap pipinya, mendongak dan melihat Hansen dengan wajah bengkak, “Kakek, karena kebodohanku, aku dan paman ketiga menderita selama empat tahun. Kamu juga menderita selama empat tahun karena masalah ini. jika ditambah adalah dua belas tahun! Ini sudah cukup.”

Air mata, tiba-tiba menetes seperti hujan deras.

Hansen pun menangis.

Ellen merapatkan bibir, tidak tahan dan air matanya pun menetes keluar, mengulurkan tangan memeluk bahu Hansen yang gemetar, “Kakek, kamu juga sudah menderita.”

“huu…”

Orang yang berumur sembilan tahun lebih, orang yang bangga seumur hidup ini, saat ini, menangis di depan Ellen yang berumur dua puluh dua tahun, menangis seperti seorang anak kecil.

Ellen memeluk Hansen, “Kakek, mulai hari ini, lepaskanlah masalah ini. Ellen sangat kasihan padamu.”

Hansen mengangguk, tidak bisa berbicara.

Ellen juga tidak berbicara, memeluk Hansen, satu tangan memukul punggung Hansen dengan pelan.

……

Hansen menangis selama setengah jam, mungkin ini sudah disimpannya terlalu lama.

Setelah menangis, dia merasa sangat malu dan bersembunyi di dalam kamar mandi.

Setelah Hansen masuk ke kamar mandi, Ellen duduk di atas sofa dan termenung.

Dia tidak percaya Hansen yang mengangkay panggilan penculik.

Jika itu adalah Hansen, dia pasti tidak akan tidak mempedulikannya.

Sebelumnya, saat membicarakan masalah ini dengan orang itu, dia mengatakan bahwa dia sama sekali tidak mengangkat telepon penculik.

Ellen pernah berpikir, mungkin penculik itu menelepon ke rumah hanya alasan, atau sama sekali tidak menelepon!

Tapi sekarang melihat kondisi seperti ini.

Penculik itu benar-benar menelepon!

Tapi orang yang mengangkat telepon itu, pasti bukan Hansen.

Tapi situasi sekarang.

Hansen berinisiatif untuk mengaku, dia yang mengangkat telepon itu…

Ellen sedikit menurunkan matanya.

Bukan Hansen, Hansen malah mengatakan dirinya…

Ellen menyipitkan mata.

Kalau begitu.

Pasti mereka… Gerald Dilsen atau Vania Dilsen!

Ellen mengepal tangannya dengan erat.

……

Sekitar dua puluh menit, Hansen baru menahan rasa malunay dan menegakkan punggunya berjalan keluar dari kamar mandi.

Ellen mendengar suara langkah kaki, berbalik badan dan melihat Hansen.

Siapa tahu Ellen baru saja melihat ke sana, Hansen langsung mengalihkan pandangannya ke tempat yang jauh.

Ellen menahan senyum dan membalikkan kepalanya.

Setelah Ellen membalikkan badan, Hansen langsung mengembalikan pandangannya, perlahan-lahan berjalan ke sofa dan duduk.

Ellen sengaja melirik Hansen, dengan diam-diam tersenyum, “Kakek, masih ingin minum teh kah?”

Hansen segera melirik Ellen, sudut bibirnya terangkat, “Kalau begitu, minum segelas.”

“Yay.” Ellen tersenyum, dia menuangkan teh ke gelas Hansen, mengambil kesempatan mengantar teh kepadanya, Ellen berdiri, dengan lancar duduk di sebalahnya, “Kakek, minum.”

Hansen berpura-pura batuk, mengulurkan tangan dan mengambilnya.

Ellen melihat tatapan Hansen masih tidak biasa, dia tahu Hansen pasti masih belum terbiasa, dia berkata dengan prihatin, “Bibi Darmi sudah tidur, jadi aku naik ke lantai atas untuk membersihkan kamar, kamu sendirian di bawah, tidak apa-apa kan?”

Kamar Darmi ada di lantai bawah, percakapan Ellen dan Hansen di ruang tamu begitu keras, Darmi seharusnya belum tidur, tapi pasti juga segan untuk muncul sekarang.

Lagipula, Hansen merupakan orang yang sangat malu.

“Aku pergi bersamamu.”

Hansen segera meletakkan teh, dia berkata pada Ellen, seperti seorang anak yang manja.

Ellen tersenyum, “Baik.”

Hansen melihat senyuman di wajah Ellen, sudut bibirnya pun terangkat.

……

Kamar tamu di lantai atas, Ellen sudah membersikannya, Ellen membawa Hansen duduk di atas tempat tidur, dan berkata pada Hansen, “Kakek, malam ini menyusahkanmu untuk tidur di sini, besok aku akan menyuruh Bibi Darmi untuk membersihkan sebuah kamar. Jika kamu ingin tinggal di sini, kapan saja pun bisa datang.”

Setelah mendengar, mata Hansen langsung terang, tapi tiba-tiba mengelap lagi, merapatkan bibir dan tidak berbicara.

Ellen melihat penampilannya seperti ini, dia berkata, “Sudah hampir pagi, cepatlah tidur.”

Hansen melihat Ellen, dia mendengus.

Ellen menatap Hansen sejenak, kemudian berkata, “Kalau begitu, aku kembali ke kamar ya?”

Hansen melihatnya lagi dan mengangguk.

Ellen merapatkan bibir, berdiri dan berjalan keluar.

Baru saja berjalan sampai pintu, terdengar suara Hansen, “Ellen, kenapa kamu percaya bukan aku yang mengangkat telepon itu?”

Novel Terkait

Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu