Hanya Kamu Hidupku - Bab 665 Sumi Dan Pani 4

Sumi melirik Pani, dan duduk di sofa, sambil mengambil dokumen yang diletakkan di samping sofa.

Pani menutup pintu, berjalan mendekatinya dan duduk di sebelahnya, dia memiringkan kepala memandang wajah tampak sampingnya yang serius, “Kamu menyuruhku untuk istirahat dalam rumah selama setahun, aku telah mendengarnya. Sekarang batas waktu setahun telah sampai, aku pergi bekerja, mengapa kamu masih terlihat tidak senang?”

Pani berpikir-pikir dan merasa sikap Sumi yang dingin, dan bahkan sedikit tidak senang, seharusnya karena tidak ingin dirinya pergi bekerja di luar.

“Adakah aku terlihat tidak senang?” Sumi memandang dokumen, dan berkata dengan nada dingin.

Pani memutar bola matanya ke atas, “Kalau begitu senyumlah padaku.”

“Meskipun tidak merasa tidak senang, tapi tidak berarti aku akan tersenyum sembarangan. Sekarang aku tidak ingin senyum.” Sumi berkata.

Sudah bersikap seperti begini masih saja mengatakan dirinya tidak merasa tidak senang?

Pani benar-benar mengaguminya, mengulurkan tangan merangkul lengannya, dan menempelkan wajah pada lengannya yang berotot, lalu memandangnya dengan sepasang mata yang lembut, “Paman Sumi, jangan begitu. Aku dengan tidak mudah menemukan pekerjaan, sekarang merasa sangat semangat. Dan aku paling ingin mendapat dukungan dan pujianmu. Tapi begitu mendengar diriku mendapat pekerjaan, kamu malah berwajah dingin, seolah-olah aku berhutang padamu. Aku benar-benar merasa sangat tidak nyaman!”

Sumi mencibir, mengalihkan pandangannya pada Pani, lalu mendengus, “Apakah kamu tahu, ketika kamu mengumumkan dirimu mendapat pekerjaan, hatiku juga merasa tidak nyaman?”

“……” Pani semakin mendekatinya, dan berkata dengan suara lembut, “Tapi kamu tidak memiliki alasan untuk merasa tidak nyaman! Aku pergi bekerja bukan melarikan diri. Lagipula, aku begitu mandiri, dan rajin, bukankah kamu harus merasa senang?”

“Aku paling senang kalau kamu berada di rumah, tanpa melakukan apapun!” Sumi berkata.

Pani terdiam.

Sumi mengerutkan kening, meletakkan dokumen di tangannya, merangkul bahu Pani, memeluknya duduk di pangkuannya, dan jarinya yang ramping mencubit dagunya yang indah, “Aku dapat menafkahimu, mengapa harus susah payah bekerja di luar? Aku mencari istri, bukan mitra. Aku tidak perlu kamu berkemampuan, cerdas maupun rajin. Pani, kamu tidak perlu melakukan apapun, cukup diam-diam berada di sampingku, dan aku dapat melihatmu kapan pun.”

“Tapi bagaimana aku bisa menyadari nilaiku kalau terus tinggal di rumah? Untuk apa aku berusaha keras memasuki perguruan tinggi, menghafal tata bahasa kata-kata Prancis yang sulit dihafal? Itu tentu untuk menghasilkan uang dan mencerminkan nilaiku. Paman Sumi.”

Pani menyentuh wajah Sumi yang tampan, matanya yang jernih saling bertatapan dengannya, lalu berkata dengan lembut, “Aku tahu kamu tidak kekurangan uang, juga tidak butuh aku menghasilkan uang untuk menambahkan biaya hidup. Dan aku juga tidak keberatan hanya menjadi istrimu dan ibunya Lian, tapi aku akan memiliki penyesalan.”

Pandangan Sumi berkedip, dia menatap fokus pada Pani dan tidak berkata.

Pani menempelkan dahinya padanya, lalu berkata, “Mulai sejak kecil, aku paling mengagumi wanita-wanita yang mandiri, aku merasa mereka berjalan di jalan dengan postur penuh percaya diri terlihat sangat indah. Aku juga pernah membayangkan, suatu hari nanti aku juga akan hidup bangga seperti mereka! Paman Sumi, aku tidak takut bekerja keras, dan pantang menyerah, bisakah kamu mendukungku?”

Alis Sumi masih berkerut, tapi dia mengangkat tangan mengelus kepala Pani.

Pani tersenyum, bersandar dalam pelukannya, “Ellen juga sedang berusaha meningkatkan dirinya, untuk mengikuti langkah paman ketiganya, dia berharap suatu hari nanti, bisa bertarung berdampingan dengan paman ketiganya dan berbagi suka dan duka bersama. Meskipun jurusanku bukan pengacara, tapi aku rasa selama aku berprestasi di bidangku, itu bisa dianggap sebagai bentuk lain dari perjuangan berdampingan denganmu.”

Sumi memeluknya, menundukkan mata memandang kepala Pani dan tidak berkata.

Pani mencibir, sedikit mengangkat kepalanya, “Paman Sumi…..”

Bersikap manja lagi?!

Sumi menyipitkan matanya, dan menggerakkan tenggorokannya, mengulurkan tangan dan menekan kepala Pani pada pelukannya, lalu mendengus berkata, “Kamu menyangka begitu menyebutkan Ellen sebegai alasan, aku akan segera menyetujuimu?”

Wajah Pani di pelukannya berubah, lalu bergumam, “Tidak peduli kamu menyetujuinya atau tidak, aku sudah memutuskannya!”

Sumi menggertakkaan giginya, “Kalau begini, untuk apa masih berpura-pura ingin mendapat dukungan dariku?”

“Berpura-pura apaan?” Aku mengatakannya dengan sangat serius dan penuh harapan, bisakah kamu mendukungku?” Pani berusaha keras, barulah terlepas dari pegangan Sumi, dia duduk terengah-engah, dan melirik ke arah Sumi dengan kesal.

Melihat wajah Pani memerah, Sumi menyipitkan matanya, “Kalau aku mengambil tindakan tegas untuk mencegahmu pergi bekerja, apa yang akan kamu lakukan?”

Pani tertegun, kemudian tersenyum memandang Sumi tanpa merasa takut, “Kamu tidak akan begitu! Palingan hanya akan merasa kesal untuk beberapa saat.”

Sumi menggertakkaan giginya, dan mengetuk dahi Pani, “Dirimu sangat yakin!”

Pani tersenyum manis, menggenggam tangan Sumi, dan tubuhnya selembut air, masuk ke dalam pelukan Sumi, Pani mengangkat kelopak matanya dan menatapnya, “Suamiku paling baik.”

“Hiks, jangan mengatakan rayuan……. Apa yang kamu panggil?”

Sumi baru sadar, lalu memegang bahu Pani yang kurus, menatapnya dengan tatapan tidak berani percaya dan kegembiraan yang tak tersembunyikan, “Pani, apa yang kamu katakan tadi?”

Wajah Pani memerah, sepasang matanya yang indah terlihat malu-malu, dia sengaja berkata dengan nada suara acuh tak acuh, “Adakah aku mengatakan sesuatu? Tidak ada……”

“Kamu telah mengatakannya!” Sumi menggerakkan bibirnya dan menatapnya dengan kesal.

Karena penampilan Pani saat ini, jelas tidak ingin mengakuinya!

Pani mengulurkan tangan menepuk telinganya yang panas, pandangannya tertuju pada wajah Sumi, dan bergumam, “Aku, aku benar-benar tidak mengatakan apapun.”

Alis Sumi berkerut, dan wajahnya menjadi dingin, tatapannya yang dalam menatap fokus pada Pani.

Begitu melihat, sepasang mata Pani langsung berkedip.

Kemudian Pani segera mendekatinya, mencium bibir Sumi yang dingin, “Suami, aku memanggilmu suami, sudahkah mendengarnya?”

Sumi tertegun melihat wajahnya yang indah tiba-tiba mendekat.

Kemudian dia memeluk Pani dan menciumnya dengan tergila-gila.

Pani memeluk lehernya dan menyesuaikannya.

Ciuman ini berlangsung lumayan lama, kemudian keduanya menjauh dari bibir masing-masing.

Pani menyipitkan matanya, sudut matanya sedikit basah, bibirnya yang gugup memerah.

Ciuman yang hangat sepertinya belum menarik kembali Sumi yang semangat.

Sumi masih memeluk Pani dengan erat, pandangannya yang menatap ke arah Pani begitu dalam, seolah-olah ingin menyerapnya secara keseluruhan.

Pani memeluk lehernya, jantungnya berdebar sangat kencang.

“Dulu tidak peduli bagaimanapun aku memaksamu, kamu tetap tidak ingin memanggilku seperti begini. Sekarang hanya ingin memintaku mendukungmu keluar untuk bekerja, langsung memanggilku seperti ini, aku tidak tahu harus merasa senang atau kecewa!” Tatapan Sumi sangat lembut, membuat Pani merasa dirinya hampir tenggelam ke dalam.

Wajah Pani memerah, dia mencium sudut bibirnya, dan berkata dengan serak, “Aku memanggilmu bukan karena ingin membuatmu senang, tapi karena aku tahu kamu ingin mendengarnya.”

Hati Sumi terasa hangat, dia mengangkat alis, “Sebelumnya aku ingin mendengar, mengapa kamu tidak memanggil?”

Pani menyentuh kerah baju Sumi, dan berkata, “Ketika dipaksa, aku tidak dapat memanggilnya. Tapi sekarang aku ingin memanggilnya sendiri.”

Sumi menghela nafas, “Oleh karena itu, aku mengatakan diriku selalu tidak berdaya terhadapmu.”

Pani menggigit bibirnya, menatap Sumi dengan malu dan penuh bahagia.

Sumi menarik nafas, “Kalau begitu, selamat telah menemukan pekerjaan. Sayangku Pani benar-benar hebat!”

“Heh…..” Pani mencium Sumi dengan senang, dan berkata dengan nada genit, “Terima kasih…..”

“Mulai malam ini, harus selalu memanggilku suami, memanggil sebanyak 99 kali!”

“99 kali?” Pani berwajah cemberut, “Tidakkah terlalu banyak?”v

“99 kali, artinya selamanya. Emangnya kamu tidak ingin bersamaku selamanya?”

Sumi menyipitkan matanya, menatap Pani dengan penuh bahaya, seolah-olah brgitu Pani tidak menyetujuinya, berarti tidak setia padanya!

Apa lagi yang bisa dilakukan Pani?

“Ya, baiklah!”

“Tadi sudah memanggilnya dua kali, masih tersisa 97 kali, mulailah memanggilnya.”

Pani, “…….”

“Ayolah!”

“…….Suami 97 kali.”

“Pani Wilman……”

“Suami, suami, suami……”

Sampai 97 kali, seseorang baru merasa puas!

……….

Dalam sekejap mata, Lian dan Si Ndut sudah berusia tiga tahun, dan kedua bocah kecil juga memainkan peran yang sangat penting dalam pernikahan Willian dan Ellen, yaitu….. sebagai Pengiring kecil!

Setelah menghadiri pernikahan Ellen dan William, anggota keluarga Nulu kembali ke rumah sudah hampir pukul sebelas malam.

Biasa jam segini, Lian sudah tidur, tetapi hari ini sebagai pengiring kecil, Lian sepertinya sangat semangat, setelah tiba di rumah dia tidak merasa ngantuk sama sekali, dia terus melompat di sofa dan karpet.

Sumi masih oke, tapi Pani, Siera dan Samoa sangat gugup, karena takut si kecil akan jatuh.

Setelah Lian bolak-balik melompat belasan kali, akhirnya Pani tidak tahan lagi, dia langsung memeluk si kecil, mencium keningnya, dan berkata, "Sayang, sudah malam, Ibu membawamu ke atas untuk mandi dan tidur, oke? "

“Bu, aku tidak ngantuk.”

Untuk membuktikan dirinya belum ngantuk, Lian sengaja membuka lebar matanya dan menunjukkan bahwa dirinya penuh energi.

Pani tidak menahan diri tersenyum, "Ya, sekarang Lian belum ngantuk, tapi setelah mandi kamu akan merasa ngantuk."

Kedua tangan Lian bertumpang tindih, dan menatap Pani dengan semangat, jelas tidak ingin tidur, tapi dia tahu dirinya tidak dapat membantah Pani.

Pani menciumnya dan menggendongnya berjalan menuju lantai dua.

“Bu, kapan kamu akan menikah dengan Ayah?” Lian memeluk leher Pani dan berkata dengan semangat.

Pani tertegun sejenak, "Ibu dan Ayah sudah menikah."

“Hmm…… apakah kalian tidak berencana untuk menikah lagi? Dengan begini aku dan Si Ndut bisa menjadi pengiring kecil lagi.” Suara Lian penuh dengan kepolosan.

Pani tidak tahu harus tertawa atau menangis, "Kamu ingin ayah dan ibu menikah lagi, hanya ingin menjadi pengiring lagi?"

"Ya, bersama Si Ndut."

Melihat wajah putranya yang polos, Pani bersikap tidak tahu bagaimana melanjutkan percakapan ini.

Setelah mendengar kata-kata Lian yang polos, Sumi dan Siera mereka bertiga yang duduk di ruang tamu saling bertatapan.

TAMAT

PENULIS MEREKOMENDASIKAN BUKU "PERTEMUAN SATU MUSIM ARWAHKU"

Novel Terkait

Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu