Hanya Kamu Hidupku - Bab 568 Paman Sumi, Kamu Harus Menutrisi Tubuhmu

Pani tidak menghindar sama sekali, pandangan perlahan fokus, menatap pria yang terbangun di ranjang rumah sakit.

Waktu berlalu seiring bertemunya kedua pasang mata.

Tiba-tiba.

Sumi mencondongkan tubuh ke depan, merentangkan tangan ke pundak Pani, memejamkan mata dan membungkam bibir Pani dengan brutal.

Ciumannya seperti gelombang besar yang datang mendadak, juga seperti ledakan terik dari kawah.

Bulu mata Pani bergetar, dia tanpa sadar membuka bibir.

Pani memegang erat pegangan kursi dengan kedua tangan, menyaksikan kelembapan mengalir dari mata Sumi yang terpejam, jantung berdebar hebat …... Pada akhirnya, hanya tersisa desahan yang keluar dari bibir.

Ciuman ini berlangsung lama, sampai Pani kekurangan oksigen, barulah Sumi perlahan-lahan menjauh dari bibirnya.

Telapak yang memeluk bahu Pani bergesar ke atas, memegangi leher Pani dengan erat.

Dahi Sumi menempel pada Pani, di antara napasnya yang panas tersirat jejak frustasi atas ketidakberdayaan.

Mata Pani bergidik. Dia melihat Sumi membuka matanya yang basah dan merah, menatap jauh ke dalam matanya.

Keduanya tidak berbicara, pandangan saling terjerat, tak satu pun dari mereka menghindar.

TOK TOK ——

Terdengar ketukan di pintu bangsal.

Sumi dan Pani saling memandang, berpisah secara spontan, melihat ke arah pintu bangsal.

Pintu bangsal terbuka.

Dokter Gerda masuk dari luar.

Melihat posisi Sumi dan Pani, dia agak terbengong. Dia lalu berjalan ke depan sambil tersenyum, sekilas melihat Pani, kemudian memandang Sumi, berkata, "Tuan Sumi akhirnya bangun."

Bercak merah yang mencurigakan menyembul di daun telinga Sumi. Pandangannya menyapu Pani dengan cepat, menarik napas ringan dan menyahut Dokter Gerda , "Iya. Berapa lama aku…... tidur?"

"Tidak lama. Hanya satu hari satu malam." Ujar Dokter Gerda yang memegang rekaman medis sambil tersenyum pada Sumi.

Sumi terbatuk, mengangguk, tidak berkata apa-apa.

Melihat reaksi Sumi, Pani langsung tahu apa yang dipikirkannya.

Pani mengerucutkan bibir, menatap Dokter Gerda dan berkata, "... Dokter Gerda , bagaimana kalau kamu memeriksanya lagi?"

"Oke… …"

"Tidak usah!"

Sumi mengernyit, memandang Pani dan berkata, "Aku baik-baik saja."

Pani mengangkat alisnya secara diam-diam, tidak bersuara, menoleh ke arah Dokter Gerda .

Dokter Gerda tersenyum diam-diam, berkata, "Lupakan saja. Tuan Sumi kelihatan baik-baik saja. Aku sebaiknya memeriksa Nona Pani saja."

"Oke." Pani mengangguk dengan kooperatif.

… …

Atas saran Dokter Gerda , Pani tinggal di rumah sakit selama tiga hari untuk observasi. Setelah memastikan tidak ada masalah besar, Sumi menjalani prosedur pemulangan dan keduanya pun keluar dari rumah sakit.

Dari rumah sakit ke apartemen, Pani benar-benar diperlakukan seperti porselen oleh seseorang. Sumi mengkhawatirkan setiap langkah yang diambil Pani seolah dia akan jatuh dan hancur.

Pani sangat tak berdaya, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa.

Dia mengerti mengapa Sumi bisa bertindak seperti ini!

Kembali ke apartemen.

Sumi dengan hati-hati memapah Pani duduk di sofa. Setelah membawakan teh dan buah untuk Pani, dia pergi ke balkon untuk bertelepon, telepon yang berlangsung lebih dari satu jam.

Setelah menyelesaikan panggilan, dia keluar, terlihat sangat buru-buru.

Pani mengambil anggur dan memasukkannya ke dalam mulut, ekspresi heran dan bengong.

Sumi keluar selama lebih dari dua jam sebelum pulang dengan membawa kantong besar dan kecil yang tak terhitung jumlahnya di tangan.

Pani duduk di sofa, menilik Sumi dengan mata aprikot gelap.

Sumi menenteng semua barang-barang itu ke dapur.

Pani mengerutkan bibir, tidak dapat menahan rasa ingin tahu, berdiri dari sofa dengan tangan menopang punggung, berjalan menuju dapur.

Tiba di pintu dapur, terlihat Sumi berdiri di depan kulkas memisah barang-barang yang dibawa pulang.

"Apa itu semua?" Tanya Pani.

Mendengar itu, Sumi berbalik untuk melihat Pani, alis panjang agak berkerut, mengambil beberapa langkah, mengangkat Pani ke atas meja dapur, mengelus kepalanya, lalu kembali ke kulkas, "Produk nutrisi yang kubeli untukmu. Aku telah bertanya kepada Jery tentang produk-produk nutrisi ini. Dia mengatakan bahwa ini semua merupakan produk khusus untuk menutrisi bumil."

Pani melihat sekilas produk nutrisi yang memenuhi kulkas.

Entah kenapa, rasanya agak tidak enak di hati!

Sesudah tahu bahwa anak ini miliknya, dia mulai gugup, mulai perhatian terhadap segala aspek!

Sebelum tahu, dia sama sekali tidak terlihat gugup. Dia bahkan sering membuatnya kesal!

Manusia, memang segitu realistis!

Walau berpikir demikian, tapi Pani berkata, "Apakah aku bisa menghabiskan sebanyak itu?"

"Tidak banyak. Semua ini hanya jumlah yang dibutuhkan sebelum kita kembali ke Kota Tong." Sumi berkata dengan tenang.

Apa?

“Sumi, apakah kamu mau merawatku menjadi babi?” Pani tersenyum kaget.

Sumi menutup pintu kulkas, berjalan ke hadapan Pani, mengangkatnya dan berjalan keluar, mengerutkan kening dan memandangnya dari atas ke bawah, berkata, "Sesuai berat badanmu saat ini, aku memang berencana menjadikanmu babi!"

Pani mengerucutkan bibir, memelototi Sumi, berkata dengan sengaja, "Aku rasa bukan hanya aku yang perlu diberi nutrisi sekarang? Seseorang baru saja pingsan dua hari yang lalu…..."

Sumi terhenti, menatap Pani, ekspresinya cukup tertegun.

Pani mengangkat alis, mengulurkan tangan untuk menepuk dada Sumi, "Paman Sumi, jangan khawatir, aku tidak akan memberi tahu siapa pun tentang kamu yang pingsan."

Sumi memutar bola matanya.

Pani tertawa, "Tapi Paman Sumi, usiamu sudah tidak muda, kamu seharusnya menjaga kesehatanmu sendiri, kamu juga harus menutrisi tubuhmu sendiri!"

"... …" Wajah bersih Sumi memerah, mengertakkan gigi dan menggeram rendah, "Kedepannya kamu akan tahu apakah aku perlu menutrisi tubuhku!"

Pani tercengang, wajah memerah, menggumamkan sesuatu, lalu membuang muka.

Melihat situasi ini, Sumi tidak merasa begitu tegang lagi, dia mengangkat Pani ke sofa.

Begitu Pani dibaringkan di sofa, ponsel mereka berdua bergetar pada saat bersamaan.

Pani dan Sumi menoleh ke arah suara.

"Ini Ellen…..."

Pani mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel.

Sumi menahan tangannya, "Jangan bergerak, aku akan mengambilnya untukmu!"

Sumi menyodorkan ponsel ke Pani.

Pani mengambil ponsel, menjawab, "Ellen."

Sumi juga mengambil ponsel, duduk di sisi Pani, menerima panggilan, "Bu."

Entah apa yang dikatakan Siera, tatapan Sumi memuram. Dia bangkit, berjalan menuju balkon.

Sudut mata Pani menangkap situasi tersebut, dia terdiam beberapa detik, lalu melanjutkan pembicaraan dengan Ellen di telepon, "Apa yang terjadi padaku? Aku terlalu sibuk sehingga aku menonaktifkan ponsel. Jangan mengkhawatirkan aku."

"Bagaimana mungkin aku tidak mengkhawatirkanmu? Sekarang Paman Sumi berada di Kota Yu, aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada kalian. Aku khawatir Paman Sumi tidak dapat menahan diri untuk melakukan sesuatu…... Tahukah kamu bahwa aku khawatir sepanjang hari?" Ujar Ellen.

Bibir Pani melengkung, "Aku tahu kamu selalu merindukanku."

"Pani, bagaimana kalau kamu pulang saja? Oke?" Kata Ellen dengan hati-hati.

"Aku…..." Pani menurunkan kelopak. "Lihat kondisi dulu."

"Apa yang kamu bilang?" Suara Ellen sedikit terangkat, "Pani, maksudmu, lihat kondisi dulu, benar?"

"… …Iya."

"Itu berarti kamu tidak menolak untuk pulang, benar? Kamu sudah mempunyai pemikiran untuk pulang, benar? Bagus sekali, bagus sekali Pani." Seru Ellen dengan senang.

Pani merapatkan bibir, sudut mulut sedikit terangkat, berkata dengan suara rendah, "Belum pasti."

"Aku tidak peduli! Kamu telah memberiku harapan, maka jangan mengecewakanku!" Ellen berdengus dengan arogan.

Kedua baris bulu mata Pani yang panjang bergantung, dia tersenyum tanpa suara, "Aku tidak memberimu harapan, aku hanya bilang…... lihat kondisi."

… …

Balkon.

Paras Sumi serius, matanya menatap wajah Pani yang dihiasi senyuman di ruang tamu, tapi suaranya dingin, "Bu, siapa yang memberitahumu tentang ini?"

"... … Sumi, dengarkan ibu. Ibu sangat menyukai Pani, ibu benar-benar sangat menyukainya! Tapi Pani sedang mengandung anak milik pria lain, kalian ditakdirkan untuk tidak bisa bersama lagi…..."

"Siapa yang memberitahumu ini?" Suara Sumi menjadi lebih dalam lagi.

Siera terdiam sejenak, lalu berkata, "Aku tidak bisa memberitahumu siapa yang memberitahuku. Sumi, pulanglah. Sekarang, kamu dan Pani sudah tidak memungkinkan untuk bersama lagi. Kamu jangan bersikap bodoh lagi, uhm?"

"Selama aku hidup, aku harus bersamanya, dia juga harus bersamaku, tidak ada pilihan kedua!" Tegas Sumi.

"Jangan bodoh lagi!" Siera cemas, "Sumi, ibu benar-benar sangat menyukai Pani yang dulu. Namun, ibu bahkan tidak tahu seperti apa Pani yang sekarang. Jadi, ibu tidak mau berkomentar tentang gosipan Pani yang telah masuk ke telinga ibu. Tapi Sumi, ibu tidak mengizinkanmu untuk bersikap bodoh lagi. Jangan bersama dengannya lagi, kamu harus memutar arahmu! Aku telah mengatur kencan buta untukmu, kamu pulang besok juga! Jika tidak, kamu bukan putra Siera lagi!"

"Aku tahu orang macam apa Pani! Dia bukan tipe wanita seperti yang kamu dengar! Ibu, jika kamu percaya padaku, tolong percayalah pada Pani!" Kata Sumi dengan suara rendah.

"Ibu tidak akan mengatakan apakah ibu percaya atau tidak, ibu tidak mengenal dirinya yang sekarang, jadi ibu tidak akan berkomentar! Ibu tahu bahwa dia sedang mengandung anak pria lain, jadi tidak mungkin lagi kamu bisa bersama dengannya!" Nada suara Siera sangat tegas!

Sumi memejamkan mata, mengambil beberapa langkah ke sudut balkon, berkata, "Ibu, anak itu punyaku… …"

"Sumi, kamu sangat mengecewakanku!"

Tanpa diduga, begitu kata-kata Sumi terucap, Siera membentaknya dengan suara rendah.

"Ibu… …"

"Demi bersamanya, kamu bahkan mengatakan hal semacam ini! Sebagai anakku dengan ayahmu, bagaimana boleh kamu bertindak seperti ini? Sumi, aku bilang sekali lagi padamu, jika aku tidak bertemu denganmu besok, jangan salahkan aku tidak memberimu muka!" Usai berteriak, Siera mematikan telepon!

Mendengar suara bip dari telepon, pembuluh darah di kedua sisi pelipis Sumi berdenyut beberapa kali.

Siera selalu lemah lembut padanya dan kakak tertua. Pergaulan mereka tidak terlihat seperti ibu dan anak, lebih seperti kakak beradik. Adegan keras seperti hari ini hampir tidak pernah terjadi.

Sumi mengerutkan kening. Dia tahu walau dia menelepon balik sekarang, Siera juga tidak akan mendengarkannya.

Terlebih lagi, setelah anak ini dilahirkan, bukankah Siera akan mengetahui siapa ayah anak ini?

Daripada terlalu gegabah untuk menjelaskan kepada Siera, hal terpenting saat ini adalah mencari tahu orang yang mengungkapkan informasi palsu tentang Pani kepada Siera!

Sekilas kesuraman melintasi mata Sumi, dia mengangkat ponsel dan melakukan panggilan ke nomor Frans.

Untuk pertama kalinya, Frans tidak menjawab.

Sumi merapatkan bibir, menelepon lagi.

Kali ini, Frans baru jawab sampai panggilan hampir diputuskan secara otomatis.

"Frans…..."

"Sumi, kamu benar-benar sahabat terbaikku, sobat terbaik. Kamu menelepon di waktu yang tepat sekali!"

Frans tersenyum jahat dan sangat menggoda, senyumannya serak serta mengandung kemalasan yang seksi.

Orang yang tidak mengenalnya tidak akan bisa menemukan makna tersiratnya dan bakal mengira bahwa dia benar-benar tertawa senang.

Tapi Sumi mengenal Frans dengan baik.

Jadi, begitu mendengar senyuman Frans seperti ini, sudut mulut bergerak pelan.

Novel Terkait

Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu