Hanya Kamu Hidupku - Bab 100 Paman Ketiga, Kamu Kemari

Transkip nilai kali ini dikirim agak terlambat, Ellen baru menerimanya tanggal 25.

Maksimum 750, Ellen mendapat 718, bahasa mandarin 125, dipotong 25, bahasa inggris 147, dipotong 3, matematika nilai penuh, teori komprehensif 296, dipotong 4, dan mengambil kelas satu.

Terhadap nilai ini, Ellen merasa sangat puas.

Setelah melihat nilai, Ellen mengambil handphone menekan nomor Pani.

“Ellen, apakah kamu sudah menerima transkip nilai?”Pani mengangkat telepon, hal pertama yang diucapkan.

“Sepertinya kamu juga sudah menerima. Bagaimana?” Ellen bertanya.

“Masih boleh. Bagaimana denganmu, apakah mendapat nilai penuh?”Pani menarik napas bertanya.

Ellen berkata,” Aku berpikir begitu juga."

“Ranking?”

“Hehe.” Ellen tertawa.

“Huh, menjadi yang pertama lagi?” Nada bicara Pani cemburu.

Ellen tidak menjawab, bertanya kepada dia,”Bagaimana denganmu?”

“Enam belas.” Pani menjawab.

“Pani, kamu boleh juga! “ Ellen terkejut.

Ujian ini biasanya di ikuti 100 nama tahu tidak?

Bukannya Pani tidak pintar, itu karena dia harus bekerja setelah belajar, jadi dia menghabiskan lebih sedikit waktu untuk belajar.

Saat ujian akan di mulai tidak sempat membaca ulang lagi, langsung ujian.

“Kakak demi ujian kali ini, dengan kejam tidak pergi kerja paruh waktu selama sebulan tahu tidak?” Pani pamer.

“Bagus bagus, lanjutkan seperti ini, semester depan coba melampaui aku.”

“ Ellen, kamu minta dipukul?”

“Aku serius.”

”Jangan bercanda.”

“Lihat kamu, kenapa tidak percaya?”

“Jika percaya kamu maka ada hantu! Bukankah IQ mu 180? kata-katamu seekarang seperti sedang mengejekku, putus hubungan!”

“Haha.” Ellen tertawa.

“Huh, Teman rusak.” Pani mendengus.

“Sudahlah, tidak berbicara denganmu lagi, aku ingin melaporkan nilaiku ke paman ketiga.” Ellen mengambil transkip nilai, berkata dengan gembira.

“Baiklah Ellen, belajar menjadi jahat, sudah mulai pamer kemesraan di depanku.” Pani mengejek.

Wajah Ellen memanas, “Aku mana ada? Walaupun aku tidak melapor ke paman ketiga, dia pasti juga akan tanya.”

“Lihat, pamer kemesraan lagi.”

Ellen, “……..” benar-benar, sekarang tidak peduli apa yang dikatakannya, asal membahas tentang seseorang, Pani pasti akan mengira dia sedang pamer kemesraan!

Ellen apakah benar-benar sedang pamer kemesraan?

Hehe…. Sepertinya memang ada sedikit.

“Ellen, kamu sudah beberapa hari tinggal di rumah terus, apakah tidak bosan?” Pani berkata.

“Tidak bosan.”Paman ketiganya di rumah, bagaimana bisa bosan. Ellen berpikir dalam hati.

“Cheii...”Pani berkata, “Aku sudah hampir mati kebosanan.”

“Hehe.” Ellen tertawa.

Sejak musibah di KTV, Sumi tidak memperbolehkan Pani kerja paruh waktu lagi, walau pun Ellen tidak tahu Paman Sumi dia menggunakan cara apa untuk membuat Pani yang walaupun di tarik dengan 10 ekor sapi pun tidak akan bisa kembali menyerah pada rencana kerja paruh waktunya.

Setelah selesai berbicara dengan Pani di telpon, Ellen meletakkan handponenya dan berjalan ke ruang baca untuk mencari seseorang.

Tapi, dia belum berdiri dari sofa, handphonenya berbunyi.

Ellen sedikit tertegun, menunduk melihat handphone, alis matanya naik, mengangkat telepon, “Kakek buyut.”

“Ellen, kamu sedang apa? “suara Hansen terdengar, energinya penuh.

“Tidak sedang apa. Kakek buyut, transkip nilaiku sudah keluar.” Ellen berkata dengan tertawa.

“Benarkah? Bagaimana?”

“Hihi, juara pertama.”Ellen berkata.

“Haha, Ellenku memang pintar, sangat bagus!”Hansen memuji dengan tertawa.

Ellen tertawa.

“Ellen.”

“Kakek buyut sekarang sendirian berjalan diluar.”Hansen mengubah topik pembicaraan, nada suaranya tiba-tiba turun.

“…..”Ellen tertegun, “Kakek buyut, kenapa denganmu?”

“Hah.”Hansen hanya menghela napas, tidak berkata apa-apa.

Ellen merasa cemas, lalu dia duduk kembali, “Kakek buyut, tidak ada masalah apa-apa kan?”

“Tidak apa-apa. Ellen, kamu jangan khawatirkan kakek buyut, tidak apa-apa.”Hansen berkata begitu.

Ellen mengernyit, “Kakek buyut, kamu di mana sekarang?”

“Ellen, kakek buyut benar-benar tidak ada masalah, benar.”

“…..” ujung bibir Ellen tertarik.

“Kakek buyut tiba-tiba rindu pada Ellen, jadi menelpon untuk mendengar suaramu. Tidak apa-apa, kakek buyut menutup telepon ya.”

“Kakek buyut. “Ellen takut dia menutup telepon, berkata dengan cepat, “Kamu dimana? Aku pergi ke sana.”

“Xingdu Square 。”

Ellen baru selesai bertanya, Hasen langsung menjawab.

Ellen,“……”

“Ellen, kamu datang sendiri, jangan bawa paman ketigamu, aku sekarang selain kamu, tidak ingin menemui siapapun.” Hansen mengingatkan.

Ellen, “…….” tidak mengerti.

“Kalau begitu baik, kakek buyut menunggumu di Xingdu Square .”

“…… Oh.”

Lalu, Hansen menutup telepon.

Ellen menurunkan handphone dari telinganya, sedikit termenung.

Hansen berkata dia sendiri di Xingdu Square , Ellen takut dia menunggu terlalu lama, jadi dengan cepat masuk kamar berganti pakaian, mengambil tas keluar dari kamar, lalu turun kebawah.

Baru saja sampai di tangga paling akhir, pintu ruang baca terbuka.

Ellen berhenti, menoleh melihat seseorang memakai baju kasual abu-abu keluar dari ruang baca.

Karena di rumah rambutnya juga di biarkan begitu saja tanpa dirapikan, membuat dia kelihatan tidak begitu kejam, begitu malas dan santai, dan lagi, sangat muda.

William melihat Ellen, mata dinginnya memandang Ellen dengan tenang.

Ellen memakai baju longgar bergaya Eropa Amerika dan Korea, pakaiannya hari juga terlihat santai.

Jaket yang panjang menutupi sepertiga dua pertiga betisnya, Rok panjang putih , rambut lurus alami yang tidak pernah di lakukan apa-apa tergantung di dada dan punggung belakang, rambutnya terbagi dua sisi, memperlihatkan wajah putih dan kecil, dan bola mata besar seperti batu mengkilap.

Dan bahunya juga masih tergantung satu syal kuning, dan ransel hitam di punggungnya.

Dandanan ini, menunjukkan rencana untuk keluar rumah.

William menyipitkan mata, wajah tampannya tidak terlihat, kedua tanganya di masukkan ke dalam kantong, berdiri di depan pintu, matanya menatap Ellen dengan cahaya yang jelas,” Keluar?”

Ellen mengangguk, “Pergi melihat kakek buyut.”

“Pergi ke rumah lama?” alis mata William naik.

“Bukan. “ Ellen berkata, “ Kakek buyut mengatakan suasana hatinya sedang tidak baik, sekarang sendirian di Xingdu Square , aku khawatir, jadi bersiap-siap pergi menemani dia.”

Suasana hati tidak baik?

William mengernyit, “Dia mengatakan suasana hatinya tidak baik?”

Ellen memutar mata besarnya, “Kakek buyut tidak langsung mengatakan suasana hatinya tidak baik, tapi aku dengar dari nada bicaranya terdengar sangat berat.”

“Benarkah? “ William menutup mulut rapat, berpikir sebentar, berkata, “Tunggu aku, aku akan ikut pergi denganmu.”

Saat William berkata, dia bersiap akan masuk berganti pakaian.

“Tidak perlu paman ketiga, aku pergi sendiri saja sudah bisa.” Ellen buru-buru menjawab.

Tubuh William berhenti, mengernyit heran melihat Ellen.

Ellen terbatuk, berkata, “Itu, kakek buyut berkata, tidak ingin aku membawamu pergi.”

William menatap Ellen.

Mata Ellen tenang, “Benar, aku tidak menbohongimu.”

Mata hitam William menurun, berpikir sebentar, mendongak melihat Ellen, “Baik, aku tidak ikut.”

“....Kalau begitu aku keluar dulu.” Ellen menunjuk pintu.

“Pergilah.” William berkata.

Ellen menatap William.

“Kenapa? “ William menaikkan alis.

Mata hitam Ellen berputar, berbisik, “Paman ketiga, kamu kemari.”

William,“……”

Curiga, tapi tetap berjalan ke sana.

Berdiri di depan Ellen, William menunduk melihat dia, matanya menatap dalam dan lembut.

Wajah Ellen sedikit memerah, tiba-tiba berdiri dengan ujung kakinya,menyentuh bibir dia dengan cepat, lalu berbalik, bergegas turun ke bawah, “Paman ketiga, sampai jumpa.”

Suara gadis itu jelas, merdu.

William membeku, dalam rongga hidungnya masih ada aroma dia saat bergerak mendekati bibirnya.

Melihat Ellen di pintu berganti sepatu dengan terburu-buru, saat keluar rumah dengan wajah masih memerah menoleh melihat ke arah dia, dan menyadari dia sedang melihatnya, dengan cepat berbalik, menunduk berjalan ke arah pintu keluar.

William mengangkat bibir tipisnya, wajah tampannya masih ada sedikit dingin seperti biasanya, lembut dan halus.

……

Xingdu Square .

Ellen di satu sisi mengeluarkan handphone dari kantongnya, di satu sisi lagi berbicara kepada Seno di kursi pengemudi, “Paman Seno, kamu duluan pulang saja, tidak usah menungguku, setelah aku selesai bertemu dengan kakek buyut, aku akan pulang sendiri.”

“Baik.” Seno menjawab.

Ellen mengangguk, menekan nomor Hansen, turun dari mobil, berjalan menuju Xingdu Square dan melambai ke Seno.

Seno tersenyum,menurunkan rem tangan bersiap kembali ke rumah.

Dan saat ini, tiba-tiba kakinya bergetar, handphone yang dia letakkan dalam kantong bergetar.

Seno menarik kembali rem tangan, mengeluarkan handphone, saat melihat layar handphone, Seno menegakkan punggungnya, wajahnya terlihat serius, menjawab telepon, “Tuan....”

……

“Kakek buyut, aku sudah sampai di Xingdu Square , kamu di mana?” Ellen berputar di Xingdu Square sambil membawa handphone.

“Aku sudah melihatmu Ellen. Sebentar.” Hansen berkata.

Sudah melihatnya?

Mata Ellen berkedip, matanya yang besar berputar mencari.

Sampai pada satu tempat, mata Ellen berhenti, wajahnya terkejut, melihat orang yang berlari ke arahnya.... Bintang Hamid.

“Kakek buyut....”

Ellen di saat ini, mengerti semuanya, tidak berdaya.

“Apakah sangat terkejut? Hansen berkata dengan lancar, seolah sangat puas dengan rencana dia.

Ellen , “Kakek buyut...”

“Sudahlah Ellen, ucapan antara kita kakek dan cucu tidak usah lagi, kakek buyut tahu kamu sangat berterima kasih kepadaku, tidak perlu kamu katakan, tidak perlu.” Hansen menjawab dengan tertawa.

“....” Ellen ingin membantah, tapi tidak tahu harus bagaimana membantah.

“Ellen, kakek buyut tidak mengganggu waktu pacaran kalian, main dengan gembira.” Setelah Hansen selesai berbicara, merasa dirinya sangat bermurah hati.

“Kakek buyut....”

Ellen baru ingin bicara, Hansen sudah menutup teleponnya.

Kepala Ellen membesar seperti sapi, tertekan dan tidak berdaya.

Dan di saat itu, Bintang Hamid sudah berjalan kemari, wajah tampaannya memerah, matanya yang bercahaya menatap Ellen, karena berlari, jadi nada bicaranya terengah-engah, “Ellen, aku tidak menyangka kamu bisa mengajakku keluar.”

Apa?

Mata Ellen membesar, jad, orang tua itu bukan hanya memutuskan sendiri waktu pacaran, dan juga masih memberitahu Bintang kalau dia yang ingin mengajaknya keluar...

Ujung bibir Ellen naik, kakek buyut, ini sedikitpun tidak menarik!

Novel Terkait

Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu